Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Juli 2015
Baca: Yohanes 15:1-8
"Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal
di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku
kamu tidak dapat berbuat apa-apa." Yohanes 15:5
Anggur merupakan tanaman buah berupa perdu yang merambat. Tanaman ini dapat tumbuh dengan baik apabila ditanam pada ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut atau berada di daeerah yang berdataran rendah. Buah anggur dapat dikonsumsi langsung atau bisa juga diolah menjadi jus atau untuk bahan campuran makanan lainnya. Salah satu fakta yang berkaitan dengan tanaman anggur ialah tidak tahan terhadap air yang menggenang, tapi butuh pengairan yang harus dilakukan mulai dari proses penanaman sampai kepada pemangkasan.
Pokok dan ranting adalah bagian yang tak terpisahkan dari tanaman, yang menggambarkan simbol dari suatu hubungan yang erat! Dalam perikop 'Pokok anggur yang benar' ini ada dua jenis ranting yaitu ranting yang berbuah dan yang tidak berbuah. Ranting yang berbuah pasti tidak luput dari proses pembersihan atau pemangkasan, yaitu memangkas atau memotong bagian-bagian yang kering dan tidak berguna, yang mungkin ada ulat atau penyakit di dalamnya supaya kesuburan pohon tersebut tidak terganggu. Ini dilakukan untuk tujuan yang baik yaitu supaya berbuah semakin lebat. Pembersihan atau pemangkasan pasti akan terasa menyakitkan, tapi ini mendatangkan kebaikan bagi kita. Segala sesuatu yang selama ini menjadi penghalang bagi kita untuk bertumbuh harus dibersihkan secara tuntas, seperti misalnya karakter lama atau kebiasaan-kebiasaan buruk yang bertentangan dengan kehendak Tuhan.
Dalam kehidupan rohani alat pemangkas atau pemotongnya adalah firman Tuhan, "Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang
bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan
roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan
pikiran hati kita." (Ibrani 4:12). Jadi untuk mengalami pertumbuhan rohani yang sehat selain harus tetap melekat kepada pokok anggur yang benar yaitu Tuhan Yesus, kita pun harus merelakan diri untuk dibentuk, diproses dan dibersihkan oleh Tuhan melalui firman-Nya!
"...sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa." Yohanes 15:5b
Thursday, July 23, 2015
Wednesday, July 22, 2015
KASIH KEPADA TUHAN: Tegas Terhadap Dosa
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Juli 2015
Baca: Titus 2:11-15
"Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini" Titus 2:12
Dapatkah kita mengukur kasih Tuhan dalam kehidupan kita? Sungguh kita tidak akan mampu mengukur "...betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus," (Efesus 3:18). Kasih terbesar Bapa dinyatakan ketika Ia memberikan Putera-Nya, Yesus Kristus, kepada dunia supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak mengalami kebinasaan kekal, melainkan beroleh hidup yang kekal (baca Yohanes 3:16). Begitu juga melalui kematian-Nya di atas kayu salib Yesus telah membuktikan betapa Ia sangat mengasihi umat-Nya hingga nyawa-Nya rela Dia serahkan. "Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya." (Yohanes 15:13).
Jika kita sudah mengalami kasih Tuhan yang begitu luar biasa ini, tidakkah kita rindu membalas kasih-Nya? Banyak orang Kristen berkata mengasihi Tuhan, tapi apa buktinya? Mengasihi Tuhan tidak cukup hanya rajin beribadah atau rutin memberi persembahan untuk pekerjaan Tuhan. Alkitab menegaskan bahwa bukti kita mengasihi Tuhan adalah ketika "...kita menuruti perintah-perintah-Nya." (1 Yohanes 5:3). Menuruti perintah Tuhan berarti mampu bersikap tegas terhadap dosa, tidak berkompromi sedikit pun dengan segala hal yang bertentangan dengan firman Tuhan. Penegasan inilah yang disampaikan rasul Paulus kepada Titus bahwa bukti kita mengasihi Tuhan adalah "...meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi..." (ayat nas).
Ada banyak orangtua yang bersikap lunak dan cenderung membiarkan ketika melihat anak-anaknya melakukan dosa, seperti yang dilakukan oleh imam Eli: ketika anak-anaknya melakukan kefasikan dan berbuat dursila ia tidak menegur keras dan tidak memarahi anaknya, sehingga akhirnya keluarga ini pun harus menanggung akibatnya. "Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya." (Amsal 13:24).
Selama kita masih berkompromi dengan dosa dan enggan meninggalkan segala kefasikan, itu tandanya kita belum mengasihi Tuhan!
Baca: Titus 2:11-15
"Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini" Titus 2:12
Dapatkah kita mengukur kasih Tuhan dalam kehidupan kita? Sungguh kita tidak akan mampu mengukur "...betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus," (Efesus 3:18). Kasih terbesar Bapa dinyatakan ketika Ia memberikan Putera-Nya, Yesus Kristus, kepada dunia supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak mengalami kebinasaan kekal, melainkan beroleh hidup yang kekal (baca Yohanes 3:16). Begitu juga melalui kematian-Nya di atas kayu salib Yesus telah membuktikan betapa Ia sangat mengasihi umat-Nya hingga nyawa-Nya rela Dia serahkan. "Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya." (Yohanes 15:13).
Jika kita sudah mengalami kasih Tuhan yang begitu luar biasa ini, tidakkah kita rindu membalas kasih-Nya? Banyak orang Kristen berkata mengasihi Tuhan, tapi apa buktinya? Mengasihi Tuhan tidak cukup hanya rajin beribadah atau rutin memberi persembahan untuk pekerjaan Tuhan. Alkitab menegaskan bahwa bukti kita mengasihi Tuhan adalah ketika "...kita menuruti perintah-perintah-Nya." (1 Yohanes 5:3). Menuruti perintah Tuhan berarti mampu bersikap tegas terhadap dosa, tidak berkompromi sedikit pun dengan segala hal yang bertentangan dengan firman Tuhan. Penegasan inilah yang disampaikan rasul Paulus kepada Titus bahwa bukti kita mengasihi Tuhan adalah "...meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi..." (ayat nas).
Ada banyak orangtua yang bersikap lunak dan cenderung membiarkan ketika melihat anak-anaknya melakukan dosa, seperti yang dilakukan oleh imam Eli: ketika anak-anaknya melakukan kefasikan dan berbuat dursila ia tidak menegur keras dan tidak memarahi anaknya, sehingga akhirnya keluarga ini pun harus menanggung akibatnya. "Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya." (Amsal 13:24).
Selama kita masih berkompromi dengan dosa dan enggan meninggalkan segala kefasikan, itu tandanya kita belum mengasihi Tuhan!
Subscribe to:
Posts (Atom)