Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Januari 2016
Baca: Kolose 3:22-25
"Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia ini dalam segala hal,
jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan mereka, melainkan
dengan tulus hati karena takut akan Tuhan." Kolose 3:22
Definisi hamba adalah abdi atau budak belian, doulos (bahasa Yunani) dan ebed (bahasa Ibrani), artinya orang yang sedang berada dalam status sebagai pelayan atau budak. Tugas utama hamba adalah melakukan pekerjaan menurut kehendak tuannya, seorang yang memiliki sikap penyerahan secara utuh untuk diatur oleh si tuan; seorang hamba tidak berhak lagi atas kehendak pribadinya melainkan menjadi milik sepenuhnya bagi tuannya.
Rasul Paulus menulis surat ini bukan dengan maksud mendukung sistem perbudakan, melainkan ia hendak memberi nasihat kepada para hamba, pekerja, buruh atau karyawan bagaimana mereka harus bersikap ketika berada dalam dunia pekerjaan. Seorang hamba, karyawan, pekerja atau buruh wajib mengerjakan tugas yang dipercayakan kepadanya sebaik mungkin dan penuh tanggung jawab dengan menaati peraturan yang ada. Sering dijumpai ada banyak orang Kristen yang tidak bisa menjadi kesaksian yang baik di tempat ia bekerja karena kinerjanya jauh di bawah rata-rata: tidak taat kepada aturan yang berlaku, bermalas-malasan, suka sekali bolos tanpa alasan yang jelas. "Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia ini dalam segala hal...". Kata taat dimaksudkan memberi diri untuk tunduk sebagai sikap hormat dari dasar hati yang terdalam, bukan kepura-puraan atau sebatas menyenangkan pimpinan atau boss, sebab ada banyak pekerja yang pura-pura giat bekerja saat ada pimpinan saja. Begitu pimpinan tidak ada di tempat, secepat itu pula mereka berubah.
Alkitab mengajarkan kepada kita untuk taat dengan tulus hati didasari takut akan Tuhan, bukan takut kepada manusia. Orang lain mungkin saja tidak tahu apa yang kita kerjakan, tetapi "...tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala
sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita
harus memberikan pertanggungan jawab." (Ibrani 4:13), bahkan "...TUHAN menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita." (1 Tawarikh 28:9).
Tuhan tahu apakah kita sungguh-sungguh bekerja atau tidak, karena itu jangan bekerja dengan sembrono dan sekehendak hati!
Tuesday, January 12, 2016
Monday, January 11, 2016
TUHAN YESUS: Datang Untuk Melayani
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Januari 2016
Baca: Markus 9:33-37
"Maka Yesus mengambil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka, kemudian Ia memeluk anak itu..." Markus 9:36
Keagungan hidup seseorang menurut Tuhan Yesus adalah ketika ia menunjukkan sikap mengasihi dan melayani orang-orang kecil yang dipandang hina oleh sesamanya. Tetapi yang terjadi di zaman sekarang ini orang yang dipandang 'besar' oleh dunia justru bersikap semena-mena terhadap orang kecil.
Tindakan Tuhan Yesus mengambil seorang anak kecil, menempatkan di tengah murid-murid-Nya dan memeluknya (ayat nas) adalah gambaran sikap bagaimana Ia bahkan sangat menghargai dan memperhatikan anak kecil. Karena itu seorang pemimpin yang mau memperhatikan dan membela hak-hak rakyat kecil adalah orang yang besar di mata Tuhan. Umumnya ketika seseorang menjadi pemimpin atau sudah berada di 'atas' cenderung lupa diri dan kemudian menggunakan jurus 'aji mumpung' dengan menyalahgunakan wewenang dan kekuasaan yang dimiliki untuk menindas rakyat kecil: "...pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka." (Matius 20:25). Kesediaan Tuhan Yesus melayani orang-orang kecil (miskin), tak terpandang, rendah dan hina justru membuat-Nya semakin dimuliakan oleh Bapa di sorga. "Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama," (Filipi 2:9).
Jika Tuhan Yesus saja bersedia melayani orang-orang yang dipandang rendah oleh manusia, sangatlah tidak pantas jika kita memiliki sikap yang bertentangan, sebab "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Sebagai orang percaya kita adalah utusan-utusan Kristus. Utusan berarti mencerminkan atau merepresentasikan pengutusnya. Tuhan Yesus adalah utusan Bapa; karena Bapa adalah kasih, Dia pun menunjukkan kasih-Nya melalui sikap dan perbuatan secara nyata. Begitu pula Tuhan Yesus mengutus kita untuk melayani jiwa-jiwa dan menyampaikan kabar keselamatan kepada mereka. Tetapi bila kehidupan kita tidak mencerminkan Kristus hidup, layakkah kita disebut utusan Kristus?
Sebagaimana Kristus datang untuk melayani, kita pun diutus-Nya untuk melayani!
Baca: Markus 9:33-37
"Maka Yesus mengambil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka, kemudian Ia memeluk anak itu..." Markus 9:36
Keagungan hidup seseorang menurut Tuhan Yesus adalah ketika ia menunjukkan sikap mengasihi dan melayani orang-orang kecil yang dipandang hina oleh sesamanya. Tetapi yang terjadi di zaman sekarang ini orang yang dipandang 'besar' oleh dunia justru bersikap semena-mena terhadap orang kecil.
Tindakan Tuhan Yesus mengambil seorang anak kecil, menempatkan di tengah murid-murid-Nya dan memeluknya (ayat nas) adalah gambaran sikap bagaimana Ia bahkan sangat menghargai dan memperhatikan anak kecil. Karena itu seorang pemimpin yang mau memperhatikan dan membela hak-hak rakyat kecil adalah orang yang besar di mata Tuhan. Umumnya ketika seseorang menjadi pemimpin atau sudah berada di 'atas' cenderung lupa diri dan kemudian menggunakan jurus 'aji mumpung' dengan menyalahgunakan wewenang dan kekuasaan yang dimiliki untuk menindas rakyat kecil: "...pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka." (Matius 20:25). Kesediaan Tuhan Yesus melayani orang-orang kecil (miskin), tak terpandang, rendah dan hina justru membuat-Nya semakin dimuliakan oleh Bapa di sorga. "Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama," (Filipi 2:9).
Jika Tuhan Yesus saja bersedia melayani orang-orang yang dipandang rendah oleh manusia, sangatlah tidak pantas jika kita memiliki sikap yang bertentangan, sebab "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup." (1 Yohanes 2:6). Sebagai orang percaya kita adalah utusan-utusan Kristus. Utusan berarti mencerminkan atau merepresentasikan pengutusnya. Tuhan Yesus adalah utusan Bapa; karena Bapa adalah kasih, Dia pun menunjukkan kasih-Nya melalui sikap dan perbuatan secara nyata. Begitu pula Tuhan Yesus mengutus kita untuk melayani jiwa-jiwa dan menyampaikan kabar keselamatan kepada mereka. Tetapi bila kehidupan kita tidak mencerminkan Kristus hidup, layakkah kita disebut utusan Kristus?
Sebagaimana Kristus datang untuk melayani, kita pun diutus-Nya untuk melayani!
Subscribe to:
Posts (Atom)