Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 November 2015
Baca: Habakuk 2:1-5
"Sebab penglihatan itu masih menanti saatnya, tetapi ia bersegera menuju
kesudahannya dengan tidak menipu; apabila berlambat-lambat, nantikanlah
itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh." Habakuk 2:3
Siapa pun orangnya jika disuruh untuk menanti sesuatu pasti merasa bosan, jenuh dan tidak lagi sabar. Dalam segala hal kita maunya serba instan, GPL (gak pake lama), lalu muncullah istilah makanan cepat saji. Kita tidak mau menanti, apalagi dalam kurun waktu yang lama, sedangkan mengantri yang cuma membutuhkan waktu beberapa menit saja kita tidak mau. Bahkan budaya antri belum terbentuk di negeri kita ini. Perhatikan dalam kehidupan sehari-hari: ketika jalanan padat merayap atau macet banyak sekali pengemudi yang tidak mau sabar atau antri, mereka saling serobot, berani melanggar marka jalan dan membunyikan klakson tanpa henti. Di lampu merah sekali pun mereka tidak sabar menanti meski cuma beberapa menit. Tak jauh beda ketika mengantri di kasir atau loket pembayaran, tanpa rasa bersalah ada saja orang-orang yang menyerobot antrian.
Rasa tidak sabar menanti dan menginginkan sesuatu secara cepat juga terjadi pada Abraham. Ketika berumur tujuh puluh lima tahun Tuhan berjanji kepada Abraham bahwa ia akan menjadi bangsa yang besar. "Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya...Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu." (Kejadian 15:5). Namun setelah menunggu waktu 10 tahun lamanya Sara (isterinya) belum juga mengandung Abraham pun menjadi tidak sabar, akhirnya ia pun mengikuti saran isterinya untuk menghampiri hambanya, Hagar (baca Kejadian 16:2), yang akhirnya melahirkan seorang anak yaitu Ismael, tetapi Ismael bukanlah anak perjanjian. Karena kurang sabar menanti janji Tuhan Abraham nekad mengambil jalan pintas walaupun akhirnya Tuhan menepati janji-Nya: Sara mengandung dan melahirkan Ishak baginya sebagai anak perjanjian. Abraham harus menunggu selama dua puluh lima tahun!
Tuhan mengijinkan Abraham menunggu dalam waktu yang cukup lama karena Ia sedang membentuk dan menguji imannya, sampai akhirnya ia layak dan pantas untuk disebut bapa dari semua orang beriman.
"...Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal." Ayub 42:2
Sunday, November 22, 2015
Saturday, November 21, 2015
PERHATIKAN ORANG MISKIN, BUKAN MENINDAS (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 November 2015
Baca: Yesaya 25:1-5
"Sebab Engkau menjadi tempat pengungsian bagi orang lemah, tempat pengungsian bagi orang miskin dalam kesesakannya," Yesaya 25:4
Bukan hal yang mengejutkan lagi jika di zaman sekarang ini banyak orang yang kurang memiliki kepedulian terhadap sesamanya, karena Alkitab sudah mencatat "...bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar. Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang...tidak tahu mengasihi..." (2 Timotius 3:1-4). Ada yang berpikiran membantu orang miskin adalah pemborosan. Seringkali terjadi orang kaya menindas dan berlaku semena-mena terhadap orang miskin. Berhati-hatilah, sebab ada tertulis: "Siapa mengolok-olok orang miskin menghina Penciptanya;" (Amsal 17:5). Keberadaan orang-orang miskin di hadapan Tuhan sangat berharga. Terhadap mereka Tuhan memposisikan diri-Nya sebagai tempat pengungsian, perlindungan, penolong, pelepas dan pemelihara.
Ketika melayani di bumi sebagian besar pelayanan Yesus Ia tujukan kepada orang-orang miskin, yang di dalam masyarakat Yahudi keberadaannya kurang dianggap dan dipandang sebelah mata. Ingat, di dalam kehidupan ini berlaku hukum tabur tuai. Kalau kita memberi kepada orang kaya mereka pasti bisa langsung membalas pemberian kita. Itulah hukum dunia! Tetapi kalau kita memberi kepada orang miskin tentunya sulit bagi mereka membalas pemberian kita. Dalam hal ini Tuhanlah yang akan membalas perbuatan baik yang kita lakukan tanpa pamrih itu. Terhadap orang yang suka menolong dan memperhatikan orang miskin Tuhan akan mendengar dan menolong ketika ia berseru-seru pada waktu kesesakan,. Tetapi "Siapa menutup telinganya bagi jeritan orang lemah, tidak akan menerima jawaban, kalau ia sendiri berseru-seru." (Amsal 21:13).
Sebagai orang percaya marilah kita mempraktekkan kasih dengan perbuatan nyata, dan prioritas utama dalam pemeliharaan terhadap orang yang miskin dan lemah adalah saudara-saudara kita seiman terlebih dahulu. Ketika kita memperhatikan dan menolong mereka sama artinya kita melakukan itu untuk Tuhan.
"Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?" 1 Yohanes 3:17
Baca: Yesaya 25:1-5
"Sebab Engkau menjadi tempat pengungsian bagi orang lemah, tempat pengungsian bagi orang miskin dalam kesesakannya," Yesaya 25:4
Bukan hal yang mengejutkan lagi jika di zaman sekarang ini banyak orang yang kurang memiliki kepedulian terhadap sesamanya, karena Alkitab sudah mencatat "...bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar. Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang...tidak tahu mengasihi..." (2 Timotius 3:1-4). Ada yang berpikiran membantu orang miskin adalah pemborosan. Seringkali terjadi orang kaya menindas dan berlaku semena-mena terhadap orang miskin. Berhati-hatilah, sebab ada tertulis: "Siapa mengolok-olok orang miskin menghina Penciptanya;" (Amsal 17:5). Keberadaan orang-orang miskin di hadapan Tuhan sangat berharga. Terhadap mereka Tuhan memposisikan diri-Nya sebagai tempat pengungsian, perlindungan, penolong, pelepas dan pemelihara.
Ketika melayani di bumi sebagian besar pelayanan Yesus Ia tujukan kepada orang-orang miskin, yang di dalam masyarakat Yahudi keberadaannya kurang dianggap dan dipandang sebelah mata. Ingat, di dalam kehidupan ini berlaku hukum tabur tuai. Kalau kita memberi kepada orang kaya mereka pasti bisa langsung membalas pemberian kita. Itulah hukum dunia! Tetapi kalau kita memberi kepada orang miskin tentunya sulit bagi mereka membalas pemberian kita. Dalam hal ini Tuhanlah yang akan membalas perbuatan baik yang kita lakukan tanpa pamrih itu. Terhadap orang yang suka menolong dan memperhatikan orang miskin Tuhan akan mendengar dan menolong ketika ia berseru-seru pada waktu kesesakan,. Tetapi "Siapa menutup telinganya bagi jeritan orang lemah, tidak akan menerima jawaban, kalau ia sendiri berseru-seru." (Amsal 21:13).
Sebagai orang percaya marilah kita mempraktekkan kasih dengan perbuatan nyata, dan prioritas utama dalam pemeliharaan terhadap orang yang miskin dan lemah adalah saudara-saudara kita seiman terlebih dahulu. Ketika kita memperhatikan dan menolong mereka sama artinya kita melakukan itu untuk Tuhan.
"Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?" 1 Yohanes 3:17
Subscribe to:
Posts (Atom)