Friday, August 14, 2015

MUDAH SEKALI KECEWA

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Agustus 2015

Baca:  Yohanes 16:1-4b

"Semuanya ini Kukatakan kepadamu, supaya kamu jangan kecewa dan menolak Aku."  Yohanes 16:1

Semua orang pasti pernah merasakan apa yang disebut kecewa.  Apa itu kecewa?  Kecewa artinya kecil hati, rasa tidak puas karena keinginan dan harapan tidak terpenuhi.  Jadi rasa kecewa seringkali timbul di dalam hati seseorang ketika apa yang diinginkan dan diharapkan tidak sesuai dengan kenyataan.  Ketika rencana yang kita buat tidak satu pun terlaksana, kita kecewa;  ketika permintaannya tidak dipenuhi, seorang anak kecewa kepada orangtua;  ketika anak-anak sulit dinasihati, orangtua kecewa;  merasa diacuhkan dan tidak diperhatikan suami menimbulkan kekecewaan dalam diri isteri;  seorang gadis kecewa kepada pacarnya karena telah ingkar janji.  Banyak sekali faktor yang membuat seseorang mengalami kekecewaan.

     Ada banyak orang Kristen kecewa kepada Tuhan hanya karena doa-doanya belum mendapat jawaban.  "Berapa lama lagi, TUHAN, Kaulupakan aku terus-menerus? Berapa lama lagi Kausembunyikan wajah-Mu terhadap aku?"  (Mazmur 13:2).  Kecewa karena merasa sudah melayani Tuhan sekian lama tapi hidup sepertinya tidak ada peningkatan, ekonomi tetap saja pas-pasan.  Karena karir dirasa stagnan, dengan nada kecewa kita complain kepada Tuhan.  Alkitab mencatat,  "TUHAN akan mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan menjadi ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun,"  (Ulangan 28:13).  Namun apa faktanya?  Mari membaca ayat jangan sepenggal saja, masih ada kelanjutannya:  "...apabila engkau mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, yang kusampaikan pada hari ini kaulakukan dengan setia,"  (Ulangan 28:13).  Jadi sebelum kita kecewa dan memprotes Tuhan, tanyakan pada diri sendiri terlebih dahulu, apakah kita sudah melakukan perintah Tuhan dengan setia ataukah belum.

     Pada dasarnya kita kecewa karena masalah-masalah yang kita alami, dan Tuhan selalu menjadi sasaran kekecewaan kita.  Padahal sebagian besar masalah kita seringkali sebagai akibat dari kesalahan dan ketidaktaatan kita sendiri.

Tuhan tidak pernah berjanji bahwa hidup orang percaya bebas dari masalah, tapi Dia berjanji untuk menolong dan memberi jalan keluar untuk setiap permasalahan hidup kita.

Thursday, August 13, 2015

TUHAN BEKERJA DALAM SEGALA SESUATU (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Agustus 2015

Baca:  Pengkhotbah 3:1-15

"Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka."  Pengkhotbah 3:11

Seberapa moncer karir kita, seberapa tinggi prestasi yang kita raih, seberapa besar kekayaan kita dan sebagainya bukanlah perkara yang dicari Tuhan dalam diri seseorang.  Yang Tuhan cari dan inginkan dalam diri seseorang adalah karakternya.  Salah satu cara yang dipakai Tuhan untuk membentuk karakter adalah melalui masalah atau peristiwa-peristiwa kehidupan, yang  "...menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan."  (Roma 5:3).  Dalam hal menyiapkan yang terbaik bagi anak-anakNya Tuhan tidak pernah memakai jalan pintas atau cara instan, tetapi melalui suatu proses.  Bagi Tuhan berproses itu lebih penting, sedangkan upah adalah akibat atau hasil dari proses itu.  Jadi Tuhan akan memberikan yang terbaik kepada kita selaras dengan harga yang kita bayar.

     Bagaimana supaya kita kuat saat menjalani proses?  Pertama, arahkan pandangan kepada Tuhan dan janji firman-Nya.  "Kepada-Mu aku melayangkan mataku, ya Engkau yang bersemayam di sorga."  (Mazmur 123:1), karena  "Pertolonganku ialah dari TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi."  (Mazmur 121:2).  Jika arah pandang kita tertuju kepada Tuhan, kita akan memiliki respons positif di segala keadaan sehingga pikiran pun dipenuhi hal-hal positif,  "...semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji,"  (Filipi 4:8).  Ketika menjalani proses di padang gurun umat Israel meresponsnya secara negatif:  mengeluh, mengomel, bersungut-sungut.  Mereka tidak memahami cara Tuhan, padahal itu adalah persiapan menuju rencana-Nya yaitu Tanah Perjanjian.

     Kedua, kita memerlukan partner rohani yang saling mendukung dan menguatkan.  Inilah pentingnya persekutuan!  "Berdua lebih baik dari pada seorang diri...Karena kalau mereka jatuh, yang seorang mengangkat temannya, tetapi wai orang yang jatuh, yang tidak mempunyai orang lain untuk mengangkatnya!"  (Pengkotbah 4:9-10).

Seberapa apa pun prosesnya, jalani dan hadapi dengan respons positif karena Tuhan punya rencana yang terbaik bagi kita!