Tuesday, April 28, 2015

GEREJA: Tempat Untuk Bertumbuh

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 April 2015

Baca:  Efesus 4:1-16

"Dari pada-Nyalah seluruh tubuh, --yang rapih tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota--menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih."  Efesus 4:16

Bayi yang baru lahir akan bertumbuh dan berada dalam sebuah keluarga baru yang terdiri dari ayah, ibu dan anak.  Demikian pula Tuhan menempatkan setiap orang yang  'lahir baru'  berada dalam satu keluarga rohani yang secara bersama-sama hidup dalam sebuah persekutuan yang karib, saling berkomitmen dan bertumbuh bersama di dalam Tuhan dengan menempatkan Kristus dan ajaran-Nya sebagai teladan utama.  Di dalam gereja yang berfungsi keluarga inilah terjadi proses  'saling'  guna terwujudnya keluarga yang utuh dan sempurna.

     Agar kita mengalami pertumbuhan rohani yang sehat tidak ada jalan lain selain kita harus berada dalam suatu keluarga, dengan cara bergabung dan tertanam dalam gereja lokal sebagai tempat mempraktekkan gaya hidup sorgawi secara efektif, kontinyu dan konsisten.  Di gereja lokal inilah kita mengalami Kristus bersama-sama, membangun hubungan dengan dasar kasih Tuhan, terikat komitmen dan dapat berperan sebagaimana mestinya.  "Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah, yang dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru. Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapih tersusun, menjadi bait Allah yang kudus, di dalam Tuhan. Di dalam Dia kamu juga turut dibangunkan menjadi tempat kediaman Allah, di dalam Roh."  (Efesus 2:19-22).

     Namun banyak orang Kristen tidak mau tertanam di gereja lokal sehingga keberadaan mereka tidak lebih dari seorang simpatisan, suka sekali berpindah-pindah gereja dan hunting pengkhotbah sesuai dengan selera hati.  Karena suka berpindah-pindah akhirnya mereka tidak punya komitmen apa pun.  Padahal dalam sebuah keluarga ada rasa saling:  saling mengasihi, saling melayani, saling memperhatikan, saling menopang, saling menguatkan, saling menghibur dan sebagainya.

Jika kita tidak mau memiliki komitmen dan tertanam di sebuah gereja lokal sebagai bagian dari keluarga, sampai kapan pun kita tidak akan bertumbuh!

Monday, April 27, 2015

KELUARGA: Nasihat Dan Keteladanan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 April 2015

Baca:  Amsal 4:1-27

"Hai anakku, perhatikanlah perkataanku, arahkanlah telingamu kepada ucapanku;"  Amsal 4:20

Timotius adalah salah satu tokoh muda di dalam Alkitab yang memiliki kualitas hidup rohani yang mumpuni sebagai dampak dari keteladanan keluarga yang sangat mengasihi Tuhan.  Karena kesetiaan dan ketekunannya yang teruji Timotius beroleh kepercayaan mengerjakan tugas-tugas pelayanan yang jauh lebih besar dan menjadi rekan kerja Paulus di ladang Tuhan.  Kualitas hidup Timotius tidak terbentuk secara kebetulan atau terjadi secara instan, tetapi karena benih iman yang ditanam keluarganya.  Rasul Paulus berkata,  "Sebab aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku yakin hidup juga di dalam dirimu."  (2 Timotius 1:5).

     Selain bertanggung jawab memenuhi kebutuhan jasmani anak-anaknya, orangtua juga harus mampu menjalankan perannya menjadi teladan dalam kerohanian dan membawa anak-anaknya mengasihi Tuhan.  Memang bukan perkara mudah bagi orangtua menanamkan benih iman kepada anak-anak apabila orangtua gagal memberikan teladan hidup yang benar dalam kesehariannya.  Perbuatan yang terlihat secara nyata dari orangtua itu jauh lebih bermakna daripada nasihat, sekalipun nasihat itu disusun dalam kalimat yang indah seindah puisi para pujangga, sebab seorang anak memiliki kecenderungan meniru polah tingkah orangtuanya atau terkondisi melakukan hal-hal yang dialami, terlihat dan yang terjadi.  Semisal orangtua menyuruh anaknya rajin berdoa dan baca Alkitab, sementara orangtua jarang sekali berdoa dan baca Alkitab, hal itu bisa menjadi bumerang.  Ketika orangtua menghendaki anaknya aktif beribadah dan terlibat pelayanan, sedangkan orangtua sibuk terus dengan urusan pekerjaannya dan sama sekali tidak peduli terhadap perkara-perkara rohani, kemungkinan besar perintah tersebut dianggap angin lalu.  Ketika orangtua mengajar anaknya supaya mereka memiliki kasih, tapi hampir setiap hari mereka melihat dengan mata kepala sendiri orangtua ribut, mudah sekali marah, bersikap kasar dan sebagainya, maka pengaruh orangtua terhadap anak pun akan menjadi pudar.  Harus ada keselarasan antara nasihat dan perbuatan!

Tanpa keteladanan hidup semua nasihat dan ajaran menjadi kurang berfaedah!