Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Juli 2015
Baca: Amsal 22:1-16
"Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu." Amsal 22:6
Melalui hamba-Nya, Musa, Tuhan memberikan perintah kepada bangsa Israel supaya para orangtua bersungguh-sungguh hati mendidik dan mengajarkan nilai-nilai kebenaran kepada anak-anak mereka. Musa pun menyampaikannya kepada umat Israel, "Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan
membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang
dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun." (Ulangan 6:6-7).
Mengapa orangtua harus mengajarkan firman Tuhan kepada anak-anaknya? Supaya anak mereka memiliki pengenalan yang benar tentang Tuhan, "Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan
menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran." (Hosea 6:6), yaitu Tuhan yang telah membawa bangsa Israel keluar dari perbudakannya di Mesir; Tuhan memimpin dan memelihara hidup bangsa Israel secara ajaib selama 40 tahun di padang gurun hingga sampai ke Tanah Perjanjian. Hal mengajarkan firman Tuhan kepada anak tidak bisa dilakukan sekali, dua kali, seminggu atau sebulan, tetapi harus secara berulang-ulang: saat duduk di rumah, dalam perjalanan, saat hendak tidur di malam hari atau saat bangun di pagi hari, artinya di segala waktu, bukan musiman, di mana pun berada, tidak dibatasi tempat dan waktu, dan tidak boleh jemu-jemu. Sesibuk apa pun aktivitas orangtua tidak ada alasan untuk tidak mengajarkan dan menanamkan nilai-nilai kebenaran kepada anak.
Mengapa kita harus intensif mengajarkan firman Tuhan kepada anak-anak? Supaya iman mereka makin bertumbuh dan sehat secara rohani. "Dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakuannya bersih? Dengan menjaganya sesuai dengan firman-Mu." (Mazmur 119:9), sehingga di masa dewasanya mreka tidak hidup menyimpang dari jalan Tuhan. Ada banyak sekali kisah inspiratif di dalam Alkitab yang patut diajarkan dan diceritakan kepada anak-anak.
Tidak ada alasan bagi orangtua kehabisan bahan atau materi untuk mengajar dan mendidik anak, karena Alkitab lebih dari cukup!
Sunday, July 19, 2015
Saturday, July 18, 2015
MENGAMPUNI: Tidak Mengingat Kesalahan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Juli 2015
Baca: Matius 18:21-35
"Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu." Matius 18:35
Kalau Tuhan sudah membuang jauh-jauh segala dosa dan pelanggaran kita sejauh timur dari barat, bahkan firman-Nya berkata: "Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba." (Yesaya 1:18), namun kita yang telah diampuni dosa-dosanya oleh Tuhan seringkali sulit mengampuni orang lain dengan sepenuh hati. Kita masih saja mengingat-ingat kesalahan orang lain, mengungkit-ungkit apa yang telah orang lain perbuat terhadap kita, bahkan kita terus membicarakannya.
Bila kita mengatakan bahwa kita sudah mengampuni orang lain berarti kita melakukan apa yang Tuhan sudah teladankan yaitu membuang jauh kesalahan dan pelanggaran orang lain terhadap kita, serta tidak mengingat-ingatnya lagi. Ketika kita mengambil keputusan untuk mengampuni orang lain berarti kita juga bertekad untuk tidak lagi menyimpan luka dan sakit hati. Kasih itu "...tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia menutupi segala sesuatu," (1 Korintus 13:5b, 7). Mengampuni berarti mempraktekkan kuasa pengampunan yang telah kita terima dari Tuhan, dan melepaskannya kepada orang lain.
Mengampuni dan tidak lagi mengingat-ingat kesalahan orang seperti dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan, saling terkait satu sama lain. Jika kita masih mengingat-ingat perbuatan jahat seseorang, bagaimana ia menyakiti kita, bagaimana ia mengecewakan kita, bagaimana ia melukai kita, itu sama artinya kita belum sepenuh hati mengampuni, padahal mengampuni adalah salah satu jalan untuk kita beroleh pengampunan dari Tuhan. Ada tertulis: "...jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu." (Matius 6:14-15); artinya pengampunan yang kita peroleh dari Tuhan tidak dapat dipisahkan dari kewajiban kita mengampuni orang lain, sebab mengampuni adalah perintah Tuhan.
Syarat mutlak mendapat pengampunan dari Tuhan adalah harus mengampuni orang lain juga!
Baca: Matius 18:21-35
"Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu." Matius 18:35
Kalau Tuhan sudah membuang jauh-jauh segala dosa dan pelanggaran kita sejauh timur dari barat, bahkan firman-Nya berkata: "Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba." (Yesaya 1:18), namun kita yang telah diampuni dosa-dosanya oleh Tuhan seringkali sulit mengampuni orang lain dengan sepenuh hati. Kita masih saja mengingat-ingat kesalahan orang lain, mengungkit-ungkit apa yang telah orang lain perbuat terhadap kita, bahkan kita terus membicarakannya.
Bila kita mengatakan bahwa kita sudah mengampuni orang lain berarti kita melakukan apa yang Tuhan sudah teladankan yaitu membuang jauh kesalahan dan pelanggaran orang lain terhadap kita, serta tidak mengingat-ingatnya lagi. Ketika kita mengambil keputusan untuk mengampuni orang lain berarti kita juga bertekad untuk tidak lagi menyimpan luka dan sakit hati. Kasih itu "...tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia menutupi segala sesuatu," (1 Korintus 13:5b, 7). Mengampuni berarti mempraktekkan kuasa pengampunan yang telah kita terima dari Tuhan, dan melepaskannya kepada orang lain.
Mengampuni dan tidak lagi mengingat-ingat kesalahan orang seperti dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan, saling terkait satu sama lain. Jika kita masih mengingat-ingat perbuatan jahat seseorang, bagaimana ia menyakiti kita, bagaimana ia mengecewakan kita, bagaimana ia melukai kita, itu sama artinya kita belum sepenuh hati mengampuni, padahal mengampuni adalah salah satu jalan untuk kita beroleh pengampunan dari Tuhan. Ada tertulis: "...jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu." (Matius 6:14-15); artinya pengampunan yang kita peroleh dari Tuhan tidak dapat dipisahkan dari kewajiban kita mengampuni orang lain, sebab mengampuni adalah perintah Tuhan.
Syarat mutlak mendapat pengampunan dari Tuhan adalah harus mengampuni orang lain juga!
Subscribe to:
Posts (Atom)