Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Juli 2015
Baca: Titus 2:11-15
"Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan
dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil
dan beribadah di dalam dunia sekarang ini" Titus 2:12
Dapatkah kita mengukur kasih Tuhan dalam kehidupan kita? Sungguh kita tidak akan mampu mengukur "...betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus," (Efesus 3:18). Kasih terbesar Bapa dinyatakan ketika Ia memberikan Putera-Nya, Yesus Kristus, kepada dunia supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak mengalami kebinasaan kekal, melainkan beroleh hidup yang kekal (baca Yohanes 3:16). Begitu juga melalui kematian-Nya di atas kayu salib Yesus telah membuktikan betapa Ia sangat mengasihi umat-Nya hingga nyawa-Nya rela Dia serahkan. "Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya." (Yohanes 15:13).
Jika kita sudah mengalami kasih Tuhan yang begitu luar biasa ini, tidakkah kita rindu membalas kasih-Nya? Banyak orang Kristen berkata mengasihi Tuhan, tapi apa buktinya? Mengasihi Tuhan tidak cukup hanya rajin beribadah atau rutin memberi persembahan untuk pekerjaan Tuhan. Alkitab menegaskan bahwa bukti kita mengasihi Tuhan adalah ketika "...kita menuruti perintah-perintah-Nya." (1 Yohanes 5:3). Menuruti perintah Tuhan berarti mampu bersikap tegas terhadap dosa, tidak berkompromi sedikit pun dengan segala hal yang bertentangan dengan firman Tuhan. Penegasan inilah yang disampaikan rasul Paulus kepada Titus bahwa bukti kita mengasihi Tuhan adalah "...meninggalkan kefasikan
dan keinginan-keinginan duniawi..." (ayat nas).
Ada banyak orangtua yang bersikap lunak dan cenderung membiarkan ketika melihat anak-anaknya melakukan dosa, seperti yang dilakukan oleh imam Eli: ketika anak-anaknya melakukan kefasikan dan berbuat dursila ia tidak menegur keras dan tidak memarahi anaknya, sehingga akhirnya keluarga ini pun harus menanggung akibatnya. "Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya." (Amsal 13:24).
Selama kita masih berkompromi dengan dosa dan enggan meninggalkan segala kefasikan, itu tandanya kita belum mengasihi Tuhan!
Wednesday, July 22, 2015
Tuesday, July 21, 2015
KECEMBURUAN ILAHI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Juli 2015
Baca: 2 Korintus 11:1-6
"Sebab aku cemburu kepada kamu dengan cemburu ilahi. Karena aku telah mempertunangkan kamu kepada satu laki-laki untuk membawa kamu sebagai perawan suci kepada Kristus." 2 Korintus 11:2
Rasa cemburu yang dirasakan Saul berbeda dengan kecemburuan yang dialami oleh rasul Paulus. Kecemburuan Saul jelas-jelas negatif karena didasari rasa iri hati, kurang senang atau sirik yang mendorongnya melakukan tindakan jahat. Sementara kecemburuan Paulus memiliki makna yang positif karena kecemburuan Paulus adalah kecemburuan ilahi. Rasa ini timbul sebagai bentuk kepedulian Paulus terhadap jemaat di Korintus. "Tetapi aku takut, kalau-kalau pikiran kamu disesatkan dari kesetiaan kamu yang sejati kepada Kristus, sama seperti Hawa diperdayakan oleh ular itu dengan kelicikannya." (ayat 3). Rasul Paulus telah menangkap sinyal-sinyal ketidakberesan terjadi di antara jemaat di Korintus, dimana mereka tidak lagi setia kepada Tuhan yang benar. Mereka mulai berpaling dari Tuhan dan telah mendua hati, padahal keberadaan orang percaya sesungguhnya adalah sebagai tunangan Kristus, calon mempelai Kristus.
Pernyataan "...Sebab kamu sabar saja, jika ada seorang datang memberitakan Yesus yang lain dari pada yang telah kami beritakan, atau memberikan kepada kamu roh yang lain dari pada yang telah kamu terima atau Injil yang lain dari pada yang telah kamu terima." (ayat 4) mengindikasikan bahwa telah terjadi perzinahan rohani dalam diri jemaat, dan bukti bahwa mereka tidak lagi memiliki kemurnian hati dalam mengiring Tuhan karena mereka telah melakukan kompromi dengn menerima 'Yesus' yang lain, 'Injil' yang lain dan roh yang lain. Hal inilah yang membangkitkan kecemburuan Tuhan, karena "Roh yang ditempatkan Allah di dalam diri kita, diingini-Nya dengan cemburu!" (Yakobus 4:5).
Tuhan tidak menghendaki umat pilihan-Nya, milik kepunyaan-Nya dan yang sangat dikasihi-Nya malah berpaling dari Dia dan memilih untuk berkompromi dengan dunia ini. Sebagai calon mempelai Kristus seharusnya engkau punya komitmen untuk menjaga kesucian hidupmu, supaya ketika Tuhan datang untuk menjemputmu "...kamu kedapatan tak bercacat dan tak bernoda di hadapan-Nya," (2 Petrus 3:14).
Kecemburuan Tuhan kepada umat-Nya adalah bukti bahwa Ia sangat mengasihimu, dan karena kasih-Nya Ia rela mati bagimu, masakan engkau mendua hati?
Baca: 2 Korintus 11:1-6
"Sebab aku cemburu kepada kamu dengan cemburu ilahi. Karena aku telah mempertunangkan kamu kepada satu laki-laki untuk membawa kamu sebagai perawan suci kepada Kristus." 2 Korintus 11:2
Rasa cemburu yang dirasakan Saul berbeda dengan kecemburuan yang dialami oleh rasul Paulus. Kecemburuan Saul jelas-jelas negatif karena didasari rasa iri hati, kurang senang atau sirik yang mendorongnya melakukan tindakan jahat. Sementara kecemburuan Paulus memiliki makna yang positif karena kecemburuan Paulus adalah kecemburuan ilahi. Rasa ini timbul sebagai bentuk kepedulian Paulus terhadap jemaat di Korintus. "Tetapi aku takut, kalau-kalau pikiran kamu disesatkan dari kesetiaan kamu yang sejati kepada Kristus, sama seperti Hawa diperdayakan oleh ular itu dengan kelicikannya." (ayat 3). Rasul Paulus telah menangkap sinyal-sinyal ketidakberesan terjadi di antara jemaat di Korintus, dimana mereka tidak lagi setia kepada Tuhan yang benar. Mereka mulai berpaling dari Tuhan dan telah mendua hati, padahal keberadaan orang percaya sesungguhnya adalah sebagai tunangan Kristus, calon mempelai Kristus.
Pernyataan "...Sebab kamu sabar saja, jika ada seorang datang memberitakan Yesus yang lain dari pada yang telah kami beritakan, atau memberikan kepada kamu roh yang lain dari pada yang telah kamu terima atau Injil yang lain dari pada yang telah kamu terima." (ayat 4) mengindikasikan bahwa telah terjadi perzinahan rohani dalam diri jemaat, dan bukti bahwa mereka tidak lagi memiliki kemurnian hati dalam mengiring Tuhan karena mereka telah melakukan kompromi dengn menerima 'Yesus' yang lain, 'Injil' yang lain dan roh yang lain. Hal inilah yang membangkitkan kecemburuan Tuhan, karena "Roh yang ditempatkan Allah di dalam diri kita, diingini-Nya dengan cemburu!" (Yakobus 4:5).
Tuhan tidak menghendaki umat pilihan-Nya, milik kepunyaan-Nya dan yang sangat dikasihi-Nya malah berpaling dari Dia dan memilih untuk berkompromi dengan dunia ini. Sebagai calon mempelai Kristus seharusnya engkau punya komitmen untuk menjaga kesucian hidupmu, supaya ketika Tuhan datang untuk menjemputmu "...kamu kedapatan tak bercacat dan tak bernoda di hadapan-Nya," (2 Petrus 3:14).
Kecemburuan Tuhan kepada umat-Nya adalah bukti bahwa Ia sangat mengasihimu, dan karena kasih-Nya Ia rela mati bagimu, masakan engkau mendua hati?
Subscribe to:
Posts (Atom)