Saturday, August 8, 2015

MURID SEJATI: Mendisiplinkan Diri

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Agustus 2015

Baca:  Yesaya 50:4-11

"Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid."  Yesaya 50:4b

Kata murid disebut pula anak didik, siswa, pelajar atau pengikut, biasanya anak/orang yang berkomitmen kepada orang yang berotoritas.  Sementara istilah murid yang tertulis di kitab-kitab Injil umumnya menunjuk kepada para pengikut Kristus, dan merupakan sebutan yang umum bagi mereka yang dalam gereja mula-mula disebut orang percaya.  Yang namanya murid berarti tidak luput dari proses pembelajaran, sebab tugas utamanya adalah belajar. Proses pembelajaran akan terjadi apabila seorang murid punya kesediaan untuk diajar, dilatih dan dibimbing oleh gurunya.

     Orang percaya bisa bertumbuh menjadi murid Kristus yang sejati apabila ia mau mendisiplinkan diri untuk belajar kepada Kristus;  dan semakin kita mau mendisiplinkan diri untuk dilatih, diajar dan dibimbing-Nya, semakin mudah pula Tuhan membentuk kita sesuai dengan kehendak dan rencana-Nya.  Mendisiplinkan diri dalam hal apa?  Dalam hal mengembangkan kebiasaan-kebiasaan yang baru, mulai dari cara berpikir, bertutur kata dan berperilaku.  Kita mau mendisiplinkan diri secara pribadi dengan Tuhan melalui saat teduh:  membaca dan merenungkan firman-Nya setiap hari, serta mendisiplinkan diri secara korporat melalui ibadah dan persekutuan.  "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang."  (2 Korintus 5:17).  Dengan kata lain kita berkomitmen untuk meninggalkan cara hidup yang lama dan hidup sebagai manusia baru di dalam Kristus, sehingga  "...kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar."  (2 Korintus 3:18).

     Kebiasaan hidup yang baru tidak akan terbentuk jika dipaksakan oleh pihak lain kepada diri seseorang, tetapi pihak kita sendiririlah yang harus berkomitmen merelakan diri untuk didisiplinkan oleh Tuhan:  mendengar suara-Nya, mematuhi perintah-Nya, mempraktekkan ajaran-Nya dan meneladani kehidupan-Nya.

Tuhan Yesus adalah Guru Agung kita, karena itu relakan dirimu diajar dan disiplin oleh-Nya!

Friday, August 7, 2015

KEMENANGAN SEJATI: Kejahatan Dibalas Kebaikan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Agustus 2015

Baca:  1 Tesalonika 5:12-22

"Perhatikanlah, supaya jangan ada orang yang membalas jahat dengan jahat, tetapi usahakanlah senantiasa yang baik, terhadap kamu masing-masing dan terhadap semua orang."  1 Tesalonika 5:15

Alkitab adalah buku yang sangat lengkap dan luar biasa, karena bukan hanya berbicara tentang sorga dan neraka, bukan hanya membahas tentang dosa dan akibatnya, atau berbicara tentang kehidupan yang akan datang  (setelah kematian), tetapi juga berbicara tentang keseharian hidup manusia.  Masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan manusia telah dijawab oleh terang firman Tuhan.  Karena itu, back to the Bible is the best solution for all things.

     Ada banyak sekali pergumulan yang harus kita hadapi selama hidup.  Musa pun mengakuinya,  "Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap."  (Mazmur 90:10).  Tidak ada gunanya kita terus mengeluh dan bersungut-sungut karena dunia ini bukanlah firdaus.  Salah satu pergumulan hidup ini adalah berkenaan dengan perlakuan jahat orang lain kepada kita.  Kalau meniru prinsip dunia kita pasti ingin membalas kejahatan dengan kejahatan pula.  Umumnya ketika dijahati orang lain secara naluriah kita cenderung mendendam, menyimpan sakit hati dan kemudian mencari kesempatan melampiaskan dendam.  Tindakan membalas kejahatan dengan kejahatan itu sangat bertolak belakang dengan apa yang diajarkan oleh Tuhan Yesus yang justru mengajarkan hal yang berbeda:  kejahatan harus dibalas dengan kebaikan.  Kita tidak perlu mereka-reka yang jahat terhadap orang lain karena hal itu akan merugikan diri sendiri.  "Jangan marah karena orang yang berbuat jahat, jangan iri hati kepada orang yang berbuat curang;"  (Mazmur 37:1).

     Kalau kita membalas kejahatan dengan kejahatan sama artinya api dilawan dengan api.  Dampaknya?  Suasana semakin panas membara dan itu sangat berbahaya karena dapat membakar dan menghanguskan.  Serahkan pergumulan tersebut kepada Tuhan, percayalah bahwa Tuhan tidak pernah tertidur dan terlelap,  "...percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak;"  (Mazmur 37:5).

Ketika mampu mengalahkan kejahatan dengan kebaikan, itulah kemenangan sejati!