Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 April 2015
Baca: 1 Samuel 22:1-5
"Lalu Daud pergi dari sana dan melarikan diri ke gua Adulam." 1 Samuel 22:1a
Dalam keadaan tertekan, takut dan sangat frustasi oleh karena intimidasi Saul yang mengejarnya dan berkeinginan untuk membunuhnya, Daud pun melarikan diri dan sampailah ia ke gua Adulam. Kata Adulam memiliki arti tempat yang tertutup. Di kala itu, gua menjadi tempat persembunyian paling favorit bagi orang-orang yang bermasalah seperti buronan, penjahat, perampok, preman atau yang sering disebut sebagai 'sampah' masyarakat. Saat berada di dalam gua Adulam inilah Daud bertemu dengan orang-orang "...yang dalam kesukaran, setiap orang yang dikejar-kejar tukang piutang, setiap orang yang sakit hati," (1 Samuel 22:2). Artinya di dalam gua tersebut berkumpullah orang-orang yang senasib, sama-sama mengalami frustasi, kepahitan, sakit hati dan luka-luka batin lainnya yang jumlahnya ada kira-kira empat ratus orang.
Mengapa mereka memilih untuk bersembunyi ke dalam gua? Karena letak gua berada di lereng bukit yang sangat terjal dan sulit dijangkau oleh siapa pun. Mungkin keadaan kita saat ini tidak jauh berbeda dengan orang-orang yang ada di dalam gua Adulam. Kita frustasi karena masalah-masalah berat yang kita hadapi: kita diremehkan, diabaikan dan tidak dianggap oleh orang lain. Atau mungkin kita memiliki masa lalu yang sangat kelam dan dosa-dosa kita setinggi langit sehingga kita merasa diri tidak berharga, tidak layak dan tidak pantas, baik itu dihadapan manusia, terlebih lagi di hadapan Tuhan. Kita berpikir mustahil hidup kita dipulihkan, mustahil Tuhan mengampuni dosa-dosa kita, mustahil Tuhan mau memakai hidup kita untuk menjadi alat-Nya.
Secara manusia mungkin kita tidak lagi punya masa depan dan pengharapan, tapi Alkitab menegaskan bahwa bagi orang percaya "... bukan dari timur atau dari barat dan bukan dari padang gurun datangnya peninggian itu, tetapi Allah adalah Hakim: direndahkan-Nya yang satu dan ditinggikan-Nya yang lain." (Mazmur 75:7). Seburuk apa pun keadaan kita Tuhan sanggup mengubahnya asal kita mau bangkit dari keterpurukan, datang kepada Tuhan dan bertobat dengan sungguh!
Berdiam dirilah di 'gua Adulam', tempat tertutup dan tidak terjangkau oleh orang lain, di situlah kesempatan kita merefleksi diri dan mencari Tuhan!
Thursday, April 16, 2015
Wednesday, April 15, 2015
TERBATAS MENJADI TAK TERBATAS
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 April 2015
Baca: Lukas 9:10-17
"Kamu harus memberi mereka makan!" Lukas 9:13
Selama berada di bumi waktu dan tenaga Tuhan Yesus sepenuhnya dicurahkan untuk mengerjakan tugas yang diperintahkan oleh Bapa yaitu melayani jiwa-jiwa. "...Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28). Itulah sebabnya hati Yesus selalu dipenuhi oleh kasih dan rasa belas kasihan terhadap orang lain. Di mana pun dan kapan pun berada hati Yesus senantiasa peka terhadap kebutuhan manusia. Ia tidak hanya memperhatikan kebutuhan rohani saja tapi juga sangat peduli dengan kebutuhan jasmani manusia. Seorang tokoh terkenal India, Mahatma Gandhi, pun belajar dari teladan hidup Tuhan Yesus, ia berpendapat, "Orang yang lapar hanya bisa mengerti kata-kata yang indah, setelah mereka dikenyangkan."
Menurut logika lima roti dan dua ikan itu sangat tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan jumlah orang yang mengikut Yesus, "Sebab di situ ada kira-kira lima ribu orang laki-laki." (Lukas 9:14). Namun dari keterbatasan inilah mujizat dinyatakan karena Tuhan senang membuat perkara besar dari hal-hal yang kecil, "...dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti, supaya jangan ada seorang manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah." (1 Korintus 1:28-29). Seorang janda di Sarfat pun mengalaminya, segenggam tepung dalam tempayan dan sedikit minyak dalam buli-buli sanggup dilipatgandakan Tuhan: "Tepung dalam tempayan itu tidak habis dan minyak dalam buli-buli itu tidak berkurang seperti firman TUHAN yang diucapkan-Nya dengan perantaraan Elia." (1 Raja-Raja 17:16).
Sesuatu yang kecil, sederhana dan tidak berarti jika kita letakkan di tangan Tuhan akan menjadi sesuatu yang berharga dan berkelimpahan. Karena itu jangan sekalipun meremehkan hal-hal yang kecil, sebab jika kita setia dalam perkara-perkara kecil maka perkara-perkara yang besar akan dinyatakan Tuhan bagi kita asal kita mau mempercayakan hidup kita sepenuhnya kepada Tuhan, seperti anak kecil yang rela menyerahkan lima roti dan dua ikan miliknya kepada Tuhan Yesus.
Di mana ada Tuhan Yesus di situ pasti dan mujizat dan kelimpahan!
Baca: Lukas 9:10-17
"Kamu harus memberi mereka makan!" Lukas 9:13
Selama berada di bumi waktu dan tenaga Tuhan Yesus sepenuhnya dicurahkan untuk mengerjakan tugas yang diperintahkan oleh Bapa yaitu melayani jiwa-jiwa. "...Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:28). Itulah sebabnya hati Yesus selalu dipenuhi oleh kasih dan rasa belas kasihan terhadap orang lain. Di mana pun dan kapan pun berada hati Yesus senantiasa peka terhadap kebutuhan manusia. Ia tidak hanya memperhatikan kebutuhan rohani saja tapi juga sangat peduli dengan kebutuhan jasmani manusia. Seorang tokoh terkenal India, Mahatma Gandhi, pun belajar dari teladan hidup Tuhan Yesus, ia berpendapat, "Orang yang lapar hanya bisa mengerti kata-kata yang indah, setelah mereka dikenyangkan."
Menurut logika lima roti dan dua ikan itu sangat tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan jumlah orang yang mengikut Yesus, "Sebab di situ ada kira-kira lima ribu orang laki-laki." (Lukas 9:14). Namun dari keterbatasan inilah mujizat dinyatakan karena Tuhan senang membuat perkara besar dari hal-hal yang kecil, "...dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti, supaya jangan ada seorang manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah." (1 Korintus 1:28-29). Seorang janda di Sarfat pun mengalaminya, segenggam tepung dalam tempayan dan sedikit minyak dalam buli-buli sanggup dilipatgandakan Tuhan: "Tepung dalam tempayan itu tidak habis dan minyak dalam buli-buli itu tidak berkurang seperti firman TUHAN yang diucapkan-Nya dengan perantaraan Elia." (1 Raja-Raja 17:16).
Sesuatu yang kecil, sederhana dan tidak berarti jika kita letakkan di tangan Tuhan akan menjadi sesuatu yang berharga dan berkelimpahan. Karena itu jangan sekalipun meremehkan hal-hal yang kecil, sebab jika kita setia dalam perkara-perkara kecil maka perkara-perkara yang besar akan dinyatakan Tuhan bagi kita asal kita mau mempercayakan hidup kita sepenuhnya kepada Tuhan, seperti anak kecil yang rela menyerahkan lima roti dan dua ikan miliknya kepada Tuhan Yesus.
Di mana ada Tuhan Yesus di situ pasti dan mujizat dan kelimpahan!
Subscribe to:
Posts (Atom)