Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 April 2015
Baca: Mazmur 57:1-12
"Aku terbaring di tengah-tengah singa yang suka menerkam anak-anak
manusia, yang giginya laksana tombak dan panah, dan lidahnya laksana
pedang tajam." Mazmur 57:5
Tak bisa dibayangkan bagaimana perasaan Daud saat berada di tengah-tengah orang yang bermasalah meski ia juga mengalami masalah yang berat pula. Namun Daud tidak komplain atau marah kepada Tuhan, ia tetap memandang Tuhan dan berseru kepada-Nya karena sadar tidak ada pribadi yang lain yang sanggup menolongnya selain Allah. "Kasihanilah aku, ya Allah, kasihanilah aku, sebab kepada-Mulah jiwaku
berlindung; dalam naungan sayap-Mu aku akan berlindung, sampai berlalu
penghancuran itu." (Mazmur 57:2).
Kalau kita berada di posisi Daud mungkin kita akan semakin stres dan sulit untuk mengucap syukur. Namun saat berada di dalam gua Adulam inilah Daud menumpahkan carut-marut perasaannya, karena itulah Daud terus membangun imannya dengan bermazmur dan menaikkan puji-pujian bagi Tuhan. "Hatiku siap, ya Allah, hatiku siap; aku mau menyanyi, aku mau bermazmur. Bangunlah, hai jiwaku, bangunlah, hai gambus dan kecapi, aku mau membangunkan fajar!" (Mazmur 57:8-9). Ia percaya di mana ada pujian bagi Tuhan di situ pasti ada lawatan Roh Tuhan, sebab "...Engkaulah Yang Kudus yang bersemayam di atas puji-pujian orang Israel." (Mazmur 22:4). Ketika berada di gua Adulam Daud tetap membangun cara hidup sebagaimana yang biasa dilakukannya setiap hari, yaitu bersekutu dan memuji Tuhan sehingga Roh Tuhan mengurapinya. Karena Roh Tuhan ada padanya, keberadaan Daud akhirnya membawa dampak yang luar biasa terhadap orang-orang yang ada di sekitarnya. Terbukti "...ia menjadi pemimpin mereka." (1 Samuel 22:2), artinya karena urapan Roh Tuhan semua orang yang berada di dalam gua Adulam mendukung dan mengangkat Daud menjadi pemimpin atas mereka. Daud beroleh kepercayaan karena ia telah menunjukkan keteladanan hidup.
Nasihat yang sama juga disampaikan rasul Paulus kepada Timotius, "Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah
teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah
lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12).
Hidup kita pasti akan berdampak bagi orang lain jika kita terlebih dahulu memberikan teladan hidup!
Friday, April 17, 2015
Thursday, April 16, 2015
DI GUA ADULAM
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 April 2015
Baca: 1 Samuel 22:1-5
"Lalu Daud pergi dari sana dan melarikan diri ke gua Adulam." 1 Samuel 22:1a
Dalam keadaan tertekan, takut dan sangat frustasi oleh karena intimidasi Saul yang mengejarnya dan berkeinginan untuk membunuhnya, Daud pun melarikan diri dan sampailah ia ke gua Adulam. Kata Adulam memiliki arti tempat yang tertutup. Di kala itu, gua menjadi tempat persembunyian paling favorit bagi orang-orang yang bermasalah seperti buronan, penjahat, perampok, preman atau yang sering disebut sebagai 'sampah' masyarakat. Saat berada di dalam gua Adulam inilah Daud bertemu dengan orang-orang "...yang dalam kesukaran, setiap orang yang dikejar-kejar tukang piutang, setiap orang yang sakit hati," (1 Samuel 22:2). Artinya di dalam gua tersebut berkumpullah orang-orang yang senasib, sama-sama mengalami frustasi, kepahitan, sakit hati dan luka-luka batin lainnya yang jumlahnya ada kira-kira empat ratus orang.
Mengapa mereka memilih untuk bersembunyi ke dalam gua? Karena letak gua berada di lereng bukit yang sangat terjal dan sulit dijangkau oleh siapa pun. Mungkin keadaan kita saat ini tidak jauh berbeda dengan orang-orang yang ada di dalam gua Adulam. Kita frustasi karena masalah-masalah berat yang kita hadapi: kita diremehkan, diabaikan dan tidak dianggap oleh orang lain. Atau mungkin kita memiliki masa lalu yang sangat kelam dan dosa-dosa kita setinggi langit sehingga kita merasa diri tidak berharga, tidak layak dan tidak pantas, baik itu dihadapan manusia, terlebih lagi di hadapan Tuhan. Kita berpikir mustahil hidup kita dipulihkan, mustahil Tuhan mengampuni dosa-dosa kita, mustahil Tuhan mau memakai hidup kita untuk menjadi alat-Nya.
Secara manusia mungkin kita tidak lagi punya masa depan dan pengharapan, tapi Alkitab menegaskan bahwa bagi orang percaya "... bukan dari timur atau dari barat dan bukan dari padang gurun datangnya peninggian itu, tetapi Allah adalah Hakim: direndahkan-Nya yang satu dan ditinggikan-Nya yang lain." (Mazmur 75:7). Seburuk apa pun keadaan kita Tuhan sanggup mengubahnya asal kita mau bangkit dari keterpurukan, datang kepada Tuhan dan bertobat dengan sungguh!
Berdiam dirilah di 'gua Adulam', tempat tertutup dan tidak terjangkau oleh orang lain, di situlah kesempatan kita merefleksi diri dan mencari Tuhan!
Baca: 1 Samuel 22:1-5
"Lalu Daud pergi dari sana dan melarikan diri ke gua Adulam." 1 Samuel 22:1a
Dalam keadaan tertekan, takut dan sangat frustasi oleh karena intimidasi Saul yang mengejarnya dan berkeinginan untuk membunuhnya, Daud pun melarikan diri dan sampailah ia ke gua Adulam. Kata Adulam memiliki arti tempat yang tertutup. Di kala itu, gua menjadi tempat persembunyian paling favorit bagi orang-orang yang bermasalah seperti buronan, penjahat, perampok, preman atau yang sering disebut sebagai 'sampah' masyarakat. Saat berada di dalam gua Adulam inilah Daud bertemu dengan orang-orang "...yang dalam kesukaran, setiap orang yang dikejar-kejar tukang piutang, setiap orang yang sakit hati," (1 Samuel 22:2). Artinya di dalam gua tersebut berkumpullah orang-orang yang senasib, sama-sama mengalami frustasi, kepahitan, sakit hati dan luka-luka batin lainnya yang jumlahnya ada kira-kira empat ratus orang.
Mengapa mereka memilih untuk bersembunyi ke dalam gua? Karena letak gua berada di lereng bukit yang sangat terjal dan sulit dijangkau oleh siapa pun. Mungkin keadaan kita saat ini tidak jauh berbeda dengan orang-orang yang ada di dalam gua Adulam. Kita frustasi karena masalah-masalah berat yang kita hadapi: kita diremehkan, diabaikan dan tidak dianggap oleh orang lain. Atau mungkin kita memiliki masa lalu yang sangat kelam dan dosa-dosa kita setinggi langit sehingga kita merasa diri tidak berharga, tidak layak dan tidak pantas, baik itu dihadapan manusia, terlebih lagi di hadapan Tuhan. Kita berpikir mustahil hidup kita dipulihkan, mustahil Tuhan mengampuni dosa-dosa kita, mustahil Tuhan mau memakai hidup kita untuk menjadi alat-Nya.
Secara manusia mungkin kita tidak lagi punya masa depan dan pengharapan, tapi Alkitab menegaskan bahwa bagi orang percaya "... bukan dari timur atau dari barat dan bukan dari padang gurun datangnya peninggian itu, tetapi Allah adalah Hakim: direndahkan-Nya yang satu dan ditinggikan-Nya yang lain." (Mazmur 75:7). Seburuk apa pun keadaan kita Tuhan sanggup mengubahnya asal kita mau bangkit dari keterpurukan, datang kepada Tuhan dan bertobat dengan sungguh!
Berdiam dirilah di 'gua Adulam', tempat tertutup dan tidak terjangkau oleh orang lain, di situlah kesempatan kita merefleksi diri dan mencari Tuhan!
Subscribe to:
Posts (Atom)