Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Maret 2016
Baca: Habakuk 3:1-19
"namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku." Habakuk 3:18
Dalam pasal 3 ini disebutkan bahwa Habakuk berdoa dengan nada ratapan, hal yang tidak dituliskan di pasal-pasal sebelumnya. Awalnya ia tidak mengerti maksud Tuhan yang sepertinya menutup mata terhadap kefasikan, serta membiarkan bangsanya ditindas bangsa lain, namun akhirnya terjawab sudah pergumulan Habakuk selama ini, bahwa Tuhan tidak pernah membiarkan dan meninggalkan orang-orang yang hidup benar di hadapan-Nya, karena itu meski kegelapan masih melingkupi bangsanya Habakuk tidak membiarkan diri larut dalam kepedihan yang berkepanjangan.
Di dalam Tuhan selalu ada masa depan dan harapan. Walau sepertinya berlambat-lambat, saatnya pasti akan tiba, karena janji Tuhan adalah ya dan amin. "Sebab penglihatan itu masih menanti saatnya, tetapi ia bersegera menuju
kesudahannya dengan tidak menipu; apabila berlambat-lambat, nantikanlah
itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh." (Habakuk 2:3). Tidak selamanya orang jahat berada di atas angin, pada saatnya mereka akan menuai akibatnya. "Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan
dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai
hidup yang kekal dari Roh itu." (Galatia 6:8). Oleh karena itu habakuk berketetapan hati untuk tetap mengarahkan pandangan kepada Tuhan dan mempercayai janji firman-Nya. Ini bukanlah perkara yang mudah, diperlukan iman dan penyerahan diri penuh. Dengan mata iman, Habakuk mampu melihat jauh ke depan melampaui realita dan kemustahilan yang ada. "Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil
pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan
bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu
sapi dalam kandang, namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku." (Habakuk 3:17-18).
Ini adalah bukti kedewasaan rohani. Sekalipun situasi tidak mendukung, Habakuk tetap bisa bersukacita dan mengucap syukur.
Iman yang sejati tidak pernah terpengaruh situasi dan kondisi, karena arah pandangnya selalu tertuju kepada Tuhan.
Saturday, March 5, 2016
Friday, March 4, 2016
HABAKUK: Dalam Keluh Kesah
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Maret 2016
Baca: Habakuk 1:1-17
"Berapa lama lagi, TUHAN, aku berteriak, tetapi tidak Kaudengar, aku berseru kepada-Mu: 'Penindasan!' tetapi tidak Kautolong? Mengapa Engkau memperlihatkan kepadaku kejahatan, sehingga aku memandang kelaliman? Ya, aniaya dan kekerasan ada di depan mataku; perbantahan dan pertikaian terjadi." Habakuk 1:2-3
Meski sebagai utusan Tuhan Habakuk tetaplah manusia biasa yang punya kelemahan dan kekurangan, yang terkadang mengeluhkan pelbagai masalah yang menimpanya. "Mengapa ini terjadi? Kapan penderitaan ini segera berlalu? Mengapa orang jahat sepertinya hidup mujur?"
Pergumulan inilah yang dirasakan Habakuk ketika dengan mata kepala sendiri ia melihat kejahatan, kekerasan dan ketidakadilan begitu merajalela di negerinya. Sementara posisi orang benar terjepit, "...sebab orang fasik mengepung orang benar;" (ayat 4). Ia pun mengungkapkan rasa kecewanya kepada Tuhan yang seolah-olah menutup mata dan berdiam diri melihat penderitaan orang benar, sampai-sampai ia mempertanyakan di mana keadilan Tuhan. "Mata-Mu terlalu suci untuk melihat kejahatan dan Engkau tidak dapat memandang kelaliman. Mengapa Engkau memandangi orang-orang yang berbuat khianat itu dan Engkau berdiam diri, apabila orang fasik menelan orang yang lebih benar dari dia?" (ayat 13). Pergumulan semacam ini timbul karena manusia tidak dapat menyelami jalan Tuhan dan rancangan-Nya. "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:8-9). Sesungguhnya Tuhan tidak pernah menutup mata terhadap kefasikan, tetapi Ia selalu punya waktu yang tepat untuk menyelesaikannya.
Akhirnya Tuhan membiarkan dan memakai orang Kasdim menindas mereka. "Seluruh bangsa itu datang untuk melakukan kekerasan, serbuan pasukan depannya seperti angin timur, dan mereka mengumpulkan tawanan seperti banyaknya pasir." (Habakuk 1:9). Sesungguhnya yang menjadi alasan utama Habakuk berkeluh kesah kepada Tuhan bukanlah kelakuan orang Kasdim itu, melainkan kebejatan moral yang dilakukan bangsanya sendiri, yang mengaku menyembah Tuhan tetapi berlaku fasik.
Tuhan tidak pernah membiarkan kefasikan, pada saatnya Ia pasti bertindak!
Baca: Habakuk 1:1-17
"Berapa lama lagi, TUHAN, aku berteriak, tetapi tidak Kaudengar, aku berseru kepada-Mu: 'Penindasan!' tetapi tidak Kautolong? Mengapa Engkau memperlihatkan kepadaku kejahatan, sehingga aku memandang kelaliman? Ya, aniaya dan kekerasan ada di depan mataku; perbantahan dan pertikaian terjadi." Habakuk 1:2-3
Meski sebagai utusan Tuhan Habakuk tetaplah manusia biasa yang punya kelemahan dan kekurangan, yang terkadang mengeluhkan pelbagai masalah yang menimpanya. "Mengapa ini terjadi? Kapan penderitaan ini segera berlalu? Mengapa orang jahat sepertinya hidup mujur?"
Pergumulan inilah yang dirasakan Habakuk ketika dengan mata kepala sendiri ia melihat kejahatan, kekerasan dan ketidakadilan begitu merajalela di negerinya. Sementara posisi orang benar terjepit, "...sebab orang fasik mengepung orang benar;" (ayat 4). Ia pun mengungkapkan rasa kecewanya kepada Tuhan yang seolah-olah menutup mata dan berdiam diri melihat penderitaan orang benar, sampai-sampai ia mempertanyakan di mana keadilan Tuhan. "Mata-Mu terlalu suci untuk melihat kejahatan dan Engkau tidak dapat memandang kelaliman. Mengapa Engkau memandangi orang-orang yang berbuat khianat itu dan Engkau berdiam diri, apabila orang fasik menelan orang yang lebih benar dari dia?" (ayat 13). Pergumulan semacam ini timbul karena manusia tidak dapat menyelami jalan Tuhan dan rancangan-Nya. "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:8-9). Sesungguhnya Tuhan tidak pernah menutup mata terhadap kefasikan, tetapi Ia selalu punya waktu yang tepat untuk menyelesaikannya.
Akhirnya Tuhan membiarkan dan memakai orang Kasdim menindas mereka. "Seluruh bangsa itu datang untuk melakukan kekerasan, serbuan pasukan depannya seperti angin timur, dan mereka mengumpulkan tawanan seperti banyaknya pasir." (Habakuk 1:9). Sesungguhnya yang menjadi alasan utama Habakuk berkeluh kesah kepada Tuhan bukanlah kelakuan orang Kasdim itu, melainkan kebejatan moral yang dilakukan bangsanya sendiri, yang mengaku menyembah Tuhan tetapi berlaku fasik.
Tuhan tidak pernah membiarkan kefasikan, pada saatnya Ia pasti bertindak!
Subscribe to:
Posts (Atom)