Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Juli 2015
Baca: 1 Samuel 17:40-58
"Engkau mendatangi aku dengan pedang dan tombak dan lembing, tetapi aku
mendatangi engkau dengan nama TUHAN semesta alam, Allah segala barisan
Israel yang kautantang itu." 1 Samuel 17:45
Mari kita belajar dari sikap Daud menghadapi Goliat. Secara logika, ditinjau dari sudut mana pun, Daud kalah, tapi ia tidak gentar sedikit pun ketika harus berhadapan dengan raksasa Filistin itu. Mengapa bisa demikian? Daud sadar bahwa ia tidak menghadapinya sendirian, ada Tuhan yang siap menopang. Ini menunjukkan bahwa Daud senantiasa mengandalkan Tuhan. "Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!" (Yeremia 17:7). Daud berkata, "TUHAN di pihakku. Aku tidak akan takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?" (Mazmur 118:6), karena itu "Lebih baik berlindung pada TUHAN dari pada percaya kepada manusia." (Mazmur 118:8). Jika Tuhan ada di pihak kita tidak ada perkara yang mustahil; jika Tuhan ada di pihak kita tidak ada persoalan yang tidak ada jalan keluarnya; dan jika Tuhan ada di pihak kita segala sesuatu dapat kita tanggung bersama Dia.
Daud tidak takut kepada Goliat karena ia senantiasa mengingat-ingat akan kebesaran kuasa Tuhan dan campur tangan-Nya di waktu-waktu sebelumnya. "TUHAN yang telah melepaskan aku dari cakar singa dan dari cakar
beruang, Dia juga akan melepaskan aku dari tangan orang Filistin itu." (1 Samuel 17:37). Pengalaman bersama Tuhan inilah yang mendorongnya untuk selalu berpikiran positif dan bersikap optimis dalam menghadapi Goliat sekalipun. Optimis bukan berarti membanggakan diri atau takabur, tetapi sikap percaya diri yang positif karena tahu kepada siapa ia menaruh pengharapan. "Aku hendak mengingat perbuatan-perbuatan TUHAN, ya, aku hendak mengingat keajaiban-keajaiban-Mu dari zaman purbakala." (Mazmur 77:12).
Orang-orang Israel merasa ketakutan oleh karena mereka hanya terfokus kepada Goliat yang besar, tetapi Daud tidak, karena ia senantiasa mengarahkan pandangannya kepada Tuhan dan mengingat-ingat peristiwa yang lalu saat Tuhan menolongnya dan melepaskannya dari masalah-masalah sebelumnya.
Kalau dulu Tuhan tolong, sekarang pun kita percaya Tuhan pasti akan menolong, karena Dia adalah Tuhan yang tidak berubah!
Saturday, July 11, 2015
Friday, July 10, 2015
MASALAH: Goliat Yang Menakutkan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Juli 2015
Baca: 1 Samuel 17:1-11
"Ketika Saul dan segenap orang Israel mendengar perkataan orang Filistin itu, maka cemaslah hati mereka dan sangat ketakutan." 1 Samuel 17:11
Suatu ketika bangsa Israel menghadapi tantangan yang sangat berat dimana mereka harus berhadapan dengan orang-orang Filistin. Salah seorang pendekar dari tentara orang Filistin itu bernama Goliat yang perawakannya seperti raksasa, "Tingginya enam hasta sejengkal. Ketopong tembaga ada di kepalanya, dan ia memakai baju zirah yang bersisik; berat baju zirah ini lima ribu syikal tembaga. Dia memakai penutup kaki dari tembaga, dan di bahunya ia memanggul lembing tembaga. Gagang tombaknya seperti pesa tukang tenun, dan mata tombaknya itu enam ratus syikal besi beratnya. Dan seorang pembawa perisai berjalan di depannya." (1 Samuel 17:4b-7). Akibatnya Saul dan segenap orang Israel menjadi cemas dan takut.
Cemas merupakan penyakit hati yang dialami oleh setiap manusia ketika manusia tersebut tidak yakin dan percaya terhadap apa yang ia lakukan atau terhadap apa yang orang lain perbuat. Rasa cemas terkadang sangat menyiksa batin setiap orang yang sedang mengalami perasaan tersebut. Cemas sendiri sebenarnya adalah bagian dari rasa takut. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan bahwa arti kata cemas adalah perasaan tidak tenteramnya hati atau kegelisahan hati. Sedangkan salah satu arti kata takut adalah merasa gentar (ngeri) menghadapi sesuatu yang dianggap akan mendatangkan bencana. Demikian pula dalam kehidupan ini, ketika dihadapkan pada masalah yang besar acapkali hati kita diliputi oleh rasa cemas dan takut. Kita menyikapi masalah dengan respons hati yang negatif, memandang masalah seperti Goliat yang siap menghancurkan hidup kita. Kecemasan dan ketakutan timbul ketika kita selalu berpikiran negatif dengan melihat masalah sebagai raksasa besar yang sulit dikalahkan dan sepertinya tidak ada jalan keluarnya. Ada tertulis: "Karena yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku." (Ayub 3:25).
Rasa cemas dan takut hanya akan menimbulkan sikap pesimis sehingga kita dipenuhi keraguan dan tidak lagi percaya kepada kuasa Tuhan, bahkan kita menganggap Tuhan tidak punya arti apa-apa dibandingkan dengan besarnya masalah yang kita hadapi.
Haruskah orang percaya bersikap demikian?
Baca: 1 Samuel 17:1-11
"Ketika Saul dan segenap orang Israel mendengar perkataan orang Filistin itu, maka cemaslah hati mereka dan sangat ketakutan." 1 Samuel 17:11
Suatu ketika bangsa Israel menghadapi tantangan yang sangat berat dimana mereka harus berhadapan dengan orang-orang Filistin. Salah seorang pendekar dari tentara orang Filistin itu bernama Goliat yang perawakannya seperti raksasa, "Tingginya enam hasta sejengkal. Ketopong tembaga ada di kepalanya, dan ia memakai baju zirah yang bersisik; berat baju zirah ini lima ribu syikal tembaga. Dia memakai penutup kaki dari tembaga, dan di bahunya ia memanggul lembing tembaga. Gagang tombaknya seperti pesa tukang tenun, dan mata tombaknya itu enam ratus syikal besi beratnya. Dan seorang pembawa perisai berjalan di depannya." (1 Samuel 17:4b-7). Akibatnya Saul dan segenap orang Israel menjadi cemas dan takut.
Cemas merupakan penyakit hati yang dialami oleh setiap manusia ketika manusia tersebut tidak yakin dan percaya terhadap apa yang ia lakukan atau terhadap apa yang orang lain perbuat. Rasa cemas terkadang sangat menyiksa batin setiap orang yang sedang mengalami perasaan tersebut. Cemas sendiri sebenarnya adalah bagian dari rasa takut. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan bahwa arti kata cemas adalah perasaan tidak tenteramnya hati atau kegelisahan hati. Sedangkan salah satu arti kata takut adalah merasa gentar (ngeri) menghadapi sesuatu yang dianggap akan mendatangkan bencana. Demikian pula dalam kehidupan ini, ketika dihadapkan pada masalah yang besar acapkali hati kita diliputi oleh rasa cemas dan takut. Kita menyikapi masalah dengan respons hati yang negatif, memandang masalah seperti Goliat yang siap menghancurkan hidup kita. Kecemasan dan ketakutan timbul ketika kita selalu berpikiran negatif dengan melihat masalah sebagai raksasa besar yang sulit dikalahkan dan sepertinya tidak ada jalan keluarnya. Ada tertulis: "Karena yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku." (Ayub 3:25).
Rasa cemas dan takut hanya akan menimbulkan sikap pesimis sehingga kita dipenuhi keraguan dan tidak lagi percaya kepada kuasa Tuhan, bahkan kita menganggap Tuhan tidak punya arti apa-apa dibandingkan dengan besarnya masalah yang kita hadapi.
Haruskah orang percaya bersikap demikian?
Subscribe to:
Posts (Atom)