Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Januari 2016
Baca: Roma 12:1-2
"Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh
pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak
Allah:" Roma 12:2
Faktor fisik seringkali menjadi faktor utama orang menilai sesamanya. Karena itu banyak orang mengandalkan tampangnya yang rupawan, cantik, bodi yang sexy dan proporsional sebagai pendongkrak rasa percaya diri. Akhirnya orang hanya memusatkan diri kepada perkara-perkara jasmaniah dan melupakan perkara-perkara rohaniah. Mereka hanya memikirkan hal-hal duniawi yang sifatnya hanya sementara daripada memperhatikan hal-hal rohani yang sifatnya kekal, padahal "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7). Bagi Tuhan hal-hal jasmaniah sama sekali tidak masuk penilaian! Yang Tuhan nilai adalah hati. Ini berbicara tentang kerohanian atau karakter.
Karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak, budi pekerti, watak atau tabiat yang membedakan seseorang dengan yang lain. Sebagai pengikut Kristus kita wajib memiliki karakter seperti Kristus. Karakter inilah yang membedakan kita dengan orang-orang di luar Tuhan. Karakter Kristus terbentuk di dalam kita melalui proses yang harus kita jalani seumur hidup. Karena itu milikilah hati yang rela diubah dan dibentuk Tuhan. "Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu,
mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya. Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku." (Yohanes 15:7-8). Syarat utama memiliki karakter seperti Kristus adalah tinggal di dalam Tuhan dan firman-Nya. Artinya bergaul karib dengan Tuhan dan taat melakukan firman-Nya, sebab "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar,
untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk
mendidik orang dalam kebenaran." (2 Timotius 3:16).
Berkat luar biasa disediakan Tuhan jika kita tinggal dalam Tuhan dan firman-Nya: "...mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya." Namun yang kita minta haruslah sesuai kehendak Tuhan, memuliakan nama-Nya dan merupakan kebutuhan kita.
"Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan." Matius 3:8
Tuesday, January 19, 2016
Monday, January 18, 2016
HINA DI MATA MANUSIA, BERHARGA DI MATA TUHAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Januari 2016
Baca: Efesus 3:1-13
"Kepadaku, yang paling hina di antara segala orang kudus, telah dianugerahkan kasih karunia ini, untuk memberitakan kepada orang-orang bukan Yahudi kekayaan Kristus, yang tidak terduga itu," Efesus 3:8
Manusia menilai sesamanya berdasarkan apa yang dimiliki: uang, harta benda, prestasi, kedudukan dan sebagainya. Itulah sebabnya orang kaya cenderung berlaku sombong karena di mana-mana selalu dihargai dan dihormati. Mereka enggan bergaul dengan orang miskin karena merasa bukan se-level. Akhirnya mereka membentuk komunitas tersendiri: kaum sosialita.
Sesungguhnya makna asli dari kaum sosialita adalah kumpulan orang-orang yang memiliki derajat tinggi, kaya dan terpandang yang memiliki jiwa sosial terhadap orang-orang yang kurang mampu. Dewasa ini kata sosialita mengalami pergeseran makna karena selalu dikaitkan dengan kehidupan mewah, glamour dan menghambur-hamburkan uang untuk sekedar mendapatkan pengakuan atas kekayaannya. Sementara mereka yang tidak punya apa-apa akan semakin terpinggirkan sehingga mereka menjadi sangat minder, merasa tidak berarti dan hina. Tidak seharusnya kita berlaku demikian, sebab di hadapan Tuhan semua manusia adalah sama. Rasul Paulus sama sekali tidak merasa minder sebagai orang yang paling hina: "Kepadaku, yang paling hina di antara segala orang kudus, telah dianugerahkan kasih karunia ini..." Meski dihadapkan pada tekanan, penderitaan, aniaya, himpitan, kesukaran dan berbagai pergumulan berat lainnya Paulus tidak mengeluh dan berputus asa, sebaliknya ia tetap bisa mengucap syukur, bahkan dengan jujur mengakui bahwa dirinya adalah orang yang paling hina. Mengapa? Karena Paulus menyadari siapa dirinya di hadapan Tuhan, "...kita ini debu..." (Mazmur 103:14), telanjang dan miskin, tetapi karena kasih-Nya Tuhan telah mengangkat hidupnya dan memilihnya untuk menjadi mitra kerja-Nya. "...apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah..." (1 Korintus 1:28).
Jangan pernah berkecil hati dengan keadaan kita saat ini! Manusia boleh saja meremehkan dan merendahkan kita, tapi percayalah bahwa Tuhan sangat mengasihi kita!
"Ia menegakkan orang yang hina dari dalam debu dan mengangkat orang yang miskin dari lumpur," Mazmur 113:7
Baca: Efesus 3:1-13
"Kepadaku, yang paling hina di antara segala orang kudus, telah dianugerahkan kasih karunia ini, untuk memberitakan kepada orang-orang bukan Yahudi kekayaan Kristus, yang tidak terduga itu," Efesus 3:8
Manusia menilai sesamanya berdasarkan apa yang dimiliki: uang, harta benda, prestasi, kedudukan dan sebagainya. Itulah sebabnya orang kaya cenderung berlaku sombong karena di mana-mana selalu dihargai dan dihormati. Mereka enggan bergaul dengan orang miskin karena merasa bukan se-level. Akhirnya mereka membentuk komunitas tersendiri: kaum sosialita.
Sesungguhnya makna asli dari kaum sosialita adalah kumpulan orang-orang yang memiliki derajat tinggi, kaya dan terpandang yang memiliki jiwa sosial terhadap orang-orang yang kurang mampu. Dewasa ini kata sosialita mengalami pergeseran makna karena selalu dikaitkan dengan kehidupan mewah, glamour dan menghambur-hamburkan uang untuk sekedar mendapatkan pengakuan atas kekayaannya. Sementara mereka yang tidak punya apa-apa akan semakin terpinggirkan sehingga mereka menjadi sangat minder, merasa tidak berarti dan hina. Tidak seharusnya kita berlaku demikian, sebab di hadapan Tuhan semua manusia adalah sama. Rasul Paulus sama sekali tidak merasa minder sebagai orang yang paling hina: "Kepadaku, yang paling hina di antara segala orang kudus, telah dianugerahkan kasih karunia ini..." Meski dihadapkan pada tekanan, penderitaan, aniaya, himpitan, kesukaran dan berbagai pergumulan berat lainnya Paulus tidak mengeluh dan berputus asa, sebaliknya ia tetap bisa mengucap syukur, bahkan dengan jujur mengakui bahwa dirinya adalah orang yang paling hina. Mengapa? Karena Paulus menyadari siapa dirinya di hadapan Tuhan, "...kita ini debu..." (Mazmur 103:14), telanjang dan miskin, tetapi karena kasih-Nya Tuhan telah mengangkat hidupnya dan memilihnya untuk menjadi mitra kerja-Nya. "...apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah..." (1 Korintus 1:28).
Jangan pernah berkecil hati dengan keadaan kita saat ini! Manusia boleh saja meremehkan dan merendahkan kita, tapi percayalah bahwa Tuhan sangat mengasihi kita!
"Ia menegakkan orang yang hina dari dalam debu dan mengangkat orang yang miskin dari lumpur," Mazmur 113:7
Subscribe to:
Posts (Atom)