Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Juni 2015
Baca: Ulangan 1:19-33
"Ketahuilah, TUHAN, Allahmu, telah menyerahkan negeri itu kepadamu.
Majulah, dudukilah, seperti yang difirmankan kepadamu oleh TUHAN, Allah
nenek moyangmu. Janganlah takut dan janganlah patah hati." Ulangan 1:21
Ketika bangsa Israel mengalami penindasan di Mesir Tuhan memperhatikan mereka. "Aku telah memperhatikan dengan sungguh kesengsaraan umat-Ku di tanah
Mesir, dan Aku telah mendengar seruan mereka yang disebabkan oleh
pengerah-pengerah mereka, ya, Aku mengetahui penderitaan mereka." (Keluaran 3:7).
Untuk itulah Tuhan memanggil Musa untuk memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir dan Ia telah menyediakan "...suatu negeri yang baik dan luas, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu
dan madunya, ke tempat orang Kanaan, orang Het, orang Amori, orang
Feris, orang Hewi dan orang Yebus." (Keluaran 3:8). Namun sebelum mencapai Tanah Perjanjian, Tuhan mengijinkan umat Israel menempuh perjalanan di padang gurun sebagai bagian dari proses pendewasaan iman. Saat dalam proses inilah umat Israel tidak pernah berhenti mengeluh dan bersungut-sungut, meski Tuhan sudah menyediakan segala kebutuhan mereka dan menyatakan mujizat-Nya.
Suatu ketika umat Israel sudah berada di posisi yang strategis dan siap memasuki Tanah Perjanjian. "Kamu sudah sampai ke pegunungan orang Amori, yang diberikan kepada kita oleh TUHAN, Allah kita." (Ulangan 1:20). Untuk menyelidiki negeri itu Musa mengutus 12 orang (perwakilan 12 suku) mendahului mereka. Setelah 40 hari melakukan pengintaian kembalilah mereka untuk memberikan laporan. Sepuluh pengintai memberikan laporan yang menunjukkan sikap pesimistis: "...bangsa yang diam di negeri itu kuat-kuat dan kota-kotanya berkubu dan
sangat besar, juga keturunan Enak telah kami lihat di sana... Negeri yang telah kami lalui untuk diintai adalah suatu negeri yang
memakan penduduknya, dan semua orang yang kami lihat di sana adalah
orang-orang yang tinggi-tinggi perawakannya. Juga kami lihat di sana orang-orang raksasa, orang Enak yang berasal
dari orang-orang raksasa, dan kami lihat diri kami seperti belalang, dan
demikian juga mereka terhadap kami." (Bilangan 13:28, 32, 33).
Selama fokus kita hanya tertuju kepada apa yang tampak secara kasat mata, kita akan mudah lemah dan putus asa!
Monday, June 15, 2015
Sunday, June 14, 2015
JANGAN SUKA BOHONG!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Juni 2015
Baca: Mazmur 34:1-23
"Jagalah lidahmu terhadap yang jahat dan bibirmu terhadap ucapan-ucapan yang menipu;" Mazmur 34:14
Berbohong atau berdusta adalah satu dari sekian banyak kesalahan atau pelanggaran yang hampir semua orang pernah melakukannya. Bahkan hal berbohong atau berdusta ini seringkali dianggap sebagai sesuatu yang sepele, lumrah dan dianggap sebagai kesalahan yang manusiawi. Benarkah demikian? Ketahuilah bahwa berkata bohong atau dusta (tidak benar) bukanlah perkara yang bisa ditoleransi karena hal itu merupakan dosa.
Berbohong atau berdusta adalah perbuatan yang bertentangan dengan firman Tuhan. Bohong atau dusta adalah salah satu dosa lidah yang sangat berbahaya dan harus dibuang jauh-jauh dari kehidupan orang percaya. Alkitab mencatat bahwa bohong atau dusta adalah satu di antara tujuh perkara yang sangat dibenci oleh Tuhan. "Enam perkara ini yang dibenci TUHAN, bahkan, tujuh perkara yang menjadi kekejian bagi hati-Nya: mata sombong, lidah dusta, tangan yang menumpahkan darah orang yang tidak bersalah, hati yang membuat rencana-rencana yang jahat, kaki yang segera lari menuju kejahatan, seorang saksi dusta yang menyembur-nyemburkan kebohongan dan yang menimbulkan pertengkaran saudara." (Amsal 6:16-19). Bohong atau dusta sumbernya dari Iblis, karena Iblis adalah pendusta dan bapa segala dusta (baca Yohanes 8:44). Maka jika ada orang yang suka sekali berbohong atau berdusta, siapa bapanya? Bila kita tidak mau disebut sebagai anak-anak Iblis maka kita harus berhenti berkata bohong atau dusta.
Sebagai orang percaya kita harus bisa menjaga lidah kita dari ucapan-ucapan yang menipu; jika tidak, kita bukan hanya akan menjadi batu sandungan bagi orang lain, tapi juga mempermalukan nama Tuhan. Terlebih-lebih jika kebiasaan berbohong itu dilakukan oleh mereka yang sudah terlibat dalam pelayanan, apa kata dunia? Berhati-hatilah! Bohong atau dusta adalah dosa yang mengikat. Sekali orang berani berbohong ia akan cenderung untuk terus berbohong, dan akhirnya bisa menjadi suatu kebiasaan.
"Siapa yang mau mencintai hidup dan mau melihat hari-hari baik, ia harus menjaga lidahnya terhadap yang jahat dan bibirnya terhadap ucapan-ucapan yang menipu." 1 Petrus 3:10
Baca: Mazmur 34:1-23
"Jagalah lidahmu terhadap yang jahat dan bibirmu terhadap ucapan-ucapan yang menipu;" Mazmur 34:14
Berbohong atau berdusta adalah satu dari sekian banyak kesalahan atau pelanggaran yang hampir semua orang pernah melakukannya. Bahkan hal berbohong atau berdusta ini seringkali dianggap sebagai sesuatu yang sepele, lumrah dan dianggap sebagai kesalahan yang manusiawi. Benarkah demikian? Ketahuilah bahwa berkata bohong atau dusta (tidak benar) bukanlah perkara yang bisa ditoleransi karena hal itu merupakan dosa.
Berbohong atau berdusta adalah perbuatan yang bertentangan dengan firman Tuhan. Bohong atau dusta adalah salah satu dosa lidah yang sangat berbahaya dan harus dibuang jauh-jauh dari kehidupan orang percaya. Alkitab mencatat bahwa bohong atau dusta adalah satu di antara tujuh perkara yang sangat dibenci oleh Tuhan. "Enam perkara ini yang dibenci TUHAN, bahkan, tujuh perkara yang menjadi kekejian bagi hati-Nya: mata sombong, lidah dusta, tangan yang menumpahkan darah orang yang tidak bersalah, hati yang membuat rencana-rencana yang jahat, kaki yang segera lari menuju kejahatan, seorang saksi dusta yang menyembur-nyemburkan kebohongan dan yang menimbulkan pertengkaran saudara." (Amsal 6:16-19). Bohong atau dusta sumbernya dari Iblis, karena Iblis adalah pendusta dan bapa segala dusta (baca Yohanes 8:44). Maka jika ada orang yang suka sekali berbohong atau berdusta, siapa bapanya? Bila kita tidak mau disebut sebagai anak-anak Iblis maka kita harus berhenti berkata bohong atau dusta.
Sebagai orang percaya kita harus bisa menjaga lidah kita dari ucapan-ucapan yang menipu; jika tidak, kita bukan hanya akan menjadi batu sandungan bagi orang lain, tapi juga mempermalukan nama Tuhan. Terlebih-lebih jika kebiasaan berbohong itu dilakukan oleh mereka yang sudah terlibat dalam pelayanan, apa kata dunia? Berhati-hatilah! Bohong atau dusta adalah dosa yang mengikat. Sekali orang berani berbohong ia akan cenderung untuk terus berbohong, dan akhirnya bisa menjadi suatu kebiasaan.
"Siapa yang mau mencintai hidup dan mau melihat hari-hari baik, ia harus menjaga lidahnya terhadap yang jahat dan bibirnya terhadap ucapan-ucapan yang menipu." 1 Petrus 3:10
Subscribe to:
Posts (Atom)