Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Oktober 2015
Baca: 1 Samuel 2:27-36
"Sebab siapa yang menghormati Aku, akan Kuhormati, tetapi siapa yang menghina Aku, akan dipandang rendah." 1 Samuel 2:30b
Selaku imam, kelakuan Hofni dan Pinehas benar-benar kelewatan, bahkan Alkitab menyebut keduanya sebagai orang-orang dursila, berkelakuan jahat. Mereka telah menyalahgunakan jabatannya sebagai imam hanya untuk memuaskan hawa nafsu dan keinginan daging mereka. Sementara Eli (ayahnya), selaku imam besar, tetap saja bersikap lunak dan tidak mendisiplinkan anak-anaknya dengan keras, padahal ia melihat dengan mata kepala sendiri perbuatan anak-anaknya. selaku imam besar seharusnya ia berwenang memecat mereka dari jabatan sebagai imam.
Kisah hari ini menunjukkan bahwa umat Israel sudah tidak lagi menghormati Tuhan dan menganggap remeh kekudusan-Nya. Padahal firman-Nya berkata, "...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." (1 Petrus 1:15-16). Tetapi begitu menghadapi situasi genting dan terdesak mereka baru teringat kepada tabut perjanjian Tuhan; mereka mencari Tuhan dan memanfaatkan Dia hanya sebagai pemenuh kebutuhan belaka. Dengan membawa tabut perjanjian ke tengah-tengah perkemahan mereka berharap Tuhan segera turun tangan dan menolong mereka. Namun yang terjadi justru sebaliknya! Murka Tuhan datang! Akibatnya mereka mengalami kekalahan yang memalukan dan dipecundangi oleh bangsa Filistin.
Di zaman sekarang ini banyak orang Kristen berlaku seperti bangsa Israel. Ketika mengalami masalah berat mereka tampak giat beribadah dan berdoa, tapi begitu masalahnya beres secepat kilat pula mereka meninggalkan Tuhan, kemudian kembali hidup dalam ketidaktaatan. Ada pula yang berani 'menyogok' Tuhan dengan berbagai macam persembahan dengan harapan Tuhan memuluskan proyek bisnisnya. Ibadah dan pelayanan yang disertai motivasi tidak benar adalah jahat di mata Tuhan. Tuhan menghendaki kita beribadah dan melayani Dia dengan hati yang tulus karena mengasihi-Nya, bukan karena maksud-maksud terselubung; inilah yang akan mendatangkan berkat.
Tuhan tidak bisa dipermainkan! Asal kita setia dan taat kepada-Nya Ia akan hadir dengan segala otoritas-Nya!
Friday, October 30, 2015
Thursday, October 29, 2015
HANYA MEMANFAATKAN TUHAN (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Oktober 2015
Baca: 1 Samuel 4:1b-22
"Mengapa TUHAN membuat kita terpukul kalah oleh orang Filistin pada hari ini? Marilah kita mengambil dari Silo tabut perjanjian TUHAN, supaya Ia datang ke tengah-tengah kita dan melepaskan kita dari tangan musuh kita." 1 Samuel 4:3
Tatkala Eli menjabat sebagai imam di Israel, orang-orang Israel sedang dalam situasi yang genting karena mereka mendapat serangan dari bangsa Filistin, dan dalam pertempuran tersebut mereka seringkali harus menelan pil kekalahan. Menyadari hal itu tua-tua Israel pun mengusulkan supaya mereka membawa tabut perjanjian Tuhan dari Silo ke tengah-tengah perkemahan mereka dengan harapan bahwa dengan mengandalkan tabut perjanjian tersebut bangsa Israel dapat mengalahkan musuh. Tetapi faktanya? Bangsa Israel justru mengalami kekalahan yang jauh lebih besar, "...dari pihak Israel gugur tiga puluh ribu orang pasukan berjalan kaki." (ayat 10). Bangsa Israel bukan hanya gagal memperoleh kemenangan dengan adanya tabut perjanjian tersebut, bahkan tabut perjanjian itu juga dirampas oleh musuh, ibarat peribahasa 'sudah jatuh tertimpa tangga pula.'
Mengapa hal itu terjadi? Bukankah tabut perjanjian adalah lambang kehadiran Tuhan di tengah-tengah umat-Nya? Bangsa Israel mengira bahwa tabut perjanjian itu akan menjadi jaminan bahwa Tuhan berkenan menyatakan kebesaran dan kuasa-Nya tanpa syarat. Apakah dengan kekalahan ini berarti Tuhan yang mereka sembah adalah Tuhan yang gagal dan tidak punya kuasa? Sekali-kali tidak! Kegagalan bangsa Israel sama sekali bukanlah kegagalan tabut perjanjian atau kegagalan Tuhan. Kegagalan terjadi karena mereka telah menyalahgunakan tabut perjanjian Tuhan. Mereka hanya memanfaatkan dan memperalat tabut perjanjian Tuhan di kala perlu saja.
Bangsa Israel menderita kekalahan karena mereka tidak hidup dalam ketaatan dan cenderung menyepelekan Tuhan. Menurut peraturan, sebelum mengangkut tabut perjanjian Tuhan para imam harus terlebih dahulu mempersembahkan korban bakaran. Setelah berdoa mereka baru mengangkut tabut perjanjian itu dengan hati-hati dan penuh hormat. Namun dalam peristiwa itu tabut perjanjian tersebut malah diangkut oleh dua anak imam Eli yaitu Hofni dan Pinehas. Tentang kehidupan anak-anak imam Eli ini Alkitab dengan jelas mencatat: "Adapun anak-anak lelaki Eli adalah orang-orang dursila; mereka tidak mengindahkan TUHAN," (1 Samuel 2:12). (Bersambung)
Baca: 1 Samuel 4:1b-22
"Mengapa TUHAN membuat kita terpukul kalah oleh orang Filistin pada hari ini? Marilah kita mengambil dari Silo tabut perjanjian TUHAN, supaya Ia datang ke tengah-tengah kita dan melepaskan kita dari tangan musuh kita." 1 Samuel 4:3
Tatkala Eli menjabat sebagai imam di Israel, orang-orang Israel sedang dalam situasi yang genting karena mereka mendapat serangan dari bangsa Filistin, dan dalam pertempuran tersebut mereka seringkali harus menelan pil kekalahan. Menyadari hal itu tua-tua Israel pun mengusulkan supaya mereka membawa tabut perjanjian Tuhan dari Silo ke tengah-tengah perkemahan mereka dengan harapan bahwa dengan mengandalkan tabut perjanjian tersebut bangsa Israel dapat mengalahkan musuh. Tetapi faktanya? Bangsa Israel justru mengalami kekalahan yang jauh lebih besar, "...dari pihak Israel gugur tiga puluh ribu orang pasukan berjalan kaki." (ayat 10). Bangsa Israel bukan hanya gagal memperoleh kemenangan dengan adanya tabut perjanjian tersebut, bahkan tabut perjanjian itu juga dirampas oleh musuh, ibarat peribahasa 'sudah jatuh tertimpa tangga pula.'
Mengapa hal itu terjadi? Bukankah tabut perjanjian adalah lambang kehadiran Tuhan di tengah-tengah umat-Nya? Bangsa Israel mengira bahwa tabut perjanjian itu akan menjadi jaminan bahwa Tuhan berkenan menyatakan kebesaran dan kuasa-Nya tanpa syarat. Apakah dengan kekalahan ini berarti Tuhan yang mereka sembah adalah Tuhan yang gagal dan tidak punya kuasa? Sekali-kali tidak! Kegagalan bangsa Israel sama sekali bukanlah kegagalan tabut perjanjian atau kegagalan Tuhan. Kegagalan terjadi karena mereka telah menyalahgunakan tabut perjanjian Tuhan. Mereka hanya memanfaatkan dan memperalat tabut perjanjian Tuhan di kala perlu saja.
Bangsa Israel menderita kekalahan karena mereka tidak hidup dalam ketaatan dan cenderung menyepelekan Tuhan. Menurut peraturan, sebelum mengangkut tabut perjanjian Tuhan para imam harus terlebih dahulu mempersembahkan korban bakaran. Setelah berdoa mereka baru mengangkut tabut perjanjian itu dengan hati-hati dan penuh hormat. Namun dalam peristiwa itu tabut perjanjian tersebut malah diangkut oleh dua anak imam Eli yaitu Hofni dan Pinehas. Tentang kehidupan anak-anak imam Eli ini Alkitab dengan jelas mencatat: "Adapun anak-anak lelaki Eli adalah orang-orang dursila; mereka tidak mengindahkan TUHAN," (1 Samuel 2:12). (Bersambung)
Subscribe to:
Posts (Atom)