Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Juni 2015
Baca: Markus 12:41-44
"Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi
dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya." Markus 12:44
Ketika melihat seorang janda miskin memasukkan persembahan di kantong kolekte, mungkin ada orang yang berkata dalam hati, "Ah... persembahannya paling tak lebih dari seribu perak. Tidak ada artinya sama sekali!" Tak jarang orang akan mencibir, menyepelekan dan menganggap bahwa persembahan janda miskin itu tidak ada artinya sama sekali jika dibandingkan dengan biaya yang dibutuhkan untuk operasional gereja. Berbeda jika orang kaya dengan penampilan yang perlente memasukkan persembahannya di kantong kolekte yang sama pasti kita akan bergumam dalam hati, "Wow... persembahannya pasti ratusan ribu, bahkan mungkin jutaaan rupiah!"... dan kita pun berpikiran bahwa persembahan orang kaya itulah yang pasti berkenan dan menyenangkan hati Tuhan. Penilaian itu lumrah jika kita menilainya dengan ukuran logika manusia!
Alkitab menyatakan bahwa janda miskin itu memasukkan dua peser ke dalam peti persembahan. Peser adalah mata uang tembaga Yahudi yang paling kecil, sama dengan setengah duit. Ditinjau dari sisi nilai uang, persembahan janda miskin tersebut memang sangat kecil, namun jika ditinjau dari sisi kemampuan, pemberian janda miskin itu sangat besar sekali, karena "...janda ini memberi
dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya." (ayat nas).
Melalui kisah ini Tuhan hendak menekankan bahwa selain melihat sikap hati atau motivasi seseorang dalam memberi persembahan, Ia juga mengingatkan agar dalam hal memberi persembahan kepada Tuhan hendaknya kita memberi yang terbaik dari yang kita miliki, bukan asal-asalan atau sisa-sisa harta kita. Janda miskin itu memberi dari seluruh nafkahnya, semua yang ia miliki dipersembahkan kepada Tuhan. Inilah yang disebut dengan korban! Sementara orang kaya itu memberi dari kelebihannya, bisa saja itu merupakan sisa-sisa kekayaannya yang berlimpah-limpah dan hal itu tidak membutuhkan pengorbanan apa puun. Apa yang diperbuat oleh janda miskin itu menunjukkan betapa ia sangat mengasihi Tuhan sehingga rela memberi semua yang dimilikinya untuk Tuhan.
Berilah yang terbaik untuk Tuhan karena semua yang kita miliki berasal daripada-Nya!
Monday, June 29, 2015
Sunday, June 28, 2015
BERBUAT BAIK: Investasi Yang Tidak Pernah Merugi
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Juni 2015
Baca: 2 Tesalonika 3:1-15
"Dan kamu, saudara-saudara, janganlah jemu-jemu berbuat apa yang baik." 2 Tesalonika 3:13
Ada banyak orang dihadapkan pada pergumulan dalam batinnya, salah satunya adalah hal berbuat baik, apalagi ketika perbuatan baik yang dilakukannya itu seringkali tidak mendapatkan respons atau balasan yang diharapkan... kita pun mulai merasa bosan berbuat baik, mulai berpikir 1000x untuk berbuat baik, dan akhirnya kita berhenti untuk melanjutkan perbuatan baik tersebut. Memang, berbuat baik berarti harus berkorban dan kehilangan sesuatu, atau kelihatannya merugi. Benarkah demikian?
Seorang petani menanam padi atau sayuran. Pada saat bersamaan tumbuh pula rumput atau ilalang di sawah atau ladang tersebut. Namun andaikan petani itu menanam rumput ia tidak akan pernah mendapati padi atau sayuran turut tumbuh di sana. Demikian pula dalam kehidupan ini. Ketika kita melakukan perbuatan baik terkadang hal-hal buruk malah menyertai, entah itu berupa hinaan, cercaan, cibiran, fitnahan dari orang lain. Jika demikian haruskah kita berhenti berbuat baik ketika orang lain tidak membalas kebaikan kita? Kalau kita berbuat baik hanya sekedar untuk membalas kebaikan orang lain, atau dengan tujuan mendapatkan balasan yang sama, apalah artinya... "Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun berbuat demikian." (Lukas 6:33); dan jangan pula kita berbuat baik karena suatu tendensi atau motivasi yang tidak benar. Rasul Paulus menasihati, "Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah." (Galatia 6:9).
Jadi tidak ada istilah 'rugi atau buntung' ketika kita melakukan perbuatan baik kepada orang lain, sebab pada saatnya kita akan menuai. Ada tertulis: "Orang yang murah hati berbuat baik kepada diri sendiri," (Amsal 11:17). Sebagai orang percaya, berbuat baik adalah suatu keharusan, buah dari keselamatan yang telah kita terima, dan merupakan bukti kita memiliki iman yang hidup!
"Barangsiapa berbuat baik, ia berasal dari Allah, tetapi barangsiapa berbuat jahat, ia tidak pernah melihat Allah." 3 Yohanes 1:11b
Baca: 2 Tesalonika 3:1-15
"Dan kamu, saudara-saudara, janganlah jemu-jemu berbuat apa yang baik." 2 Tesalonika 3:13
Ada banyak orang dihadapkan pada pergumulan dalam batinnya, salah satunya adalah hal berbuat baik, apalagi ketika perbuatan baik yang dilakukannya itu seringkali tidak mendapatkan respons atau balasan yang diharapkan... kita pun mulai merasa bosan berbuat baik, mulai berpikir 1000x untuk berbuat baik, dan akhirnya kita berhenti untuk melanjutkan perbuatan baik tersebut. Memang, berbuat baik berarti harus berkorban dan kehilangan sesuatu, atau kelihatannya merugi. Benarkah demikian?
Seorang petani menanam padi atau sayuran. Pada saat bersamaan tumbuh pula rumput atau ilalang di sawah atau ladang tersebut. Namun andaikan petani itu menanam rumput ia tidak akan pernah mendapati padi atau sayuran turut tumbuh di sana. Demikian pula dalam kehidupan ini. Ketika kita melakukan perbuatan baik terkadang hal-hal buruk malah menyertai, entah itu berupa hinaan, cercaan, cibiran, fitnahan dari orang lain. Jika demikian haruskah kita berhenti berbuat baik ketika orang lain tidak membalas kebaikan kita? Kalau kita berbuat baik hanya sekedar untuk membalas kebaikan orang lain, atau dengan tujuan mendapatkan balasan yang sama, apalah artinya... "Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun berbuat demikian." (Lukas 6:33); dan jangan pula kita berbuat baik karena suatu tendensi atau motivasi yang tidak benar. Rasul Paulus menasihati, "Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah." (Galatia 6:9).
Jadi tidak ada istilah 'rugi atau buntung' ketika kita melakukan perbuatan baik kepada orang lain, sebab pada saatnya kita akan menuai. Ada tertulis: "Orang yang murah hati berbuat baik kepada diri sendiri," (Amsal 11:17). Sebagai orang percaya, berbuat baik adalah suatu keharusan, buah dari keselamatan yang telah kita terima, dan merupakan bukti kita memiliki iman yang hidup!
"Barangsiapa berbuat baik, ia berasal dari Allah, tetapi barangsiapa berbuat jahat, ia tidak pernah melihat Allah." 3 Yohanes 1:11b
Subscribe to:
Posts (Atom)