Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 November 2014
Baca: Mazmur 74:1-23
"Engkaulah yang menetapkan segala batas bumi, musim kemarau dan musim hujan Engkaulah yang membuat-Nya." Mazmur 74:17
Melalui keterbatasan-keterbatasan yang ada Tuhan juga hendak mengajarkan kita untuk: 2. Tidak berharap dan mengandalkan sesamanya. Ketika mengalami masalah, besar atau kecil, seringkali kita berusaha mengatasinya dengan kekuatan sendiri, mencari pertolongan kepada manusia dan berharap kepadanya. Bahkan ketika mengalami jalan buntu kita menempuh cara instan, lari kepada dukun, orang pintar dan ilah-ilah lain. Jika kita mau selamat jangan sekali-kali melakukan hal itu, sebab Tuhan sangat menentang orang-orang yang demikian. "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN! Ia akan seperti semak bulus di padang belantara, ia tidak akan mengalami
datangnya keadaan baik; ia akan tinggal di tanah angus di padang gurun,
di negeri padang asin yang tidak berpenduduk." (Yeremia 17:5). Orang yang mengandalkan sesamanya disebut sebagai orang yang terkutuk.
Tetapi orang yang mengandalkan Tuhan dalam segala hal akan menerima berkat dan segala yang baik dari Tuhan. "Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan
akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya
panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun
kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah." (Yeremia 17:8). Juga tidak sedikit orang yang mempercayakan hidupnya kepada harta kekayaan. Ada tertulis: "Pada hari kemurkaan harta tidak berguna, tetapi kebenaran melepaskan orang dari maut." (Amsal 11:4), artinya harta kekayaan dunia ini tidak bisa menolong dan menyelamatkan kita.
3. Belajar hidup takut akan Tuhan dan menghormati Dia. Orang akan takut akan Tuhan dan menghormati Dia saat sadar akan keterbatasannya. Milikilah hati yang takut akan Tuhan dan hormati Dia melalui ketaatan kita melakukan firman-Nya, sebab hidup kita benar-benar bergantung kepada perkataan Tuhan dan firman-Nya. Kita benar-benar tidak berkuasa menentukan jalan dan langkah hidup kita (baca Yeremia 10:23).
Takutlah akan Tuhan dan akuilah Dia sebagai segala-galanya, karena hanya Dia yang tak terbatas.
Wednesday, November 26, 2014
Tuesday, November 25, 2014
SEGALA SESUATU ADA BATASNYA (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 November 2014
Baca: Mazmur 104:1-9
"Batas Kautentukan, takkan mereka lewati, takkan kembali mereka menyelubungi bumi." mazmur 104:9
Setinggi-tingginya langit pasti ada batasnya, selebar-lebarnya daratan ada batasnya, sedalam-dalamnya lautan dan samudra juga ada batasnya, juga luasnya bumi ada batasnya. Tak terkecuali dengan manusia, ia memiliki kekuatan dan kemampuan yang sangat terbatas, termasuk umur dan masa hidup pun ada batasnya. Semua hanya tinggal menunggu giliran waktu saja, "...seperti suatu giliran jaga di waktu malam." (Mazmur 90:4). Hal ini disadari oleh Musa: "Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap." (Mazmur 90:10).
Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa untuk segala sesuatu yang ada di dunia ini memang ada batasnya. Pengkotbah pun menyatakan, "Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya." (Pengkhotbah 3:1). Siapakah yang membatasi semua yang ada di bawah langit ini? Ialah Tuhan, tiada yang lain, karena Dia adalah "...Allah segala allah dan Tuhan segala tuhan, Allah yang besar, kuat dan dahsyat," (Ulangan 10:17). Sungguh, Dia adalah Tuhan yang tiada tandingan-Nya, Ia lebih besar dari apa pun dan siapa pun. Jadi jika kita menyadari bahwa segala sesuatu ada batasnya, maka kita harus: 1. Belajar bergantung penuh kepada Tuhan, percaya kepada-Nya dan mengandalkan Dia dalam segala hal. Siapakah kita ini sehingga tidak hidup bergantung kepada Tuhan, melupakan Dia dan lebih mengandalkan kekuatan, kemampuan dan kepintaran diri sendiri? Seringkali kita merasa diri hebat, pintar, bijak dan mampu. Ingatlah kita ini hanyalah debu (Kejadian 3:19), tak lebih daripada embusan nafas (Yesaya 2:22), dan "seperti rumput yang bertumbuh, di waktu pagi berkembang dan bertumbuh, di waktu petang lisut dan layu." (Mazmur 90:5-6).
Jadi, "Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu. Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak," (Amsal 3:5-7). Yesus berkata, "...di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa." (Yohanes 15:5b).
Jika demikian, masihkah kita membangga-banggakan diri sendiri?
Baca: Mazmur 104:1-9
"Batas Kautentukan, takkan mereka lewati, takkan kembali mereka menyelubungi bumi." mazmur 104:9
Setinggi-tingginya langit pasti ada batasnya, selebar-lebarnya daratan ada batasnya, sedalam-dalamnya lautan dan samudra juga ada batasnya, juga luasnya bumi ada batasnya. Tak terkecuali dengan manusia, ia memiliki kekuatan dan kemampuan yang sangat terbatas, termasuk umur dan masa hidup pun ada batasnya. Semua hanya tinggal menunggu giliran waktu saja, "...seperti suatu giliran jaga di waktu malam." (Mazmur 90:4). Hal ini disadari oleh Musa: "Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap." (Mazmur 90:10).
Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa untuk segala sesuatu yang ada di dunia ini memang ada batasnya. Pengkotbah pun menyatakan, "Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya." (Pengkhotbah 3:1). Siapakah yang membatasi semua yang ada di bawah langit ini? Ialah Tuhan, tiada yang lain, karena Dia adalah "...Allah segala allah dan Tuhan segala tuhan, Allah yang besar, kuat dan dahsyat," (Ulangan 10:17). Sungguh, Dia adalah Tuhan yang tiada tandingan-Nya, Ia lebih besar dari apa pun dan siapa pun. Jadi jika kita menyadari bahwa segala sesuatu ada batasnya, maka kita harus: 1. Belajar bergantung penuh kepada Tuhan, percaya kepada-Nya dan mengandalkan Dia dalam segala hal. Siapakah kita ini sehingga tidak hidup bergantung kepada Tuhan, melupakan Dia dan lebih mengandalkan kekuatan, kemampuan dan kepintaran diri sendiri? Seringkali kita merasa diri hebat, pintar, bijak dan mampu. Ingatlah kita ini hanyalah debu (Kejadian 3:19), tak lebih daripada embusan nafas (Yesaya 2:22), dan "seperti rumput yang bertumbuh, di waktu pagi berkembang dan bertumbuh, di waktu petang lisut dan layu." (Mazmur 90:5-6).
Jadi, "Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu. Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak," (Amsal 3:5-7). Yesus berkata, "...di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa." (Yohanes 15:5b).
Jika demikian, masihkah kita membangga-banggakan diri sendiri?
Subscribe to:
Posts (Atom)