Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Maret 2015
Baca: Kisah Para Rasul 27:14-26
"Tetapi tidak berapa lama kemudian turunlah dari arah pulau itu angin badai, yang disebut angin 'Timur Laut'. Kisah 27:14
Kapal Titanic adalah sebuah kapal berpenumpang supermewah milik Britania Raya yang dinahkodai oleh kapten Edward J. Smith, yang tenggelam di Samudera Atlantik Utara pada 15 April 1912 setelah menabrak gunung es pada pelayaran perdananya dari Southampton (Inggris) menuju New York City (Amerika). Akibat bencana ini ada 1.514 nyawa melayang sehingga peristiwa ini disebut sebagai bencana maritim terburuk di sepanjang sejarah. Menurut perkiraan manusia kapal ini sulit untuk bisa tenggelam sebab sudah diperlengkapi dengan teknologi supercanggih pada masa itu, namun fakta berkata lain! Dan karena begitu tragisnya, maka sejarah tenggelamnya kapal Titanic ini pun diangkat dalam sebuah film layar lebar, di mana film ini sukses besar di pasaran dan menjadi box office.
Kandasnya kapal di lautan lepas juga pernah terjadi di zaman para rasul: ada 276 orang berada dalam satu kapal yang sedang menempuh perjalanan menuju Roma, dan salah satu dari penumpang tersebut adalah rasul Paulus. Tetapi di tengah perjalanan mereka harus menghadapi serangan badai yang sangat dahsyat sehingga kapal tersebut terombang-ambing di tengah lautan karena terjangan angin sakal, bahkan selama 14 hari lamanya kapal itu terkatung-katung di tengah lautan. "...beberapa hari lamanya baik matahari maupun bintang-bintang tidak
kelihatan, dan angin badai yang dahsyat terus-menerus mengancam" (ayat 20). Ini jelas menimbulkan ketakutan yang luar biasa!
Tetapi, rasul Paulus memiliki respon yang berbeda: ia tetap kuat meski berada dalam masalah besar yang mengancam jiwa tersebut. Secara akal manusia mustahil bagi mereka untuk selamat dari malapetaka ini. Namun di tengah ketakutan hebat itu Paulus mampu menguatkan orang-orang yang ada di tengah kapal, "Tetapi sekarang, juga dalam kesukaran ini, aku menasihatkan kamu, supaya
kamu tetap bertabah hati, sebab tidak seorangpun di antara kamu yang
akan binasa, kecuali kapal ini." (Kisah 27:22). Adapun arti kata tabah adalah tabah hati terhadap segala kesukaran dan ujian yang menimpa.
Ketika diperhadapkan dengan masalah yang berat, milikilah ketabahan hati!
Tuesday, March 24, 2015
Monday, March 23, 2015
KEKUATAN MAKIN BERTAMBAH-TAMBAH (2)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Maret 2015
Baca: Mazmur 84:1-13
"Sebab TUHAN Allah adalah matahari dan perisai; kasih dan kemuliaan Ia berikan; Ia tidak menahan kebaikan dari orang yang hidup tidak bercela." Mazmur 84:12
Kita akan berjalan makin lama makin kuat apabila kita senantiasa mengandalkan Tuhan. Siapa yang Saudara andalkan dalam hidup ini? Banyak orang Kristen yang meskipun tampak setia beribadah dan melayani Tuhan tidak sepenuhnya bergantung kepada Tuhan dan mengandalkan Dia dalam segala hal. Mereka berjalan dengan kekuatan sendiri, bersandar pada pengertiannya sendiri dan menganggap diri sendiri bijak karena merasa diri kaya, hebat, pintar, populer atau berkedudukan tinggi.
Selama kita berjalan dengan kekuatan sendiri kita sedang berjalan menuju ke arah yang berlawanan dengan kehendak Tuhan. Hasilnya bisa ditebak: kita tidak akan memiliki ketenangan karena hati dikuasai rasa kuatir, takut dan cemas sehingga pada saat menemui jalan buntu kita akan mudah sekali kecewa, stres dan ujung-ujungnya kita marah dan menyalahkan Tuhan. Alkitab memperingatkan, "Celakalah orang-orang yang pergi ke Mesir minta pertolongan, yang mengandalkan kuda-kuda, yang percaya kepada keretanya yang begitu banyak, dan kepada pasukan berkuda yang begitu besar jumlahnya, tetapi tidak memandang kepada Yang Mahakudus, Allah Israel, dan tidak mencari TUHAN." (Yesaya 31:1), tetapi "Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!" (Yeremia 17:7). Kalimat berhasrat mengadakan ziarah (dalam Mazmur 84:6) berbicara tentang hati atau motivasi kita dalam beribadah kepada Tuhan. Ibadah yang berkenan kepada Tuhan adalah ibadah yang bukan sekedar menjalankan kewajiban agama atau rutinitas, melainkan karena kita mengasihi Tuhan dan rindu menyenangkan hati Tuhan. Beribadah kepada Tuhan juga berarti kita menolak segala bentuk kompromi terhadap dosa dan kejahatan.
Bila kita senantiasa berada di bait-Nya dan mengandalkan Dia, melewati perjalanan hidup seberat apapun, melewati lembah kekelaman sekalipun, tidak ada yang perlu dikuatirkan karena Tuhan selalu beserta kita: Tuhan sanggup mengubah masalah menjadi berkat, mengubah lembah air mata menjadi sukacita, "...Aku hendak membuat jalan di padang gurun dan sungai-sungai di padang belantara." (Yesaya 43:19b).
Jika Tuhan di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita? Roma 8:31
Baca: Mazmur 84:1-13
"Sebab TUHAN Allah adalah matahari dan perisai; kasih dan kemuliaan Ia berikan; Ia tidak menahan kebaikan dari orang yang hidup tidak bercela." Mazmur 84:12
Kita akan berjalan makin lama makin kuat apabila kita senantiasa mengandalkan Tuhan. Siapa yang Saudara andalkan dalam hidup ini? Banyak orang Kristen yang meskipun tampak setia beribadah dan melayani Tuhan tidak sepenuhnya bergantung kepada Tuhan dan mengandalkan Dia dalam segala hal. Mereka berjalan dengan kekuatan sendiri, bersandar pada pengertiannya sendiri dan menganggap diri sendiri bijak karena merasa diri kaya, hebat, pintar, populer atau berkedudukan tinggi.
Selama kita berjalan dengan kekuatan sendiri kita sedang berjalan menuju ke arah yang berlawanan dengan kehendak Tuhan. Hasilnya bisa ditebak: kita tidak akan memiliki ketenangan karena hati dikuasai rasa kuatir, takut dan cemas sehingga pada saat menemui jalan buntu kita akan mudah sekali kecewa, stres dan ujung-ujungnya kita marah dan menyalahkan Tuhan. Alkitab memperingatkan, "Celakalah orang-orang yang pergi ke Mesir minta pertolongan, yang mengandalkan kuda-kuda, yang percaya kepada keretanya yang begitu banyak, dan kepada pasukan berkuda yang begitu besar jumlahnya, tetapi tidak memandang kepada Yang Mahakudus, Allah Israel, dan tidak mencari TUHAN." (Yesaya 31:1), tetapi "Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!" (Yeremia 17:7). Kalimat berhasrat mengadakan ziarah (dalam Mazmur 84:6) berbicara tentang hati atau motivasi kita dalam beribadah kepada Tuhan. Ibadah yang berkenan kepada Tuhan adalah ibadah yang bukan sekedar menjalankan kewajiban agama atau rutinitas, melainkan karena kita mengasihi Tuhan dan rindu menyenangkan hati Tuhan. Beribadah kepada Tuhan juga berarti kita menolak segala bentuk kompromi terhadap dosa dan kejahatan.
Bila kita senantiasa berada di bait-Nya dan mengandalkan Dia, melewati perjalanan hidup seberat apapun, melewati lembah kekelaman sekalipun, tidak ada yang perlu dikuatirkan karena Tuhan selalu beserta kita: Tuhan sanggup mengubah masalah menjadi berkat, mengubah lembah air mata menjadi sukacita, "...Aku hendak membuat jalan di padang gurun dan sungai-sungai di padang belantara." (Yesaya 43:19b).
Jika Tuhan di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita? Roma 8:31
Subscribe to:
Posts (Atom)