Monday, July 13, 2015

JANGAN MEMBALAS DENDAM (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Juli 2015

Baca:  Roma 12:17-21

"Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang!"  Roma 12:17

Dalam menjalani kehidupan ini tidak selamanya langkah yang kita tempuh mulus dan tanpa aral rintangan.  Terkadang dalam membangun hubungan dengan orang lain kita dihadapkan pada konflik atau perselisihan, dan hal itu bisa terjadi kapan saja dan di mana saja, entah itu di lingkungan rumah tinggal, sekolah, kantor, bahkan di gereja sekalipun.  Mengapa konflik atau perselisihan bisa terjadi?  Karena tiap-tiap orang memiliki karakter yang berbeda, latar belakang yang berbeda, ide dan juga pendapat yang berbeda-beda pula, maka tidaklah mengherankan bila sekali waktu timbul suatu ketegangan dan bahkan bisa menyebabkan rasa kecewa, sakit hati, amarah, kebencian, yang kesemuanya berujung kepada semua permusuhan.

     Cara salah yang seringkali dipakai oleh orang dunia ketika berhadapan dengan orang yang mengecewakan, melukai, menyakiti, melawan dan memusuhi adalah melakukan tindakan balas dendam.  Inilah prinsip dunia yaitu memperlakukan musuh sebagaimana ia sudah diperlakukan, atau dengan kata lain, membalas musuh setimpal dengan perbuatannya, bahkan kalau bisa pembalasan itu lebih kejam dari perbuatannya.  Namun sebagai orang percaya sikap dan pikiran untuk membalas dendam harus kita buang jauh-jauh dan tidak boleh timbul di dalam hati, terlebih-lebih dalam tindakan.  Pada dasarnya orang yang menaruh dendam di dalam hati akan selalu mengekspresikan dendamnya itu dalam perkataan dan perbuatan yang negatif.

     Mengapa kita tidak diperkenankan membalas dendam terhadap musuh?  Rasul Paulus menasihati,  "Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan,"  (ayat 19).  Tidak membalas dendam adalah kehendak Tuhan!  Jadi orang yang mencari kesempatan untuk membalaskan sakit hati dan dendamnya kepada musuh jelas-jelas telah melawan kehendak Tuhan, sebab  "Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan,"  (ayat 19).  Siapa pun yang berusaha dengan kekuatan sendiri untuk membalas dendam berarti ia telah mencuri hak mutlak kepunyaan Tuhan.

Pembalasan itu bukan hak kita melainkan hak Tuhan sepenuhnya, Ia punya cara dan waktu-Nya sendiri untuk menangani masalah kita.

Sunday, July 12, 2015

KRITIKAN YANG MELEMAHKAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Juli 2015

Baca:  1 Samuel 17:23-39

"Mengapa engkau datang? Dan pada siapakah kautinggalkan kambing domba yang dua tiga ekor itu di padang gurun? Aku kenal sifat pemberanimu dan kejahatan hatimu: engkau datang ke mari dengan maksud melihat pertempuran."  1 Samuel 17:28

Adalah mudah bagi seseorang untuk menilai dan mengkritik kinerja orang lain.  Bahkan kegiatan kritik-mengkritik ini sudah sering terjadi dan menjadi hal yang sangat biasa di kalangan orang percaya, baik itu di pekerjaan konvensional, terlebih-lebih dalam dunia pelayanan.  Teman mengkritik teman, pelayan Tuhan mengkritik rekan sepelayanan, dan bahkan banyak jemaat yang begitu gencar mengkritik kinerja hamba-hamba Tuhan.

     Arti kata kritik adalah:  suatu kecaman atau tanggapan, kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat dan sebagainya.  Secara garis besar ada dua jenis kritikan yaitu yang bersifat membangun  (konstruktif)  dan yang sifatnya menghancurkan  (destruktif).  Kritikan yang membangun umumnya dilakukan oleh orang-orang yang begitu peduli kepada kita atau sahabat-sahabat yang begitu tulus mengasihi kita.  "Lebih baik teguran yang nyata-nyata dari pada kasih yang tersembunyi."  (Amsal 27:5), sebab  "...teguran yang mendidik itu jalan kehidupan,"  (Amsal 6:23).  Orang yang tulus hati akan mengkritik dengan tujuan memotivasi dan membangun, sehingga ia juga akan memberi solusi.  Sementara kritikan yang menghancurkan adalah yang semata-mata bertujuan untuk melemahkan.  Kritikan ini cenderung menghakimi dan mencari-cari kesalahan orang lain.  Inilah yang seringkali terjadi:  kita mengkritik orang lain, membesar-besarkan kelemahan dan kekurangan mereka dan bahkan mempermalukannya di depan banyak orang.

     Kritikan yang melemahkan juga dialami Daud.  Ia dikritik dan diremehkan oleh kakaknya  (ayat nas), Saul:  "Tidak mungkin engkau dapat menghadapi orang Filistin itu untuk melawan dia, sebab engkau masih muda, sedang dia sejak dari masa mudanya telah menjadi prajurit."  (1 Samuel 17:330.  Untunglah Daud memiliki penguasaan diri dan rendah hati, sehingga ketika dikritik ia tidak pernah patah arang dan kecewa, melainkan menyikapinya dengan positif.

Andai Daud sakit hati, mungkin ia akan bergegas pulang dan ia pun tidak beroleh kesempatan untuk mendemonstrasikan kuasa Tuhan di hadapan Goliat!