Wednesday, February 17, 2016

KUNCI KEBAHAGIAAN KELUARGA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Februari 2016 

Baca:  Mazmur 128:1-6

"Berbahagialah setiap orang yang takut akan TUHAN, yang hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya!"  Mazmur 128:1

Setiap orang yang sudah berumah tangga pasti memiliki harapan rumah tangga yang dibangunnya kokoh, langgeng, berbahagia.  Untuk mewujudkan itu hal utama yang harus diperhatikan adalah kekuatan fondasinya, sebab fondasi menentukan kekokohan suatu bangunan menghadapi goncangan dan badai.

     Fondasi yang kuat bagi kehidupan rumah tangga atau keluarga adalah takut akan Tuhan  (ayat nas).  Takut akan Tuhan berarti  "...hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya."  Jika kita sudah membangun fondasi keluarga dengan hati takut akan Tuhan, maka berkat akan dicurahkan dalam kehidupan keluarga kita.  "...engkau memakan hasil jerih payah tanganmu, berbahagialah engkau dan baiklah keadaanmu!"  (ayat 2).  Kalimat  'hasil jerih payah tanganmu'  berbicara tentang pekerjaan, usaha, bisnis atau apa saja yang kita kerjakan, termasuk pelayanan, yang akan dijadikan Tuhan berhasil dan beruntung.  Takut akan Tuhan berbicara ketaatan, dimana setiap ketaatan selalu mendatangkan upah atau berkat dari Tuhan.  Berkat tersebut akan dinikmati oleh seluruh anggota keluarga, bahkan sampai keturunan selanjutnya.

     Adalah sia-sia jika kita membangun rumah tangga jika tidak melibatkan Tuhan dan memiliki hati yang takut akan Dia.  "Sia-sialah kamu bangun pagi-pagi dan duduk-duduk sampai jauh malam, dan makan roti yang diperoleh dengan susah payah--sebab Ia memberikannya kepada yang dicintai-Nya pada waktu tidur."  (Mazmur 127:2).  Keadaan ini sama seperti yang disampaikan nabi Hagai,  "Kamu mengharapkan banyak, tetapi hasilnya sedikit, dan ketika kamu membawanya ke rumah, Aku menghembuskannya. Oleh karena apa? demikianlah firman TUHAN semesta alam. Oleh karena rumah-Ku yang tetap menjadi reruntuhan, sedang kamu masing-masing sibuk dengan urusan rumahnya sendiri."  (Hagai 1:9).  Jangan karena terlalu sibuk mengejar materi duniawi lalu mengenyampingkan perkara-perkara rohani, lupa membangun mezbah doa, lupa mengembalikan persepuluhan, yang akhirnya justru menghalangi berkat kita sendiri.

Kunci kebahagiaan keluarga tidak diperoleh dari apa yang ada di dunia ini, namun hanya diperoleh ketika kita memiliki hati yang takut akan Tuhan.

Tuesday, February 16, 2016

TUHAN SEBAGAI FONDASI KELUARGA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Februari 2016 

Baca:  Mazmur 127:1-5

"Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya;"  Mazmur 127:1

Definisi bebas dari kata keluarga adalah kumpulan manusia yang dihubungkan melalui pertalian darah, perkawinan atau pengambilan anak angkat.  DepKes RI tahun 1988 memaknai keluarga sebagai unit terkecil masyarakat, terdiri dari kepala keluarga serta beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di satu atap yang memiliki ketergantungan.

     Keluarga adalah lembaga pertama yang Tuhan dirikan bagi umat manusia, komunitas paling kecil, paling intim dan mendasar dalam hidup manusia.  Inisiatif membangun sebuah keluarga datangnya dari Tuhan sendiri:  "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia... Lalu TUHAN Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, TUHAN Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging. Dan dari rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu. Lalu berkatalah manusia itu: 'Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki.'  Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging."  (Kejadian 2:18, 21, 22, 23, 24).

     Karena itu untuk membangun rumah tangga atau keluarga kita harus melibatkan Tuhan dan mengandalkan Dia.  Mulai dari masa berpacaran, bertunangan, terlebih-lebih saat hendak memutuskan siapa yang akan menjadi pasangan hidup kita, libatkan Tuhan, jangan gegabah.  Hanya karena  'deadline'  umur banyak anak muda Kristen bertindak  'hantam kromo'  dalam memilih pasangan hidup;  rela meninggalkan Tuhan dan menyangkal imannya hanya karena pasangan hidup.  "Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?"  (2 Korintus 6:14).

Pasangan hidup adalah satu untuk seumur hidup, karena itu tidak ada istilah coba-coba, sebab pilihan kita saat ini menentukan masa depan keluarga kita!