Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Desember 2014
Baca: Mazmur 94:1-23
"Berbahagialah orang yang Kauhajar, ya TUHAN, dan yang Kauajari dari Taurat-Mu," Mazmur 94:12
Mendengar kata 'hajar' umumnya orang mengartikannya negatif. Biasanya 'menghajar' diakibatkan oleh kesabaran yang sudah habis, kejengkelan yang memuncak, amarah yang meledak-ledak disertai rasa benci dan dendam. Namun, hajaran yang dilakukan oleh Tuhan berbeda. Dia menghajar umat-Nya dengan maksud yang baik. Hajaran Tuhan itu bersifat mendidik! "...kalau kita menerima hukuman dari Tuhan, kita dididik, supaya kita tidak akan dihukum bersama-sama dengan dunia." (1 Korintus 11:32). Tuhan tidak pernah menyerah dan berhenti untuk 'menghajar' kita sampai rencana-Nya digenapi dalam hidup kita, maka "...janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya;" (Ibrani 12:5).
Mengapa Tuhan sangat perlu menghajar anak-anak-Nya? 1. Menuntun kita kepada pertobatan. Daud pun menyadarinya: "Sebelum aku tertindas, aku menyimpang, tetapi sekarang aku berpegang pada janji-Mu. Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu. Taurat yang Kausampaikan adalah baik bagiku, lebih dari pada ribuan keping emas dan perak." (Mazmur 119:67, 71, 72). Dengan hajaran Tuhan melalui masalah atau penderitaan kita akhirnya menyadari akan kesalahan yang telah kita perbuat dan takut untuk berbuat dosa lagi, seperti yang dirasakan oleh anak bungsu dalam perumpamaan anak yang hilang (baca Lukas 15:11-32). Karakternya berubah setelah mengalami penderitaan. Akhirnya ia bertekad untuk kembali kepada bapanya: "Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa." (Lukas 15:18-19).
Rasul Paulus berkata, "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar,
untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk
mendidik orang dalam kebenaran." (2 Timotius 3:16).
Melalui masalah dan penderitaan orang menyadari kesalahannya, kemudian berbalik kepada Tuhan dan bertobat!
Thursday, December 11, 2014
Wednesday, December 10, 2014
HAJARAN TUHAN: Bukti Kita Anak-Nya
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Desember 2014
Baca: Ibrani 12:5-11
"Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya." Ibrani 12:11b
Paulus mengingatkan jemaat Filipi, "Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia," (Filipi 1:19). Artinya karunia untuk percaya sesungguhnya merupakan berkat luar biasa, sebab ketika kita hidup karena percaya, bukan karena melihat (baca 2 Korintus 5:7), kita akan mengalami perkara-perkara besar yang Tuhan kerjakan.
Alkitab menambahkan bahwa kita juga 'dikaruniai' untuk menderita bagi Kristus. Penderitaan yang dimaksudkan bertujuan untuk menguji kualitas iman, memurnikan motivasi, melatih ketekunan dan kesetiaan kita kepada Tuhan. Ayub berkata, "Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?" (Ayub 2:10), dan "Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya?" (Ibrani 12:7). Jika saat ini kita harus mengalami 'hajaran' dari Tuhan melalui masalah dan penderitaan, itu membuktikan bahwa Tuhan sangat mengasih kita dan memperlakukan kita sebagai anak-anak yang dikasihi-Nya. "Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang." (Ibrani 12:8). Apakah kita mau disebut sebagai anak gampang?
Selama kita melekat kepada Tuhan dan mengandalkan Dia kita akan sanggup menanggungnya. Kesanggupan itu "Bukan dengan keperkasaan dan bukan dengan kekuatan, melainkan dengan roh-Ku, firman TUHAN semesta alam." (Zakharia 4:6), yaitu "...roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." (2 Timotius 1:7). Jadi, "...kesanggupan kami adalah pekerjaan Allah." (2 Korintus 3:5). Seorang anak yang berada dalam fase pertumbuhan biasanya akan melakukan segala sesuatu dengan semangat yang tinggi, tapi biasanya semangat tersebut dilandasi oleh ambisi. Bisa ditebak, jika sesuatu dilandasi oleh ambisi pribadi, fokus kita pun semata-mata mencari pujian untuk diri sendiri, dan dari sinilah akhirnya muncul kesombongan.
Tuhan tidak ingin anak-Nya berjalan semaunya sendiri dan menjadi sombong, karena itu perlu 'hajaran'!
Baca: Ibrani 12:5-11
"Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya." Ibrani 12:11b
Paulus mengingatkan jemaat Filipi, "Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia," (Filipi 1:19). Artinya karunia untuk percaya sesungguhnya merupakan berkat luar biasa, sebab ketika kita hidup karena percaya, bukan karena melihat (baca 2 Korintus 5:7), kita akan mengalami perkara-perkara besar yang Tuhan kerjakan.
Alkitab menambahkan bahwa kita juga 'dikaruniai' untuk menderita bagi Kristus. Penderitaan yang dimaksudkan bertujuan untuk menguji kualitas iman, memurnikan motivasi, melatih ketekunan dan kesetiaan kita kepada Tuhan. Ayub berkata, "Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?" (Ayub 2:10), dan "Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya?" (Ibrani 12:7). Jika saat ini kita harus mengalami 'hajaran' dari Tuhan melalui masalah dan penderitaan, itu membuktikan bahwa Tuhan sangat mengasih kita dan memperlakukan kita sebagai anak-anak yang dikasihi-Nya. "Tetapi, jikalau kamu bebas dari ganjaran, yang harus diderita setiap orang, maka kamu bukanlah anak, tetapi anak-anak gampang." (Ibrani 12:8). Apakah kita mau disebut sebagai anak gampang?
Selama kita melekat kepada Tuhan dan mengandalkan Dia kita akan sanggup menanggungnya. Kesanggupan itu "Bukan dengan keperkasaan dan bukan dengan kekuatan, melainkan dengan roh-Ku, firman TUHAN semesta alam." (Zakharia 4:6), yaitu "...roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." (2 Timotius 1:7). Jadi, "...kesanggupan kami adalah pekerjaan Allah." (2 Korintus 3:5). Seorang anak yang berada dalam fase pertumbuhan biasanya akan melakukan segala sesuatu dengan semangat yang tinggi, tapi biasanya semangat tersebut dilandasi oleh ambisi. Bisa ditebak, jika sesuatu dilandasi oleh ambisi pribadi, fokus kita pun semata-mata mencari pujian untuk diri sendiri, dan dari sinilah akhirnya muncul kesombongan.
Tuhan tidak ingin anak-Nya berjalan semaunya sendiri dan menjadi sombong, karena itu perlu 'hajaran'!
Subscribe to:
Posts (Atom)