Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Maret 2015
Baca: 1 Petrus 3:8-12
"Dan akhirnya, hendaklah kamu semua seia sekata, seperasaan, mengasihi saudara-saudara, penyayang dan rendah hati," 1 Petrus 3:8
Selain sandang, pangan dan papan yang merupakan kebutuhan pokok bagi semua manusia ada kebutuhan lain yang tak kalah penting yaitu hubungan (relationship). Tuhan tidak pernah menciptakan manusia dengan tujuan supaya ia hidup sendirian dan terasing tanpa bersentuhan dengan orang lain. Karena itu manusia membutuhkan kehadiran orang lain untuk saling berinteraksi dan bersekutu.
Kata persekutuan memiliki arti dipersatukan menjadi satu, dalam kebersamaan, sekutu atau kawan sekerja. Kita bisa disebut sebagai bagian dari suatu persekutuan dan menjadi kawan sekerja apabila kita memiliki kebersamaan dan mengembangkan sikap seperti yang disampaikan oleh rasul Petrus: seia sekata, seperasaan, mengasihi, penyayang dan rendah hati (ayat nas). Intinya, kasih adalah landasan dasar terbentuknya sebuah persekutuan. Sebaliknya jika tiap-tiap orang hanya memikirkan kepentingannya sendiri, egois dan tidak punya 'hati' terhadap orang lain akan merusak dan menghancurkan sebuah persekutuan. Jadi dalam suatu persekutuan kita tidak lagi menonjolkan 'aku', melainkan 'kita' yang harus dikedepankan. Rasul Paulus memperingatkan, "Janganlah kamu berhutang apa-apa kepada siapapun juga, tetapi hendaklah
kamu saling mengasihi. Sebab barangsiapa mengasihi sesamanya manusia, ia
sudah memenuhi hukum Taurat." (Roma 13:8), sebab kasih Tuhan dalam hidup ini sungguh tak terukur "...betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus," (Efesus 3:18).
Setiap kasih yang Tuhan nyatakan selalu ada pesan yang hendak Tuhan sampaikan yaitu supaya kita mengikuti teladan-Nya dengan menyatakan kasih kepada sesama, sebagai bukti bahwa kita mengasihi Tuhan melalui ketaatan kita melakukan perintah-Nya dalam hal mengasihi. Adalah sangat berbahaya seseorang mengatakan diri sangat 'rohani' dan memiliki persekutuan yang indah dengan Tuhan, jika ia sendiri memiliki banyak masalah dalam hal persekutuan dengan sesamanya.
"Jikalau seorang berkata: 'Aku mengasihi Allah,' dan ia membenci
saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi
saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak
dilihatnya." 1 Yohanes 4:20
Sunday, March 8, 2015
Saturday, March 7, 2015
PERSEKUTUAN DENGAN SESAMA (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Maret 2015
Baca: 1 Yohanes 1:5-7
"Tetapi jika kita hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang, maka kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain, dan darah Yesus, Anak-Nya itu, menyucikan kita dari pada segala dosa." 1 Yohanes 1:7
Selain kita dipanggil untuk memiliki persekutuan yang karib dengan Tuhan, kita juga harus hidup dalam persekutuan dengan sesama. Dengan sifatnya sebagai makhluk sosial, secara natural manusia akan membentuk suatu komunitas karena setiap orang memiliki kebutuhan untuk saling berinteraksi, saling berbagi rasa, saling mencurahkan kasih sayang dan sebagainya, di mana aspek ini tidak bisa dipenuhi bila kita hidup seorang diri, melainkan melalui hubungan dan persekutuan dengan orang lain. Jadi beberapa alasan utama manusia membentuk komunitas adalah untuk keamanan, identitas dan juga kebutuhan emosional.
Adapun tanda bahwa kita memiliki persekutuan dengan sesama adalah ketika kita hidup di dalam kasih, atau mempraktekkan kasih sebagaimana yang Tuhan Yesus perintahkan, "Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi." (Yohanes 13:34-35). Rasul Paulus juga menasihatkan, "Sebab itu jadilah penurut-penurut Allah, seperti anak-anak yang kekasih dan hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah." (Efesus 5:1-2). Kehidupan kekristenan meniru ajaran dan perbuatan Allah. Jika kita mengaku anak-anak Allah maka kita harus meniru dan memiliki sifat menyerupai Allah Bapa kita agar selaras dengan keberadaan kita sebagai anak-anak-Nya. Tertulis: "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:8).
Jadi, mengasihi harus menjadi gaya hidup kita sehari-hari. Mengasihi berarti membuang semua sifat lama kita yang cenderung mementingkan diri sendiri dan mengabaikan orang lain, dan berubah menjadi pribadi yang memiliki kepedulian.
Hakekat kasih bukanlah menerima, tetapi memberi, yaitu kasih yang diwujudkan dalam sebuah tindakan nyata!
Baca: 1 Yohanes 1:5-7
"Tetapi jika kita hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang, maka kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain, dan darah Yesus, Anak-Nya itu, menyucikan kita dari pada segala dosa." 1 Yohanes 1:7
Selain kita dipanggil untuk memiliki persekutuan yang karib dengan Tuhan, kita juga harus hidup dalam persekutuan dengan sesama. Dengan sifatnya sebagai makhluk sosial, secara natural manusia akan membentuk suatu komunitas karena setiap orang memiliki kebutuhan untuk saling berinteraksi, saling berbagi rasa, saling mencurahkan kasih sayang dan sebagainya, di mana aspek ini tidak bisa dipenuhi bila kita hidup seorang diri, melainkan melalui hubungan dan persekutuan dengan orang lain. Jadi beberapa alasan utama manusia membentuk komunitas adalah untuk keamanan, identitas dan juga kebutuhan emosional.
Adapun tanda bahwa kita memiliki persekutuan dengan sesama adalah ketika kita hidup di dalam kasih, atau mempraktekkan kasih sebagaimana yang Tuhan Yesus perintahkan, "Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi." (Yohanes 13:34-35). Rasul Paulus juga menasihatkan, "Sebab itu jadilah penurut-penurut Allah, seperti anak-anak yang kekasih dan hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah." (Efesus 5:1-2). Kehidupan kekristenan meniru ajaran dan perbuatan Allah. Jika kita mengaku anak-anak Allah maka kita harus meniru dan memiliki sifat menyerupai Allah Bapa kita agar selaras dengan keberadaan kita sebagai anak-anak-Nya. Tertulis: "Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:8).
Jadi, mengasihi harus menjadi gaya hidup kita sehari-hari. Mengasihi berarti membuang semua sifat lama kita yang cenderung mementingkan diri sendiri dan mengabaikan orang lain, dan berubah menjadi pribadi yang memiliki kepedulian.
Hakekat kasih bukanlah menerima, tetapi memberi, yaitu kasih yang diwujudkan dalam sebuah tindakan nyata!
Subscribe to:
Posts (Atom)