Sunday, March 6, 2016

MENJADI PENJALA JIWA BAGI TUHAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Maret 2016 

Baca:  Lukas 5:1-11

"Jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia."  Lukas 5:10

Adalah kesalahan besar jika keberhasilan seseorang dalam pelayanan adalah karena hasil usaha, kepintaran atau kerja kerasnya sendiri.  Ada banyak pelayan Tuhan merasa diri punya jasa besar atau andil besar bagi perkembangan gereja dan jemaat yang dilayani.  Jika kita mampu memenangkan banyak jiwa bagi Tuhan itu bukan karena siapa kita, tapi semata-mata karena Roh Tuhan yang berkerja di dalam kita.  Karena tanpa panggilan Tuhan kita tidak akan mampu menjadi penjala jiwa.  Tuhan berkata,  "Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia."  (Matius 4:19).

     Keberadaan seorang pelayan Tuhan digambarkan seperti murid-murid Tuhan Yesus, adalah nelayan-nelayan ulung sarat pengalaman, yang semalam suntuk telah bekerja keras namun tidak mendapatkan seekor ikan pun.  "Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga. Dan setelah mereka melakukannya, mereka menangkap sejumlah besar ikan, sehingga jala mereka mulai koyak."  (Lukas 5:5-6).  Namun ketika mereka mau menaati apa perintah Tuhan barulah mereka dapat menangkap sejumlah ikan besar.  Ijazah teologia, jam terbang atau pengalaman, kekuatan dan kepintaran manusia tidak menjamin sepenuhnya seseorang akan berhasil dalam pelayanan jika tanpa disertai ketaatan dan pertolongan Roh Tuhan.  Jadi jangan pernah samakan pekerjaan Tuhan atau pelayanan seperti pekerjaan duniawi atau sekuler.  Untuk pekerjaan duniawi kita bisa saja hanya mengandalkan ijazah, pengetahuan, keterampilan atau pengalaman saja, tetapi untuk melayani pekerjaan Tuhan dibutuhkan lebih dari itu, yaitu hati yang terpanggil dan terbeban untuk pekerjaan-Nya.  Jika kita tidak terpanggil dan terbeban kita akan mudah sekali kecewa, frustasi dan mundur di tengah jalan.

     Untuk terjun ke ladang pekerjaan Tuhan ada harga yang harus dibayar yaitu mengasihi Tuhan dengan sungguh, berkomitmen untuk menyalibkan keinginan daging dan melayani jiwa-jiwa dengan kasih.

Modal utama melayani pekerjaan Tuhan adalah hati yang terbeban dan kuasa Roh Kudus, karena tanpa penyertaan Roh Tuhan kita tidak akan mampu berbuat apa-apa, dan kita bukan siapa-siapa!

Saturday, March 5, 2016

HABAKUK: Tidak Terpengaruh Situasi

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Maret 2016 

Baca:  Habakuk 3:1-19

"namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku."  Habakuk 3:18

Dalam pasal 3 ini disebutkan bahwa Habakuk berdoa dengan nada ratapan, hal yang tidak dituliskan di pasal-pasal sebelumnya.  Awalnya ia tidak mengerti maksud Tuhan yang sepertinya menutup mata terhadap kefasikan, serta membiarkan bangsanya ditindas bangsa lain, namun akhirnya terjawab sudah pergumulan Habakuk selama ini, bahwa Tuhan tidak pernah membiarkan dan meninggalkan orang-orang yang hidup benar di hadapan-Nya, karena itu meski kegelapan masih melingkupi bangsanya Habakuk tidak membiarkan diri larut dalam kepedihan yang berkepanjangan.

     Di dalam Tuhan selalu ada masa depan dan harapan.  Walau sepertinya berlambat-lambat, saatnya pasti akan tiba, karena janji Tuhan adalah ya dan amin"Sebab penglihatan itu masih menanti saatnya, tetapi ia bersegera menuju kesudahannya dengan tidak menipu; apabila berlambat-lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh."  (Habakuk 2:3).  Tidak selamanya orang jahat berada di atas angin, pada saatnya mereka akan menuai akibatnya.  "Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu."  (Galatia 6:8).  Oleh karena itu habakuk berketetapan hati untuk tetap mengarahkan pandangan kepada Tuhan dan mempercayai janji firman-Nya.  Ini bukanlah perkara yang mudah, diperlukan iman dan penyerahan diri penuh.  Dengan mata iman, Habakuk mampu melihat jauh ke depan melampaui realita dan kemustahilan yang ada.  "Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku."  (Habakuk 3:17-18).

     Ini adalah bukti kedewasaan rohani.  Sekalipun situasi tidak mendukung, Habakuk tetap bisa bersukacita dan mengucap syukur.

Iman yang sejati tidak pernah terpengaruh situasi dan kondisi, karena arah pandangnya selalu tertuju kepada Tuhan.