Friday, August 21, 2015

PERTOBATAN: Seumur Hidup Kita (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Agustus 2015

Baca:  Yeremia 18:1-17

"Baiklah kamu masing-masing bertobat dari tingkah langkahmu yang jahat, dan perbaikilah tingkah langkahmu dan perbuatanmu!"  Yeremia 18:11b

Hidup kekristenan adalah hidup dalam pertobatan, sebab  "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang."  (2 Korintus 5:17).  Sebagai ciptaan baru, yang lama harus benar-benar kita tanggalkan dengan memiliki komitmen seperti Paulus:  "...ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku,"  (Filipi 3:13).  Inilah pertobatan yang sejati!

     Ada banyak orang Kristen yang berpikiran keliru, mereka mengira bahwa setelah percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat atau menjadi Kristen tidak perlu bertobat lagi, karena telah diselamatkan dan dosa-dosa mereka telah ditebus melalui pengorbanan Kristus di kayu salib.  Justru karena telah diselamatkan dan  "...kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat."  (1 Petrus 1:18-19), maka kita harus mempertahankan keselamatan yang telah kita terima itu dengan hati yang takut dan gentar, yaitu melalui pertobatan setiap hari.  Jadi pertobatan itu harus dilakukan seumur hidup kita.

     Kata Yunani untuk bertobat adalah metanoia yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris repentance yang berarti:  to undergo a change in frame of mind and feeling, secara garis besar berarti perubahan pola pikir.  Secara umum pertobatan bisa pula berarti keadaan di mana orang berdosa menyesal karena dosa-dosanya, yang dinyatakan kepadanya oleh terang firman Tuhan dan pimpinan Roh Kudus, sehingga dengan kehendaknya sendiri ia mau mengubah pola pikirnya, perbuatan dan hatinya, lalu berbalik dari dosanya yang jahat dan berpaling kepada Tuhan dan kebenaran-Nya.  Ketika seseorang mengalami pertobatan, mata dan pikirannya terbuka untuk memahami kebenaran.  Perubahan pikiran juga berarti bahwa kita bertobat atau berbalik dari ketidakpercayaan kepada iman yang sejati.  Pertobatan yang sejati dalam diri seseorang menyangkut tiga hal yaitu:  pikiran, perasaan  (hati)  dan juga kehendak.  (Bersambung)

Thursday, August 20, 2015

KEANGKUHAN: Dibenci Oleh Tuhan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Agustus 2015

Baca:  Obaja 1-16

"Keangkuhan hatimu telah memperdayakan engkau, ya engkau yang tinggal di liang-liang batu, di tempat kediamanmu yang tinggi; engkau yang berkata dalam hatimu: 'Siapakah yang sanggup menurunkan aku ke bumi?'"  Obaja 3

Obaja, yang arti namanya adalah hamba Tuhan, adalah nabi yang diperintahkan Tuhan menyampaikan nubuatan rencana penghukuman Tuhan atas bangsa Edom.  Edom adalah tetangga selatan Yehuda yang merupakan keturunan Esau, saudara Yakub.  Jadi sesungguhnya orang-orang Edom masih memiliki hubungan kekerabatan dengan Israel, tetapi mereka seringkali membantu pasukan asing untuk menyerang Israel.  Ini merupakan kelanjutan permusuhan berkepanjangan di antara Esau  (bapak orang Edom)  dan Yakub  (bapak ke-12 suku Israel).  Ketika Yehuda mengalami penderitaan, orang-orang Edom bukannya menolong dan menunjukkan sikap empati, tapi malah bersukacita di atas penderitaan saudaranya itu.  Hal ini menimbulkan murka Tuhan!

     Secara geografis Edom merupakan negeri yang aman, terlindung dan sulit diserang musuh karena berada di daerah pegunungan berbatu.  Karena itu orang-orang Edom sangat membanggakan negerinya dan merasa diri kuat.  Mereka berpikir bahwa tidak akan ada bangsa lain yang sanggup mengalahkannya.  Mereka pun menjadi angkuh dan lupa bahwa Tuhan sangat membenci keangkuhan.  "Manusia yang sombong akan direndahkan, dan orang yang angkuh akan ditundukkan; dan hanya TUHAN sajalah yang maha tinggi pada hari itu."  (Yesaya 2:11).

     Suatu bangsa atau manusia akan mudah sekali diperdaya oleh keangkuhan ketika merasa memiliki segala-galanya:  kekuatan, kekayaan, kedudukan, kepintaran dan sebagainya.  Darimanakah semuanya itu?  Segala sesuatu datangnya hanya dari Tuhan, dan tidak ada sesuatu pun yang ada di dunia ini atau yang kita miliki yang dapat dibanggakan atau sombongkan.  Kalau bukan karena Tuhan kita tidak mungkin dapat mempertahankan keadaan kita, dan apa yang kita punyai hari ini esok belum tentu ada, karena kekayaan dan kejayaan manusia dapat lenyap dalam sekejap.  Karena itu,  "Janganlah memuji diri karena esok hari, karena engkau tidak tahu apa yang akan terjadi hari itu."  (Amsal 27:1).

"Keangkuhan merendahkan orang, tetapi orang yang rendah hati, menerima pujian."  Amsal 29:23