Saturday, January 10, 2015

MENGUCAP SYUKUR: Tanda Kedewasaan Rohani

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Januari 2015

Baca:  1 Tesalonika 5:12-22

"Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu."  1 Tesalonika 5:18

Mengalami masa-masa sulit adalah perkara yang tidak mudah diterima oleh banyak anak Tuhan.  Kita maunya hanya menerima yang baik-baik saja, menerima berkat Tuhan tanpa ada embel-embel masalah di belakangnya.  Ayub pun berkata kepada isterinya,  "Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?"  (Ayub 2:10).  Orang lebih mudah mengucap syukur tatkala dalam keadaan baik dan diberkati saja.  Jika keadaan sedang tidak baik rasanya sulit sekali untuk mengucap syukur.  Tuhan menghendaki kita untuk mengucap syukur dalam segala hal.  Kata dalam segala hal berarti di segala situasi:  baik atau tidak baik keadaannya, sedang krisis atau berkelimpahan, untung atau rugi, saat sehat atau sakit, berhasil atau pun gagal.  Jadi mengucap syukur bukanlah sekedar saran atau himbauan, melainkan suatu perintah atau kehendak Tuhan.  Perintah berarti harus ditaatai.

     Mengucap syukur adalah tanda kedewasaan rohani.  Seorang anak biasanya memiliki sifat manja, labil, cengeng, dan kurang sabar.  Menghadapi masalah sedikit saja atau ketika kemauannya tidak dituruti akan langsung ngambek, marah dan tidak mau makan.  Sifat kekanak-kanakan pada dasarnya adalah usaha meminta dan memaksa Tuhan untuk menuruti keinginannya.  Apakah kita mau menjadi kanak-kanak terus?  Tentunya tidak.  Kita pasti ingin mengalami pertumbuhan dari hari ke sehari hingga mencapai kedewasaan penuh.  "Ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku merasa seperti kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu."  (1 Korintus 13:11).

     Orang dewasa rohani pasti memahami apa yang menjadi kehendak Tuhan.  "Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat."  (Ibrani 5:14), sehingga sesulit apa pun keadaannya kita bisa berkata,  "Bukan kehendakku, melainkan kehendak-Mu."

Dalam segala perkara Tuhan turut bekerja, karena itu tetaplah mengucap syukur dalam segala hal!

Friday, January 9, 2015

BERSUNGUT-SUNGUT: Hal Kebutuhan Hidup

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Januari 2015

Baca:  Keluaran 16:13-36

"Tetapi Musa berkata kepada mereka: 'Inilah roti yang diberikan TUHAN kepadamu menjadi makananmu."  Keluaran 16:15b

Hal kebutuhan hidup atau urusan  'perut'  seringkali menjadi alasan banyak orang bersungut-sungut.  Mereka mengeluhkan keadaan ekonominya yang belum pulih.  Alasan makanan  (ekonomi)  ini jugalah yang membuta bangsa Israel bersungut-sungut kepada Tuhan;  dan karena sungut-sungut serta keluh kesah bangsa Israel yang begitu hebatnya inilah akhirnya Tuhan memberikan manna sebagai makanan bagi mereka.

     Manna disebut pula dengan roti dari sorga, makanan yang diberikan Tuhan kepada orang Israel selama berada di padang gurun:  "...warnanya putih seperti ketumbar dan rasanya seperti rasa kue madu."  (Keluaran 16:31).  Tuhan menurunkan manna setiap hari, kecuali pada hari Sabat, dengan maksud supaya mereka beristirahat dan menguduskan hari Tuhan.  Namun meski sudah mendapatkan cukup makanan, umat Israel tetap saja bersungut-sungut, bukan hanya kepada pemimpin mereka tapi juga kepada Tuhan.  Mereka terus membanding-bandingkan keadaan saat di Mesir,  "Kita teringat kepada ikan yang kita makan di Mesir dengan tidak bayar apa-apa, kepada mentimun dan semangka, bawang prei, bawang merah dan bawang putih. Tetapi sekarang kita kurus kering, tidak ada sesuatu apapun, kecuali manna ini saja yang kita lihat."  (Bilangan 11:5-6).

     Mungkin keadaan kita saat ini seperti berada di padang gurun dan kita pun bersikap seperti bangsa Israel yang terus bersungut-sungut kepada Tuhan, padahal kita sudah menerima  'manna'  dari sorga, gambaran dari firman Tuhan untuk menguatkan kita.  Tetapi seringkali  "...kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah."  (Matius 13:22).  Kita pun membanding-bandingkan diri dengan keadaan orang-orang di luar Tuhan yang sepertinya hidup penuh kenyamanan, sementara kita tidak.  Daya tarik  'Mesir', lambang kehidupan duniawi yang penuh kemewahan pun begitu menyilaukan mata kita, sehingga kita tidak bisa mensyukuri berkat Tuhan.  Berhentilah bersungut-sungut!

Berada di  'padang gurun'  adalah kesempatan bagi kita melihat dan mengalami mujizat Tuhan!