Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Mei 2015
Baca: Kejadian 41:37-57
"Engkaulah menjadi kuasa atas istanaku, dan kepada perintahmu seluruh
rakyatku akan taat; hanya takhta inilah kelebihanku dari padamu." Kejadian 41:40
Rencana Tuhan bagi kehidupan Yusuf diawali-Nya dengan memberinya mimpi mengenai masa depannya. Tetapi Tuhan tidak ingin impian yang besar itu terkontaminasi dengan ambisi pribadi Yusuf. Itu sangat berbahaya!
Karena itulah Tuhan mengijinkan proses demi proses yang secara daging sangat menyakitkan terjadi dalam kehidupannya: dimasukkan ke dalam sumur oleh saudara-saudaranya dan dijual untuk dijadikan budak orang Mesir (Kejadian 37:12-36); saat berada di rumah Potifar harus mengalami fitnahan dari isteri Potifar sampai dijebloskan ke dalam penjara (Kejadian 39:1-23); akhirnya Yusuf 'lulus' dalam setiap ujian yang harus dijalani dan Tuhan pun "...membuat segala sesuatu indah pada waktunya," (Pengkotbah 3:11), sehingga hidup Yusuf dipulihkan dan dimuliakan, diangkat menjadi orang kedua dalam pemerintahan Firaun di negeri Mesir (Kejadian 41:40-43). Proses yang harus dijalani Yusuf bukanlah waktu yang singkat, ia harus mengalaminya selama 13 tahun sampai akhirnya mimpi itu tergenapi.
Yang patut kita teladani dari Yusuf: ketika mengalami 'peremukan' lewat berbagai ujian dan penderitaan Yusuf tidak berputus asa, ia terus membangun imannya, senantiasa mengandalkan Tuhan dan hidup berkenan kepada Tuhan. Pada saat mengalami ujian dan penderitaan ini sesungguhnya Tuhan sedang meremukkan segala ego, mematikan segala kedagingan dan juga ambisi pribadi yang mungkin timbul dalam diri Yusuf setelah memperoleh mimpi tersebut, sehingga ia bisa belajar untuk bergantung sepenuhnya kepada Tuhan dan tidak lagi mengandalkan kekuatannya sendiri. "Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya." (Efesus 2:10). Karena kita adalah buatan tangan Allah sendiri, maka seberat apa pun proses pembentukan yang kita jalani takkan membuat kita hancur berkeping-keping, melainkan semakin dimurnikan dan akhirnya akan timbul seperti emas! "Karena Dialah yang melukai, tetapi juga yang membebat;" (Ayub 5:18).
Proses diijinkan Tuhan supaya kita benar-benar bergantung kepada-Nya, mau menanggalkan manusia lama dan tidak lagi dikuasai oleh ambisi pribadi!
Friday, May 29, 2015
Thursday, May 28, 2015
AMBISI PRIBADI: Sangat Berbahaya!
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Mei 2015
Baca: Kejadian 37:1-11
"Pada suatu kali bermimpilah Yusuf, lalu mimpinya itu diceritakannya kepada saudara-saudaranya; sebab itulah mereka lebih benci lagi kepadanya." Kejadian 37:5
Setiap orang pasti memiliki suatu keinginan, hasrat, harapan atau cita-cita yang hendak dicapai dalam hidupnya. Keinginan besar atau hasrat yang besar dan kuat disebut ambisi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ambisi memiliki arti keinginan yang besar untuk memperoleh atau menjadi sesuatu, keinginan yang besar untuk berbuat sesuatu.
Ambisi menjadi suatu dorongan dalam diri seseorang yang memacu dia untuk mengerjakan sesuatu dengan hasil yang baik dengan tujuan yang ingin ditempuh. Dengan memiliki ambisi, seseorang akan lebih termotivasi dan bersemangat dalam menjalani hidup karena ada sasaran yang hendak dicapai. Ambisi atau keinginan yang kuat akan semakin lengkap dan berpeluang besar untuk menjadi kenyataan jika disertai dengan iman dengan mengandalkan Tuhan dan melibatkan Dia dalam setiap kehendak dan rencana kita. Namun jika ambisi tersebut diseertai dengan motivasi terselubung yang berpusat pada diri sendiri, maka biasanya ambisi itu berjalan melawan arah dengan kehendak dan rencana Tuhan: seperti ambisi untuk mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya, mencari keuntungan bagi diri sendiri, mencari hormat dan pujian bagi diri sendiri dan sebagainya; ambisi ini sudah mengarah kepada kesombongan! Pada dasarnya memiliki ambisi itu sangat baik selama masih bisa dikendalikan dengan baik pula, namun jika tidak mampu mengendalikannya, ambisi tersebut akan menimbulkan sikap ambisius yang negatif.
Yusuf adalah anak yang sangat dikasihi oleh ayahnya dan juga beroleh kepercayaan untuk mengawasi saudaranya yang lain. Suatu ketika Yusuf beroleh mimpi dari Tuhan dan ia menceritakan mimpinya itu kepada saudara-saudaranya, "Coba dengarkan mimpi yang kumimpikan ini: Tampak kita sedang di ladang mengikat berkas-berkas gandum, lalu bangkitlah berkasku dan tegak berdiri; kemudian datanglah berkas-berkas kamu sekalian mengelilingi dan sujud menyembah kepada berkasku itu." (Kejadian 37:6-7). Yusuf menceritakan pula tentang mimpinya yang lain, "Aku bermimpi pula: Tampak matahari, bulan dan sebelas bintang sujud menyembah kepadaku." (Kejadian 37:9b).
Karena mimpi itu saudara-saudara Yusuf sangat membencinya karena menganggap ia ambisus, bahkan ayahnya pun sempat menegornya!
Baca: Kejadian 37:1-11
"Pada suatu kali bermimpilah Yusuf, lalu mimpinya itu diceritakannya kepada saudara-saudaranya; sebab itulah mereka lebih benci lagi kepadanya." Kejadian 37:5
Setiap orang pasti memiliki suatu keinginan, hasrat, harapan atau cita-cita yang hendak dicapai dalam hidupnya. Keinginan besar atau hasrat yang besar dan kuat disebut ambisi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ambisi memiliki arti keinginan yang besar untuk memperoleh atau menjadi sesuatu, keinginan yang besar untuk berbuat sesuatu.
Ambisi menjadi suatu dorongan dalam diri seseorang yang memacu dia untuk mengerjakan sesuatu dengan hasil yang baik dengan tujuan yang ingin ditempuh. Dengan memiliki ambisi, seseorang akan lebih termotivasi dan bersemangat dalam menjalani hidup karena ada sasaran yang hendak dicapai. Ambisi atau keinginan yang kuat akan semakin lengkap dan berpeluang besar untuk menjadi kenyataan jika disertai dengan iman dengan mengandalkan Tuhan dan melibatkan Dia dalam setiap kehendak dan rencana kita. Namun jika ambisi tersebut diseertai dengan motivasi terselubung yang berpusat pada diri sendiri, maka biasanya ambisi itu berjalan melawan arah dengan kehendak dan rencana Tuhan: seperti ambisi untuk mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya, mencari keuntungan bagi diri sendiri, mencari hormat dan pujian bagi diri sendiri dan sebagainya; ambisi ini sudah mengarah kepada kesombongan! Pada dasarnya memiliki ambisi itu sangat baik selama masih bisa dikendalikan dengan baik pula, namun jika tidak mampu mengendalikannya, ambisi tersebut akan menimbulkan sikap ambisius yang negatif.
Yusuf adalah anak yang sangat dikasihi oleh ayahnya dan juga beroleh kepercayaan untuk mengawasi saudaranya yang lain. Suatu ketika Yusuf beroleh mimpi dari Tuhan dan ia menceritakan mimpinya itu kepada saudara-saudaranya, "Coba dengarkan mimpi yang kumimpikan ini: Tampak kita sedang di ladang mengikat berkas-berkas gandum, lalu bangkitlah berkasku dan tegak berdiri; kemudian datanglah berkas-berkas kamu sekalian mengelilingi dan sujud menyembah kepada berkasku itu." (Kejadian 37:6-7). Yusuf menceritakan pula tentang mimpinya yang lain, "Aku bermimpi pula: Tampak matahari, bulan dan sebelas bintang sujud menyembah kepadaku." (Kejadian 37:9b).
Karena mimpi itu saudara-saudara Yusuf sangat membencinya karena menganggap ia ambisus, bahkan ayahnya pun sempat menegornya!
Subscribe to:
Posts (Atom)