Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Desember 2015
Baca: Yeremia 2:1-37
"pernahkah suatu bangsa menukarkan allahnya meskipun itu sebenarnya bukan
allah? Tetapi umat-Ku menukarkan Kemuliaannya dengan apa yang tidak
berguna." Yeremia 2:11
Yeremia diperintahkan Tuhan menegur umat Israel yang telah meninggalkan kasihnya yang mula-mula kepada Tuhan dan berpaling kepada allah lain. Dengan keberanian Ilahi Yeremia melangkah maju mengerjakan perintah Tuhan kepadanya meski ada harga yang harus dibayar: dimusuhi, dijauhi, dicibir, dilawan dan ditentang oleh orang-orang sebangsanya, termasuk para kerabat dan orang-orang di kampung halamannya. "...orang-orang Anatot yang ingin mencabut nyawaku dengan mengatakan: 'Janganlah bernubuat demi nama TUHAN, supaya jangan engkau mati oleh
tangan kami!'" (Yeremia 11:21). Raja sangat marah kepada Yeremia yang dengan terang-terangan mengecam dan menelanjangi dosa-dosa bangsanya. Karena memberitakan kebenaran Tuhan yeremia harus mengalami tekanan dan nyawanya pun terancam. Namun ia tidak menyerah, terus maju dan tetap setia mengerjakan tugas yang dipercayakan Tuhan kepadanya.
Di balik teguran-teguran kerasnya kepada orang Israel hati Yeremia hancur dan penuh kasih. Ia mencucurkan air mata, berdukacita karena kejahatan mereka. "Aduh, dadaku, dadaku! Aku menggeliat sakit! Aduh, dinding jantungku!
Jantungku berdebar-debar, aku tidak dapat berdiam diri, sebab aku
mendengar bunyi sangkakala, pekik perang." (Yeremia 4:19), "Sekiranya kepalaku penuh air, dan mataku jadi pancuran air mata, maka
siang malam aku akan menangisi orang-orang puteri bangsaku yang
terbunuh! Sekiranya di padang gurun aku mempunyai tempat penginapan bagi
orang-orang yang sedang dalam perjalanan, maka aku akan meninggalkan
bangsaku dan menyingkir dari pada mereka! Sebab mereka sekalian adalah
orang-orang berzinah, suatu kumpulan orang-orang yang tidak setia." (Yeremia 9:1-2).
Ayat-ayat ini jelas menandakan bahwa dengan landasan kasih Yeremia menegur dan memeringatkan bangsanya. Tujuannya supaya mereka sadar atas kesalahannya dan segera bertobat, kembali ke jalan yang benar.
Bersikap tegas dan tidak berkompromi dengan dosa sedikit pun adalah sikap yang harus dimiliki setiap orang percaya.
Monday, December 28, 2015
Sunday, December 27, 2015
YEREMIA: Mengerjakan Panggilan Tuhan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Desember 2015
Baca: Yeremia 1:1-19
"Janganlah katakan: Aku ini masih muda, tetapi kepada siapapun engkau Kuutus, haruslah engkau pergi, dan apapun yang Kuperintahkan kepadamu, haruslah kausampaikan." Yeremia 1:7
Yeremia adalah anak imam Hilkia dari Anatot. Ia menerima panggilan Tuhan menjadi nabi saat usianya masih sangat belia, bahkan Alkitab menyatakan bahwa Tuhan telah memilih dia sejak masih dalam kandungan ibunya. "Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa." (ayat 5).
Respons Yeremia terhadap panggilan Tuhan ini tidak jauh berbeda seperti Musa tatkala dipanggil memimpin bangsa Israel, yaitu merasa belum siap dan tidak memiliki rasa percaya diri: "Ah, Tuhan ALLAH! Sesungguhnya aku tidak pandai berbicara, sebab aku ini masih muda." (ayat 6). Jika Tuhan turut bekerja, usia muda bukanlah halangan untuk dipakai menjadi alat kemuliaan-Nya, melainkan merupakan anugerah dan suatu keistimewaan beroleh kesempatan dan kepercayaan dari Tuhan. Karena itu "Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12). Masa pelayanan Yeremia sebagai nabi adalah masa-masa yang sangat sulit, karena pada waktu itu bangsa Israel sedang mengalami kemerosotan rohani: ketidaktaatan, kejahatan, kedurhakaan, penindasan dan berbagai jenis penyimpangan terjadi di mana-mana. Yeremia menggambarkan bangsa Israel seperti isteri yang tidak lagi setia kepada suaminya, melakukan perzinahan. Tugas teramat berat dan berresiko harus diemban Yeremia, di mana ia harus berani melawan arus orang-orang kebanyakan yang tidak taat demi menegakkan kebenaran.
Dengan kekuatan sendiri mustahil Yeremia mampu, tapi Tuhan "...mengulurkan tangan-Nya dan menjamah mulutku; TUHAN berfirman kepadaku: 'Sesungguhnya, Aku menaruh perkataan-perkataan-Ku ke dalam mulutmu.'" (Yeremia 1:9).
Dengan kekuatan adikodrati Yeremia berani mengerjakan panggilan Tuhan!
Baca: Yeremia 1:1-19
"Janganlah katakan: Aku ini masih muda, tetapi kepada siapapun engkau Kuutus, haruslah engkau pergi, dan apapun yang Kuperintahkan kepadamu, haruslah kausampaikan." Yeremia 1:7
Yeremia adalah anak imam Hilkia dari Anatot. Ia menerima panggilan Tuhan menjadi nabi saat usianya masih sangat belia, bahkan Alkitab menyatakan bahwa Tuhan telah memilih dia sejak masih dalam kandungan ibunya. "Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa." (ayat 5).
Respons Yeremia terhadap panggilan Tuhan ini tidak jauh berbeda seperti Musa tatkala dipanggil memimpin bangsa Israel, yaitu merasa belum siap dan tidak memiliki rasa percaya diri: "Ah, Tuhan ALLAH! Sesungguhnya aku tidak pandai berbicara, sebab aku ini masih muda." (ayat 6). Jika Tuhan turut bekerja, usia muda bukanlah halangan untuk dipakai menjadi alat kemuliaan-Nya, melainkan merupakan anugerah dan suatu keistimewaan beroleh kesempatan dan kepercayaan dari Tuhan. Karena itu "Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12). Masa pelayanan Yeremia sebagai nabi adalah masa-masa yang sangat sulit, karena pada waktu itu bangsa Israel sedang mengalami kemerosotan rohani: ketidaktaatan, kejahatan, kedurhakaan, penindasan dan berbagai jenis penyimpangan terjadi di mana-mana. Yeremia menggambarkan bangsa Israel seperti isteri yang tidak lagi setia kepada suaminya, melakukan perzinahan. Tugas teramat berat dan berresiko harus diemban Yeremia, di mana ia harus berani melawan arus orang-orang kebanyakan yang tidak taat demi menegakkan kebenaran.
Dengan kekuatan sendiri mustahil Yeremia mampu, tapi Tuhan "...mengulurkan tangan-Nya dan menjamah mulutku; TUHAN berfirman kepadaku: 'Sesungguhnya, Aku menaruh perkataan-perkataan-Ku ke dalam mulutmu.'" (Yeremia 1:9).
Dengan kekuatan adikodrati Yeremia berani mengerjakan panggilan Tuhan!
Subscribe to:
Posts (Atom)