Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Januari 2016
Baca: Galatia 6:1-10
"Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran,
maka kamu yang rohani, harus memimpin orang itu ke jalan yang benar..." Galatia 6:1
Tak bisa dipungkiri selama kaki masih berpijak di atas bumi ini setiap hari adalah sebuah perjuangan. Kita berjuang agar tetap dapat move on di tengah pergumulan hidup yang berat. Kita berjuang melawan arus dunia yang sedang berjalan menuju kepada kebinasaan. "Karena itu harus lebih teliti kita memperhatikan apa yang telah kita dengar, supaya kita jangan hanyut dibawa arus." (Ibrani 2:1). Inilah pergumulan terberat yang harus dialami semua orang percaya yaitu bagaimana harus menjadi pribadi yang berbeda dari dunia ini. Mengapa kita tidak boleh serupa dengan dunia? Karena "...kewargaan kita adalah di dalam sorga," (Filipi 3:20).
Karena kewargaan kita adalah sorga kita pun dituntut memiliki kehidupan yang mencerminkan sebagai warga sorga, yaitu kehidupan yang rohani. Meski masih hidup di dunia, tetapi cara hidup kita tidak boleh duniawi, harus tetap rohani. Memiliki kehidupan yang rohani bukan berarti harus menjadi fulltimer terlebih dahulu atau masuk sekolah Alkitab; bukan berarti selama 24 jam kita harus terlibat dalam kegiatan-kegiatan rohani di gereja. Seseorang dapat dikatakan memiliki kehidupan rohani apabila orang lain melihat Kristus melalui hidupnya: "namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku." (Galatia 2:20). Ada beberapa ciri kehidupan yang rohani: 1. Memiliki roh yang lemah lembut. Lemah lembut adalah satu dari sembilan buah Roh yang harus dimiliki orang percaya. Lemah lembut berasal dari kata Yunani praus yang berarti kelembutan, kerendahan hati, perhatian, tidak kasar. Kata praus seringkali juga digunakan untuk menggambarkan perangai kuda yang sudah dijinakkan. Dengan kata lain orang yang lemah lembut adalah orang yang karakternya sudah diubah dan dibentuk oleh Roh Kudus dan firman-Nya, karena Tuhan Yesus adalah pribadi yang lemah lembut (baca Matius 11:29).
Seorang yang lemah lembut bukan berarti tidak tegas, lemah dan selalu mengalah. Lemah lembut berarti memiliki penguasaan diri dalam bersikap, tidak mudah terpancing emosi dan mampu menyelesaikan masalah dengan kepala dingin.
Sudahkan kita menjadi orang Kristen yang memiliki kelemahlembutan?
Saturday, January 16, 2016
Friday, January 15, 2016
Elisabet: Air Mata Menjadi Sukacita
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Januari 2016
Baca: Lukas 1:57-66
"Kemudian genaplah bulannya bagi Elisabet untuk bersalin dan iapun melahirkan seorang anak laki-laki." Lukas 1:57
Inilah reaksi Zakharia mendengar berita sukacita dan malaikat Gabriel: "Bagaimanakah aku tahu, bahwa hal ini akan terjadi?" (ayat 18). Karena ketidakpercayaannya Zakharia harus menanggung akibatnya: kata malaikat itu, "Sesungguhnya engkau akan menjadi bisu dan tidak dapat berkata-kata sampai kepada hari, di mana semuanya ini terjadi, karena engkau tidak percaya akan perkataanku yang akan nyata kebenarannya pada waktunya." (ayat 20). Zakharia bisu selama masa kehamilan isterinya.
Bayi yang dikandung Elisabet bukanlah bayi biasa. Ada rencana Allah yang besar yaitu menjadikannya kelak sebagai utusan Allah untuk mendahului Yesus Kristus, Sang Mesias: "...ia akan besar di hadapan Tuhan dan ia tidak akan minum anggur atau minuman keras dan ia akan penuh dengan Roh Kudus mulai dari rahim ibunya; ia akan membuat banyak orang Israel berbalik kepada Tuhan, Allah mereka," (Lukas 1:15-16). Yohanes harus menjalani kehidupan yang baik: tidak minum anggur atau minuman keras.
Kita tahu perjanjian selalu melibatkan dua pihak yang sepakat. "Berjalankah dua orang bersama-sama, jika mereka belum berjanji?" (Amos 3:3). Dalam hal perjanjian Tuhan dengan manusia, pihak pertama adalah Tuhan, pihak kedua adalah orang percaya. Bagian Tuhan adalah menggenapi janji-Nya, sedangkan bagian kita adalah hidup dalam perjanjian-Nya, menaati firman-Nya. Dalam menantikan janji Tuhan ini kita dituntut percaya sampai janji-Nya digenapi. Masa penantian adalah masa yang menentukan. Banyak yang gagal dalam 'ujian' menanti waktu Tuhan. "Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah TUHAN!" (Mazmur 27:14).
Mendapatkan seorang putera di masa tua benar-benar mendatangkan sukacita besar bagi Elisabet dan Zakharia. Sesuai pesan Gabriel mereka menamai anak itu Yohanes, yang kemudian disebut Yohanes Pembaptis, orang yang dipakai Tuhan untuk mempersiapkan jalan bagi Mesias yang dinanti-nantikan orang Yahudi. Zakharia dan Elisabet yang menabur doa dengan cucuran air mata kini menuai sukacita!
"Ia mendudukkan perempuan yang mandul di rumah sebagai ibu anak-anak, penuh sukacita. Haleluya!" Mazmur 113:9
Baca: Lukas 1:57-66
"Kemudian genaplah bulannya bagi Elisabet untuk bersalin dan iapun melahirkan seorang anak laki-laki." Lukas 1:57
Inilah reaksi Zakharia mendengar berita sukacita dan malaikat Gabriel: "Bagaimanakah aku tahu, bahwa hal ini akan terjadi?" (ayat 18). Karena ketidakpercayaannya Zakharia harus menanggung akibatnya: kata malaikat itu, "Sesungguhnya engkau akan menjadi bisu dan tidak dapat berkata-kata sampai kepada hari, di mana semuanya ini terjadi, karena engkau tidak percaya akan perkataanku yang akan nyata kebenarannya pada waktunya." (ayat 20). Zakharia bisu selama masa kehamilan isterinya.
Bayi yang dikandung Elisabet bukanlah bayi biasa. Ada rencana Allah yang besar yaitu menjadikannya kelak sebagai utusan Allah untuk mendahului Yesus Kristus, Sang Mesias: "...ia akan besar di hadapan Tuhan dan ia tidak akan minum anggur atau minuman keras dan ia akan penuh dengan Roh Kudus mulai dari rahim ibunya; ia akan membuat banyak orang Israel berbalik kepada Tuhan, Allah mereka," (Lukas 1:15-16). Yohanes harus menjalani kehidupan yang baik: tidak minum anggur atau minuman keras.
Kita tahu perjanjian selalu melibatkan dua pihak yang sepakat. "Berjalankah dua orang bersama-sama, jika mereka belum berjanji?" (Amos 3:3). Dalam hal perjanjian Tuhan dengan manusia, pihak pertama adalah Tuhan, pihak kedua adalah orang percaya. Bagian Tuhan adalah menggenapi janji-Nya, sedangkan bagian kita adalah hidup dalam perjanjian-Nya, menaati firman-Nya. Dalam menantikan janji Tuhan ini kita dituntut percaya sampai janji-Nya digenapi. Masa penantian adalah masa yang menentukan. Banyak yang gagal dalam 'ujian' menanti waktu Tuhan. "Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah TUHAN!" (Mazmur 27:14).
Mendapatkan seorang putera di masa tua benar-benar mendatangkan sukacita besar bagi Elisabet dan Zakharia. Sesuai pesan Gabriel mereka menamai anak itu Yohanes, yang kemudian disebut Yohanes Pembaptis, orang yang dipakai Tuhan untuk mempersiapkan jalan bagi Mesias yang dinanti-nantikan orang Yahudi. Zakharia dan Elisabet yang menabur doa dengan cucuran air mata kini menuai sukacita!
"Ia mendudukkan perempuan yang mandul di rumah sebagai ibu anak-anak, penuh sukacita. Haleluya!" Mazmur 113:9
Subscribe to:
Posts (Atom)