Sunday, July 12, 2015

KRITIKAN YANG MELEMAHKAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Juli 2015

Baca:  1 Samuel 17:23-39

"Mengapa engkau datang? Dan pada siapakah kautinggalkan kambing domba yang dua tiga ekor itu di padang gurun? Aku kenal sifat pemberanimu dan kejahatan hatimu: engkau datang ke mari dengan maksud melihat pertempuran."  1 Samuel 17:28

Adalah mudah bagi seseorang untuk menilai dan mengkritik kinerja orang lain.  Bahkan kegiatan kritik-mengkritik ini sudah sering terjadi dan menjadi hal yang sangat biasa di kalangan orang percaya, baik itu di pekerjaan konvensional, terlebih-lebih dalam dunia pelayanan.  Teman mengkritik teman, pelayan Tuhan mengkritik rekan sepelayanan, dan bahkan banyak jemaat yang begitu gencar mengkritik kinerja hamba-hamba Tuhan.

     Arti kata kritik adalah:  suatu kecaman atau tanggapan, kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat dan sebagainya.  Secara garis besar ada dua jenis kritikan yaitu yang bersifat membangun  (konstruktif)  dan yang sifatnya menghancurkan  (destruktif).  Kritikan yang membangun umumnya dilakukan oleh orang-orang yang begitu peduli kepada kita atau sahabat-sahabat yang begitu tulus mengasihi kita.  "Lebih baik teguran yang nyata-nyata dari pada kasih yang tersembunyi."  (Amsal 27:5), sebab  "...teguran yang mendidik itu jalan kehidupan,"  (Amsal 6:23).  Orang yang tulus hati akan mengkritik dengan tujuan memotivasi dan membangun, sehingga ia juga akan memberi solusi.  Sementara kritikan yang menghancurkan adalah yang semata-mata bertujuan untuk melemahkan.  Kritikan ini cenderung menghakimi dan mencari-cari kesalahan orang lain.  Inilah yang seringkali terjadi:  kita mengkritik orang lain, membesar-besarkan kelemahan dan kekurangan mereka dan bahkan mempermalukannya di depan banyak orang.

     Kritikan yang melemahkan juga dialami Daud.  Ia dikritik dan diremehkan oleh kakaknya  (ayat nas), Saul:  "Tidak mungkin engkau dapat menghadapi orang Filistin itu untuk melawan dia, sebab engkau masih muda, sedang dia sejak dari masa mudanya telah menjadi prajurit."  (1 Samuel 17:330.  Untunglah Daud memiliki penguasaan diri dan rendah hati, sehingga ketika dikritik ia tidak pernah patah arang dan kecewa, melainkan menyikapinya dengan positif.

Andai Daud sakit hati, mungkin ia akan bergegas pulang dan ia pun tidak beroleh kesempatan untuk mendemonstrasikan kuasa Tuhan di hadapan Goliat!

Saturday, July 11, 2015

MENGANDALKAN TUHAN: Menang Terhadap Masalah

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Juli 2015

Baca:  1 Samuel 17:40-58

"Engkau mendatangi aku dengan pedang dan tombak dan lembing, tetapi aku mendatangi engkau dengan nama TUHAN semesta alam, Allah segala barisan Israel yang kautantang itu."  1 Samuel 17:45

Mari kita belajar dari sikap Daud menghadapi Goliat.  Secara logika, ditinjau dari sudut mana pun, Daud kalah, tapi ia tidak gentar sedikit pun ketika harus berhadapan dengan raksasa Filistin itu.  Mengapa bisa demikian?  Daud sadar bahwa ia tidak menghadapinya sendirian, ada Tuhan yang siap menopang.  Ini menunjukkan bahwa Daud senantiasa mengandalkan Tuhan.  "Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!"  (Yeremia 17:7).  Daud berkata,  "TUHAN di pihakku. Aku tidak akan takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?"  (Mazmur 118:6), karena itu  "Lebih baik berlindung pada TUHAN dari pada percaya kepada manusia."  (Mazmur 118:8).  Jika Tuhan ada di pihak kita tidak ada perkara yang mustahil;  jika Tuhan ada di pihak kita tidak ada persoalan yang tidak ada jalan keluarnya;  dan jika Tuhan ada di pihak kita segala sesuatu dapat kita tanggung bersama Dia.

     Daud tidak takut kepada Goliat karena ia senantiasa mengingat-ingat akan kebesaran kuasa Tuhan dan campur tangan-Nya di waktu-waktu sebelumnya.  "TUHAN yang telah melepaskan aku dari cakar singa dan dari cakar beruang, Dia juga akan melepaskan aku dari tangan orang Filistin itu."  (1 Samuel 17:37).  Pengalaman bersama Tuhan inilah yang mendorongnya untuk selalu berpikiran positif dan bersikap optimis dalam menghadapi Goliat sekalipun.  Optimis bukan berarti membanggakan diri atau takabur, tetapi sikap percaya diri yang positif karena tahu kepada siapa ia menaruh pengharapan.  "Aku hendak mengingat perbuatan-perbuatan TUHAN, ya, aku hendak mengingat keajaiban-keajaiban-Mu dari zaman purbakala."  (Mazmur 77:12).

     Orang-orang Israel merasa ketakutan oleh karena mereka hanya terfokus kepada Goliat yang besar, tetapi Daud tidak, karena ia senantiasa mengarahkan pandangannya kepada Tuhan dan mengingat-ingat peristiwa yang lalu saat Tuhan menolongnya dan melepaskannya dari masalah-masalah sebelumnya.

Kalau dulu Tuhan tolong, sekarang pun kita percaya Tuhan pasti akan menolong, karena Dia adalah Tuhan yang tidak berubah!