Wednesday, February 11, 2015

BERSERU SAAT PERLU

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Februari 2015

Baca:  Mazmur 44:1-27

"Terjagalah! Mengapa Engkau tidur, ya Tuhan? Bangunlah! Janganlah membuang kami terus-menerus!"  Mazmur 44:24

Sudah menjadi sifat alamiah manusia jika dalam marabahaya, terancam, tertekan dan menemui jalan buntu akan berteriak dan berseru-seru kepada Tuhan, bahkan disertai linangan air mata dan hati hancur.  Tak jarang mereka pun langsung mengeluh, berani marah dan mempersalahkan Tuhan:  "Mengapa Engkau berdiri jauh-jauh, ya TUHAN, dan menyembunyikan diri-Mu dalam waktu-waktu kesesakan?"  (Mazmur 10:1).

     Sama seperti yang dirasakan murid-murid ketika mereka berada di tengah amukan badai, mereka berpikir mengapa Tuhan Yesus sepertinya membiarkan hal itu sementara mereka berada dalam bahaya yang besar.  Mereka pun berteriak,  "Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?"  (Markus 4:38b).  Tuhan Yesus pun menegur mereka,  "Mengapa kamu takut, kamu yang kurang percaya?"  (Matius 8:26).  Saat dalam masalah berat biasanya cepat sekali kita lupa dengan kebesaran dan kuasa Tuhan,  yang diingat-ingat hanyalah besarnya masalah, padahal Dia adalah  "...Allah semesta alam, siapakah seperti Engkau? Engkau kuat, ya TUHAN, dan kesetiaan-Mu ada di sekeliling-Mu. Engkaulah yang memerintah kecongkakan laut, pada waktu naik gelombang-gelombangnya, Engkau juga yang meredakannya."  (Mazmur 89:9-10).  Kita menjadi panik, sangat ketakutan dan iman percaya kita yang tampak berkobar-kobar pada waktu ibadah di hari Minggu sepertinya hilang begitu saja dilibas oleh besarnya masalah.  Terkadang badai dan gelombang diijinkan Tuhan terjadi untuk menguji kualitas iman percaya kita.  Akhirnya Tuhan bertindak menolong murid-murid-Nya yang ketakutan di tengah danau sebagai bukti Ia sangat mengasihi dan peduli.  Pertolongan Tuhan itu tidak pernah terlambat,  "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya,"  (Pengkotbah 3:11).

     Tidak ada alasan bagi orang percaya untuk takut dan kuatir karena kita mempunyai Tuhan yang dahsyat dan ajaib segala perbuatan-Nya.  Jangan hanya saat perlu saja kita mencari Tuhan!  Begitu persoalan beres kita pun bergegas meninggalkan Dia seperti yang diperbuat oleh sembilan orang yang sakit kusta  (baca  Lukas 17:17).

Kapan Saudara mencari Tuhan?  Saat sedang membutuhkan atau karena kerinduan?

Tuesday, February 10, 2015

BADAI: Melatih Kepekaan Rohani

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Februari 2015

Baca:  Mazmur 29:1-11

"Suara TUHAN di atas air, Allah yang mulia mengguntur, TUHAN di atas air yang besar."  Mazmur 29:3

Ketika berada di dalam badai, hal pertama yang harus kita lakukan adalah mencari tahu siapa dan apa penyebabnya.  Maka dibutuhkan sebuah kepekaan rohani.

     Bila badai terjadi karena kesalahan dan kelalaian sendiri, segeralah intropeksi diri.  Ketika ditegur Natan perihal perselingkuhannya dengan Batsyeba, yang mengakibatkan anak yang dilahirkan mati, segeralah Daud berdoa,  "Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku!"  (Mazmur 51:3-4).  Inilah yang disebut kepekaan reaktif.  Tuhan merupakan sumber kasih yang tidak pernah habis.  Asal kita datang kepada-Nya dengan hati hancur dan mengakui dengan jujur segala dosa dan kesalahan, Tuhan pasti mengampuni.  "Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah."  (Mazmur 51:19).

     Bila badai terjadi karena serangan Iblis, seperti yang dialami Ayub, tidak ada jalan lain selain harus makin melekat kepada Tuhan dan menguatkan iman percaya kita kepada-Nya.  Lawanlah Iblis dengan iman yang teguh, maka  "...Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaan-Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu,"  (1 Petrus 5:10).  Jangan sekali-kali mengandalkan kekuatan sendiri!

     Sebagai mantan nelayan seharusnya beberapa murid Tuhan tahu harus berbuat apa ketika dihantam ombak karena mereka punya pengalaman.  Ternyata pengalaman dan kepintaran manusia tak sanggup menolong.  Betapa sering kita mengabaikan Tuhan dan memilih mengatasi masalah dengan kekuatan sendiri, atau kita bersandar kepada manusia yang kita anggap sanggup menolong kita.  Hasilnya?  Banyak kali kita harus menelan pil kekecewaan.  "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!"  (Yeremia 17:5).

Badai diijinkan terjadi supaya kita peka dan berubah sehingga tidak lagi menganggap diri sendiri hebat dan kuat!