Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Juli 2015
Baca: Mazmur 5:1-13
"TUHAN, pada waktu pagi Engkau mendengar seruanku, pada waktu pagi aku mengatur persembahan bagi-Mu, dan aku menunggu-nunggu." Mazmur 5:4
Ketika mentari pagi menyapa di ufuk timur, itu pertanda hari baru telah tiba, artinya kita kembali beroleh kesempatan dari Tuhan untuk menjalani hidup ini, dan terlebih lagi kita beroleh kesempatan untuk menikmati kasih dan kebaikan Tuhan, sebab "Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!" (Ratapan 3:22-23). Karena itu kita harus mengawali hari dengan ucapan syukur untuk apa yang Tuhan sudah sediakan untuk kita di hari baru ini.
Kita tahu pagi hari adalah waktu yang tepat mempersiapkan segala sesuatunya. Akan tetapi banyak orang ketika bangun pagi pikirannya langsung tertuju kepada masalah yang membuat mereka terus dihantui rasa kuatir dan takut; bagaimana kalau uang belanja tidak cukup, bagaimana kalau toko sepi, bagaimana kalau target meleset, bagaimana kalau klien membatalkan janjinya. Ada pula yang hanya memikirkan cara uang meraup keuntungan sebanyak-banyaknya dalam hal berbisnis. Kita pun cenderung mengandalkan kekuatan dan kepintaran sendiri, tidak lagi mengandalkan Tuhan dan melibatkan Dia di setiap perencanaan hidup ini. "Hari ini atau besok kami berangkat ke kota anu, dan di sana kami akan tinggal setahun dan berdagang serta mendapat untung, sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap." (Yakobus 4:13-15).
Jarang sekali kita mengawali hari dengan mempersiapkan hati untuk mencari wajah Tuhan dan bersekutu dengan-Nya terlebih dahulu, dan menyerahkan segala sesuatunya kepada Tuhan. Padahal membangun kekariban dengan Tuhan adalah awal yang baik sebelum kita mengisi hari dengan berbagai aktivitas dan kesibukan. Hal inilah yang sering diabaikan dan disepelekan oleh banyak orang Kristen. Kalau kita sudah memulai dengan langkah yang salah, semakin jauh kita melangkah akan semakin berat langkah yang akan kita tempuh. Hal-hal yang tak terduga di luar perencanaan bisa saja terjadi dan itu akan mengejutkan kita.
Awalilah hari baru dengan mengutamakan Tuhan dan melibatkan Dia, maka sepanjang hari yang akan kita jalani pasti jauh berbeda hasilnya.
Wednesday, July 1, 2015
Tuesday, June 30, 2015
HATI YANG LUKA
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Juni 2015
Baca: Mazmur 147:1-20
"Ia menyembuhkan orang-orang yang patah hati dan membalut luka-luka mereka;" Mazmur 147:3
Di hari terakhir bulan Juni ini, bagaimana suasana hati Saudara? Apakah hati kita secerah mentari yang selalu setia menyapa kita di kala pagi? Ataukah hati kita seperti awan gelap yang dihiasi oleh petir yang siap menyambar oleh karena terluka? Tak bisa dipungkiri, hampir semua orang pernah mengalami apa yang dinamakan luka hati, dan banyak faktor yang menjadi penyebabnya: disakiti, dikhianati, digosipkan, difitnah atau diperlakukan secara tidak adil oleh orang lain. Apabila luka hati tersebut tidak secara cepat diatasi akan menimbulkan masalah yang lebih serius dalam diri orang bersangkutan: dendam, kepahitan, frustasi, mengasihani diri sendiri secara berlebihan, dan akhirnya citra diri pun rusak karena menganggap diri tak berharga.
Luka hati adalah suatu keadaan dalam batin seseorang yang menimbulkan perasaan marah, benci, kecewa dan pahit yang begitu mendalam sebagai akibat dari penolakan atau perlakuan semena-mena dari orang lain. Namun pada dasarnya luka hati ini diperparah bukan karena perbuatan orang lain yang menyakiti, tetapi justru pada respons kita atau sikap hati kita terhadap perbuatan orang tersebut. Yusuf, salah satu tokoh dalam Perjanjian Lama (baca Kejadian 37, 39, 40), adalah orang yang sesunggunnya punya alasan kuat untuk terluka hati karena peristiwa-peristiwa pahit yang dialaminya: dibenci, dimusuhi, diperlakukan tidak adil oleh saudara-saudaranya sendiri, dibuang ke dalam sumur, dijual sebagai budak, difitnah oleh isteri Potifar, dan dilupakan begitu saja oleh juru minum raja yang telah ditolongnya. Meski demikian, Yusuf tidak membiarkan dirinya larut dalam kekecewaan, pemberontakan, keputusasaan, pahit hati, benci atau pun dendam. Ini terjadi karena Yusuf memilih untuk merespons secara positif masalah yang menimpanya dan menyerahkan semua pergumulannya itu kepada Tuhan.
Saudara sedang terluka? Segeralah datang kepada Tuhan dan akuilah dengan jujur di hadapan Tuhan. Hanya dengan pertolongan Roh Kudus kita dapat dilepaskan dan dibebaskan dari luka hati karena Dia adalah sumber damai sejahtera kita.
Jika tahu bahwa luka hati tidak medatangkan kebaikan, mengapa harus dipelihara? Kita akan rugi sendiri.
Baca: Mazmur 147:1-20
"Ia menyembuhkan orang-orang yang patah hati dan membalut luka-luka mereka;" Mazmur 147:3
Di hari terakhir bulan Juni ini, bagaimana suasana hati Saudara? Apakah hati kita secerah mentari yang selalu setia menyapa kita di kala pagi? Ataukah hati kita seperti awan gelap yang dihiasi oleh petir yang siap menyambar oleh karena terluka? Tak bisa dipungkiri, hampir semua orang pernah mengalami apa yang dinamakan luka hati, dan banyak faktor yang menjadi penyebabnya: disakiti, dikhianati, digosipkan, difitnah atau diperlakukan secara tidak adil oleh orang lain. Apabila luka hati tersebut tidak secara cepat diatasi akan menimbulkan masalah yang lebih serius dalam diri orang bersangkutan: dendam, kepahitan, frustasi, mengasihani diri sendiri secara berlebihan, dan akhirnya citra diri pun rusak karena menganggap diri tak berharga.
Luka hati adalah suatu keadaan dalam batin seseorang yang menimbulkan perasaan marah, benci, kecewa dan pahit yang begitu mendalam sebagai akibat dari penolakan atau perlakuan semena-mena dari orang lain. Namun pada dasarnya luka hati ini diperparah bukan karena perbuatan orang lain yang menyakiti, tetapi justru pada respons kita atau sikap hati kita terhadap perbuatan orang tersebut. Yusuf, salah satu tokoh dalam Perjanjian Lama (baca Kejadian 37, 39, 40), adalah orang yang sesunggunnya punya alasan kuat untuk terluka hati karena peristiwa-peristiwa pahit yang dialaminya: dibenci, dimusuhi, diperlakukan tidak adil oleh saudara-saudaranya sendiri, dibuang ke dalam sumur, dijual sebagai budak, difitnah oleh isteri Potifar, dan dilupakan begitu saja oleh juru minum raja yang telah ditolongnya. Meski demikian, Yusuf tidak membiarkan dirinya larut dalam kekecewaan, pemberontakan, keputusasaan, pahit hati, benci atau pun dendam. Ini terjadi karena Yusuf memilih untuk merespons secara positif masalah yang menimpanya dan menyerahkan semua pergumulannya itu kepada Tuhan.
Saudara sedang terluka? Segeralah datang kepada Tuhan dan akuilah dengan jujur di hadapan Tuhan. Hanya dengan pertolongan Roh Kudus kita dapat dilepaskan dan dibebaskan dari luka hati karena Dia adalah sumber damai sejahtera kita.
Jika tahu bahwa luka hati tidak medatangkan kebaikan, mengapa harus dipelihara? Kita akan rugi sendiri.
Subscribe to:
Posts (Atom)