Friday, January 9, 2015

BERSUNGUT-SUNGUT: Hal Kebutuhan Hidup

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Januari 2015

Baca:  Keluaran 16:13-36

"Tetapi Musa berkata kepada mereka: 'Inilah roti yang diberikan TUHAN kepadamu menjadi makananmu."  Keluaran 16:15b

Hal kebutuhan hidup atau urusan  'perut'  seringkali menjadi alasan banyak orang bersungut-sungut.  Mereka mengeluhkan keadaan ekonominya yang belum pulih.  Alasan makanan  (ekonomi)  ini jugalah yang membuta bangsa Israel bersungut-sungut kepada Tuhan;  dan karena sungut-sungut serta keluh kesah bangsa Israel yang begitu hebatnya inilah akhirnya Tuhan memberikan manna sebagai makanan bagi mereka.

     Manna disebut pula dengan roti dari sorga, makanan yang diberikan Tuhan kepada orang Israel selama berada di padang gurun:  "...warnanya putih seperti ketumbar dan rasanya seperti rasa kue madu."  (Keluaran 16:31).  Tuhan menurunkan manna setiap hari, kecuali pada hari Sabat, dengan maksud supaya mereka beristirahat dan menguduskan hari Tuhan.  Namun meski sudah mendapatkan cukup makanan, umat Israel tetap saja bersungut-sungut, bukan hanya kepada pemimpin mereka tapi juga kepada Tuhan.  Mereka terus membanding-bandingkan keadaan saat di Mesir,  "Kita teringat kepada ikan yang kita makan di Mesir dengan tidak bayar apa-apa, kepada mentimun dan semangka, bawang prei, bawang merah dan bawang putih. Tetapi sekarang kita kurus kering, tidak ada sesuatu apapun, kecuali manna ini saja yang kita lihat."  (Bilangan 11:5-6).

     Mungkin keadaan kita saat ini seperti berada di padang gurun dan kita pun bersikap seperti bangsa Israel yang terus bersungut-sungut kepada Tuhan, padahal kita sudah menerima  'manna'  dari sorga, gambaran dari firman Tuhan untuk menguatkan kita.  Tetapi seringkali  "...kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah."  (Matius 13:22).  Kita pun membanding-bandingkan diri dengan keadaan orang-orang di luar Tuhan yang sepertinya hidup penuh kenyamanan, sementara kita tidak.  Daya tarik  'Mesir', lambang kehidupan duniawi yang penuh kemewahan pun begitu menyilaukan mata kita, sehingga kita tidak bisa mensyukuri berkat Tuhan.  Berhentilah bersungut-sungut!

Berada di  'padang gurun'  adalah kesempatan bagi kita melihat dan mengalami mujizat Tuhan!

Thursday, January 8, 2015

BERSUNGUT-SUNGUT: Suka Menjadi Budak

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Januari 2015

Baca:  Keluaran 16:1-12

"Di padang gurun itu bersungut-sungutlah segenap jemaah Israel kepada Musa dan Harun;"  Keluaran 16:2

Ketika bangsa Israel berada di Mara dan mendapati bahwa air di situ rasanya pahit sehingga tidak bisa diminum mereka pun langsung bersungut-sungut kepada Musa.  Tuhan menyatakan mujizat-Nya di hadapan bangsa itu dengan memerintahkan Musa melemparkan kayu ke dalam air,  "...lalu air itu menjadi manis."  (Keluaran 15:25).

     Ketika perjalanan mereka sampai di Elim,  "...di sana ada dua belas mata air dan tujuh puluh pohon korma,"  (Keluaran 15:27).  Begitu pula ketika berada di padang gurun Sinai, yang terletak di antara Elim dan gunung Sinai, segenap umat Israel kembali bersungut-sungut, katanya,  "Ah, kalau kami mati tadinya di tanah Mesir oleh tangan TUHAN ketika kami duduk menghadapi kuali berisi daging dan makan roti sampai kenyang! Sebab kamu membawa kami keluar ke padang gurun ini untuk membunuh seluruh jemaah ini dengan kelaparan."  (Keluaran 16:3).  Susah sedikit saja mereka mengeluh, menggerutu dan mengomel tiada henti.  Itulah karakter bangsa Israel!  Musa seringkali dipersalahkan dan dianggap sebagai penyebab semuanya itu.  Bahkan mereka berani menyalahkan Tuhan karena merasa tidak mendapatkan apa yang diharapkan.

     Bersungut-sungut adalah tanda ketidakpercayaan kepada Tuhan dan tidak mensyukuri apa yang telah diberikan Tuhan.  Adapun maksud Tuhan membawa bangsa Israel ke padang gurun bukanlah karena Tuhan tidak mengasihi mereka, justru ada tujuan yang indah yaitu mendidik dan melatih iman, serta mengajar mereka agar bergantung kepada Tuhan dan mengandalkan Dia setiap hari.  Tetapi hal ini direspons negatif oleh umat Israel.  Malah mereka berdalih lebih suka tinggal di Mesir daripada harus menderita di padang gurun, lebih suka hidup dalam perbudakan daripada menjadi orang yang merdeka, padahal untuk mendapatkan nafkah di Mesir mereka harus bekerja mati-matian, bahkan orang Mesir  "...memahitkan hidup mereka dengan pekerjaan yang berat, yaitu mengerjakan tanah liat dan batu bata, dan berbagai-bagai pekerjaan di padang, ya segala pekerjaan yang dengan kejam dipaksakan orang Mesir kepada mereka itu."  (Keluaran 1:14).

Bangsa Israel merasa nyaman di Mesir meski harus menjadi budak!