Monday, July 6, 2015

SORGA: Tempat Tinggal Kita

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Juli 2015

Baca:  Kolose 3:1-4

"Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi."  Kolose 3:2

Rasul Paulus menasihatkan agar setiap orang percaya senantiasa memusatkan pikirannya kepada perkara yang di atas dan mengutamakan perkara rohani lebih dari apa pun yang ada di dunia ini.  Mengapa?  Karena dunia bukanlah tempat tinggal permanen bagi orang percaya.  Dunia adalah tempat sementara untuk didiami karena kita tak lebih dari seorang pendatang atau penumpang saja.  Kewargaan kita yang sesungguhnya adalah Kerajaan Sorga.  "Karena kami tahu, bahwa jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia."  (2 Korintus 5:1).

     Jika kita hendak pergi untuk berkemah tentunya kita tidak mungkin akan membeli semua peralatan dapur secara lengkap, membeli perabot rumah tangga, membeli semua perlengkapan tidur dan sebagainya.  Mengapa?  Toh kita hanya akan tinggal untuk sebentar.  Begitu pula ketika menyadari bahwa dunia ini bukanlah tempat tinggal kita selama-lamanya maka kita pun tak akan sepenuhnya hanya memikirkan bagaimana mengumpulkan harta atau kekayaan duniawi semata, sebab  "...kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa apa-apa ke luar."  (1 Timotius 6:7).  Ayub pun menyadarinya,  "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya."  (Ayub 1:21).  Justru yang harus kita lakukan adalah menabung atau mengumpulkan harta di sorga.

     Waktu kita di sini hanya singkat dan terbatas, jadi alangkah bijaknya jika kita menggunakan kesempatan yang ada sebaik mungkin.  Itulah sebabnya Tuhan mengututs kita untuk suatu tugas yang jelas yaitu supaya kita menerapkan gaya hidup sorgawi,  "supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia,"  (Filipi 2:15), menjadi saluran berkat, bukan menjadi batu sandungan serta menjadi garam dan terang bagi dunia ini.

Sebagai warga sorgawi sikap dan perbuatan kita pun juga harus mencerminkan dan menyatakan kemuliaan bagi Tuhan.

Sunday, July 5, 2015

ANAK DOMBA DI TENGAH SERIGALA (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Juli 2015

Baca:  Matius 10:16-33

"Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati."  Matius 10:16

Tuhan Yesus adalah Gembala yang baik, itulah sebabnya Ia tidak akan membiarkan domba-domba-Nya tersesat dan terhilang.  Ketika anak domba sedang berada dalam ancaman dan marabahaya gembala itulah yang akan membela, melindungi, menyelamatkan dan menggendong anak domba itu, dan kemudian membawanya ke tempat yang paling aman.  Daud memiliki pengalaman bagaimana menjadi penggembala kambing domba.  "Hambamu ini biasa menggembalakan kambing domba ayahnya. Apabila datang singa atau beruang, yang menerkam seekor domba dari kawanannya, maka aku mengejarnya, menghajarnya dan melepaskan domba itu dari mulutnya. Kemudian apabila ia berdiri menyerang aku, maka aku menangkap janggutnya lalu menghajarnya dan membunuhnya."  (1 Samuel 17:34-35).

     Sebagai anak domba keberadaan kita lemah dan tak berdaya, karena itu kita tidak bisa berada jauh dari Gembala.  Jika menjauh sulit bagi kita untuk bisa bertahan di tengah situasi menghimpit.  Tinggal dekat dan bergantung penuh kepada Gembala adalah mutlak.  Karena yang mengutus kita adalah Gembala Agung yaitu Tuhan Yesus, tidak ada yang perlu ditakutkan dan dikuatirkan,  "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku."  (Mazmur 23:4).  Di tengah dunia yang dipenuhi kejahatan Tuhan menghendaki kita cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.  Cerdik dan tulus adalah satu kesatuan, tidak boleh berdiri sendiri-sendiri.  Kalau kita hanya cerdik tanpa disertai ketulusan artinya kita licik dan penuh trik.  Sebaliknya kalau kita hanya tulus saja tapi tidak cerdik sangat berbahaya, akan menjadi sasaran empuk musuh, ditipu, dimanfaatkan dan menjadi korban, karena itu  "...waspadalah terhadap semua orang;"  (Matius 10:17).

     Karena kita adalah seperti anak domba, maka dalam menyelesaikan segala permasalahan hidup ini kita pun harus bersikap tenang dan penuh kelembutan, bukan emosional dan penuh kemarahan, harus ada penguasaan diri.

Dekat dengan Gembala Agung adalah kunci bertahan di tengah tantangan!