Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Juni 2015
Baca: Ayub 42:7-17
"Lalu TUHAN memulihkan keadaan Ayub, setelah ia meminta doa untuk
sahabat-sahabatnya, dan TUHAN memberikan kepada Ayub dua kali lipat dari
segala kepunyaannya dahulu." Ayub 42:10
Ketika mendengar nama Ayub seringkali yang terbayang di benak kita adalah kisah hidupnya yang penuh penderitaan. Pencobaan demi pencobaan datang secara beruntun dalam kehidupan Ayub: 10 anaknya mati, harta bendanya ludes, dihujat oleh isteri dan ia sendiri mengalami sakit yang begitu parah. Jika seseorang berada di posisi Ayub kemungkinan besar ia tidak akan sanggup lagi menjalani hidupnya.
Karena beratnya penderitaan yang harus ditanggung, apakah bisa dikatakan bahwa Ayub adalah orang yang gagal? Atau orang yang awalnya sukses, "...yang terkaya dari semua orang di sebelah timur." (Ayub 1:3), namun kemudian mengalami kemerosotan dan akhirnya hancur? Bukankah terhadap orang yang hidup benar firman-Nya berjanji: "TUHAN akan mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan menjadi ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun," (Ulangan 28:13)? Jika kita langsung menyimpulkan Ayub adalah orang yang gagal, itu salah besar! Adakah orang yang tidak pernah gagal dalam hidupnya? Orang yang sukses sekalipun adalah orang yang pernah gagal, bukan hanya satu dua kali, bahkan mungkin berkali-kali, tapi mereka tidak pernah menyerah, melainkan mau belajar dari kegagalan tersebut dan menjadikan itu sebagai pelajaran berharga sekaligus cambuk untuk bangkit dan berjuang lebih keras lagi. Meski harus mengalami penderitaan yang bertubi-tubi Ayub mampu bertahan dan imannya kepada Tuhan tidak menjadi luntur, terbukti ia masih bisa berkata, "Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas." (Ayub 23:10). Ayub sangat percaya hal ini: "...Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal." (Ayub 42:2).
Mungkin saat ini keadaan Saudara sedang terpuruk, jangan terus merenungi nasib dan putus asa dengan berkata, "Nasi sudah menjadi bubur". Bawalah semua persoalan Saudara kepada Tuhan, di dalam Dia pasti ada pertolongan dan jalan keluar.
Bagi orang yang menaruh pengharapan kepada Tuhan, "...masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang." Amsal 23:18
Wednesday, June 24, 2015
Tuesday, June 23, 2015
PEREMPUAN MELAYANI TUHAN? WHY NOT?
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Juni 2015
Baca: Lukas 8:1-3
"Perempuan-perempuan ini melayani rombongan itu dengan kekayaan mereka." Lukas 8:3b
Apakah perempuan boleh melayani Tuhan? Tentu saja boleh. Tuhan yang kita sembah sangat baik dan tidak pernah membeda-bedakan umat-Nya. Semua orang adalah sama di hadapan Tuhan. Dalam hal memberi karunia dan talenta Tuhan juga tidak pernah pilih-pilih. Oleh karena itu Tuhan bisa memakai siapa saja untuk menjadi partner kerja-Nya, mengerjakan pekerjaan-Nya asal mereka memiliki hati yang tulus dan hidup yang berkenan kepada-Nya, karena "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7b).
Di masa pelayanan Yesus di bumi sudah ada perempuan-perempuan yang turut terlibat pelayanan: Maria Magdalena, Yohana isteri Khuza bendahara Herodes, Susana dan lain-lainnya. Bahkan di saat-saat terakhir Yesus disalibkan, ketika murid-murid-Nya meninggalkan Dia karena takut, justru "...ada di situ banyak perempuan yang melihat dari jauh, yaitu perempuan-perempuan yang mengikuti Yesus dari Galilea untuk melayani Dia." (Matius 27:55); juga yang pertama kali menjenguk kubur Yesus adalah para perempuan (Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus dan Salome). Apa yang mendorong mereka melayani Tuhan? Kasih Tuhan dalam hidup mereka, seperti disembuhkan dari penyakit dan dibebaskan oleh roh-roh jahat (Lukas 8:2). Mereka pun bertekad mempersembahkan hidupnya bagi Tuhan sebagai perwujudan syukur "...demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati." (Roma 12:1).
Ketika menyadari kasih dan anugerah Tuhan dalam hidupnya seseorang akan terdorong untuk melayani Tuhan dengan sepenuh hati dan dengan roh yang menyala-nyala. Bahkan perempuan-perempuan itu rela berkorban materi untuk mendukung pekerjaan Tuhan, rindu menjadi saluran berkat bagi orang lain. Mereka berkorban bukan supaya dipuji dan terkenal, tapi karena sungguh-sungguh mengasihi Tuhan.
Semua orang percaya, tanpa terkecuali, tidak mempunyai alasan untuk tidak melayani Tuhan!
Baca: Lukas 8:1-3
"Perempuan-perempuan ini melayani rombongan itu dengan kekayaan mereka." Lukas 8:3b
Apakah perempuan boleh melayani Tuhan? Tentu saja boleh. Tuhan yang kita sembah sangat baik dan tidak pernah membeda-bedakan umat-Nya. Semua orang adalah sama di hadapan Tuhan. Dalam hal memberi karunia dan talenta Tuhan juga tidak pernah pilih-pilih. Oleh karena itu Tuhan bisa memakai siapa saja untuk menjadi partner kerja-Nya, mengerjakan pekerjaan-Nya asal mereka memiliki hati yang tulus dan hidup yang berkenan kepada-Nya, karena "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7b).
Di masa pelayanan Yesus di bumi sudah ada perempuan-perempuan yang turut terlibat pelayanan: Maria Magdalena, Yohana isteri Khuza bendahara Herodes, Susana dan lain-lainnya. Bahkan di saat-saat terakhir Yesus disalibkan, ketika murid-murid-Nya meninggalkan Dia karena takut, justru "...ada di situ banyak perempuan yang melihat dari jauh, yaitu perempuan-perempuan yang mengikuti Yesus dari Galilea untuk melayani Dia." (Matius 27:55); juga yang pertama kali menjenguk kubur Yesus adalah para perempuan (Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus dan Salome). Apa yang mendorong mereka melayani Tuhan? Kasih Tuhan dalam hidup mereka, seperti disembuhkan dari penyakit dan dibebaskan oleh roh-roh jahat (Lukas 8:2). Mereka pun bertekad mempersembahkan hidupnya bagi Tuhan sebagai perwujudan syukur "...demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati." (Roma 12:1).
Ketika menyadari kasih dan anugerah Tuhan dalam hidupnya seseorang akan terdorong untuk melayani Tuhan dengan sepenuh hati dan dengan roh yang menyala-nyala. Bahkan perempuan-perempuan itu rela berkorban materi untuk mendukung pekerjaan Tuhan, rindu menjadi saluran berkat bagi orang lain. Mereka berkorban bukan supaya dipuji dan terkenal, tapi karena sungguh-sungguh mengasihi Tuhan.
Semua orang percaya, tanpa terkecuali, tidak mempunyai alasan untuk tidak melayani Tuhan!
Subscribe to:
Posts (Atom)