Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 November 2014
Baca: Markus 10:17-27
"...pergilah, juallah apa yang kaumiliki dan berikanlah itu kepada
orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian
datanglah ke mari dan ikutlah Aku." Markus 10:21
Alkitab dengan tegas menyatakan: "Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri." (Efesus 2:8). Kita diselamatkan bukan karena usaha kita melainkan karena kasih karunia "...yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus..." (2 Timotius 1:9). Tuhan Yesus adalah satu-satunya jalan keselamatan, tidak ada yang lain, sebab "...keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab
di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada
manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah 4:12). Jadi untuk memperoleh kehidupan kekal syarat utamanya adalah percaya kepada Tuhan Yesus dan mengikut Dia.
Tuhan Yesus berkata, "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku." (Markus 8:34). Artinya kita harus menempatkan Tuhan Yesus sebagai prioritas utama dalam hidup kita, mengasihi Dia lebih dari segala yang kita miliki, termasuk harta kekayaan kita. Jadi, benarkah orang kaya itu mengasihi Tuhan lebih dari segalanya? Karena untuk mengikut Tuhan ada harga yang harus dibayar, yaitu penyangkalan diri. Menyangkal diri terhadap segala kenyamanan, kesenangan, hobi, kedudukan, popularitas dan juga kekayaan. Ketika Tuhan Yesus memerintahkan orang kaya itu untuk menjual segala yang dimiliki dan membagikannya kepada orang-orang miskin, "...ia menjadi kecewa, lalu pergi dengan sedih, sebab banyak hartanya." (Markus 10:22). Terbukti jelas bahawa orang kaya itu lebih mengasihi hartanya dari pada mengasihi Tuhan. Hatinya telah terpaut kepada harta kekayaannya. Ia tidak bisa menuruti perintah Tuhan Yesus karena satu hal, yaitu harta kekayaannya.
Sungguh benar, "...di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." (Matius 6:21). Harta kekayaan ternyata bisa menjadi penghalang bagi seseorang untuk mengasihi Tuhan; dan semakin hati kita berpaut kepada harta, Kerajaan Sorga semakin jauh dari kita!
"Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya?" Matius 16:26
Monday, November 24, 2014
Sunday, November 23, 2014
ORANG KAYA: Sukar Masuk Sorga (1)
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 November 2014
Baca: Markus 10:17-27
"Alangkah sukarnya orang yang beruang masuk ke dalam Kerajaan Allah." Markus 10:23
Judul perikop hari ini orang kaya yang sukar masuk sorga. Adakah yang salah dengan orang kaya? Ataukah kita harus menjadi miskin dahulu supaya layak masuk sorga?
Perhatikan kebenaran firman Tuhan ini. Markus menceritakan, ketika mendengar Yesus sedang lewat dalam rangka tour pelayanan-Nya, segerlah seorang kaya menyongsong Yesus, ia "...berlari-lari mendapatkan Dia dan sambil bertelut di hadapan-Nya" (ayat 17). Dari tindakannya, orang kaya ini menunjukkan kesungguhannya untuk bertemu Yesus dan memiliki kerendahan hati. Umumnya orang kaya memiliki sifat sombong/tinggi hati, ia pasti tidak akan mau berlari menyambut Tuhan Yesus, apalagi sampai berlutut di bawah kakinya, semata-mata demi menjaga gengsi atau pamornya.
Mari kita bandingkan dalam Matius 19:16-28 yang menyebutkan bahwa orang kaya itu masih berusia muda. Bukan hanya itu, ia juga orang yang sangat rohani, terbukti dari ketaatannya melakukan hukum Taurat. "Semuanya itu telah kuturuti, apa lagi yang masih kurang?" (Matius 19:20). Sedangkan di dalam Lukas 18:18-27 dicatat bahwa selain kaya, ia adalah seorang pemimpin rohani atau dengan kata lain orang yang sudah melayani pekerjaan Tuhan. Perihal melakukan hukum Taurat sudah tidak perlu diragukan lagi. "Semuanya itu telah kuturuti sejak masa mudaku." (Lukas 18:21). Orang yang demikian sepertinya sudah jarang ditemukan di zaman sekarang ini. Itulah sebabnya ia sangat percaya diri bahwa kelak ia pasti masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Mengapa? Karena orang-orang Yahudi di zaman Tuhan Yesus memiliki alasan kuat yaitu mereka memiliki garis keturunan secara langsung dari bapa leluhurnya, Abraham. Mereka juga taat melakukan hukum Taurat sebagai tradisi turun-temurun.
Itulah sebabnya ketika bertemu dengan Tuhan Yesus orang muda ini memanfaatkan momen secara tepat untuk mengajukan pertanyaan kepada-Nya: "Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?" (Markus 10:17; Matius 19:16; Lukas 18:18). Di balik pertanyaan tersebut sesungguhnya orang kaya tersebut hendak mencari konfirmasi bahwa apa yang sudah diperbuatnya itu pasti berkenan kepada Tuhan dan menjaminnya masuk Kerajaan Sorga. Benarkah demikian?
Baca: Markus 10:17-27
"Alangkah sukarnya orang yang beruang masuk ke dalam Kerajaan Allah." Markus 10:23
Judul perikop hari ini orang kaya yang sukar masuk sorga. Adakah yang salah dengan orang kaya? Ataukah kita harus menjadi miskin dahulu supaya layak masuk sorga?
Perhatikan kebenaran firman Tuhan ini. Markus menceritakan, ketika mendengar Yesus sedang lewat dalam rangka tour pelayanan-Nya, segerlah seorang kaya menyongsong Yesus, ia "...berlari-lari mendapatkan Dia dan sambil bertelut di hadapan-Nya" (ayat 17). Dari tindakannya, orang kaya ini menunjukkan kesungguhannya untuk bertemu Yesus dan memiliki kerendahan hati. Umumnya orang kaya memiliki sifat sombong/tinggi hati, ia pasti tidak akan mau berlari menyambut Tuhan Yesus, apalagi sampai berlutut di bawah kakinya, semata-mata demi menjaga gengsi atau pamornya.
Mari kita bandingkan dalam Matius 19:16-28 yang menyebutkan bahwa orang kaya itu masih berusia muda. Bukan hanya itu, ia juga orang yang sangat rohani, terbukti dari ketaatannya melakukan hukum Taurat. "Semuanya itu telah kuturuti, apa lagi yang masih kurang?" (Matius 19:20). Sedangkan di dalam Lukas 18:18-27 dicatat bahwa selain kaya, ia adalah seorang pemimpin rohani atau dengan kata lain orang yang sudah melayani pekerjaan Tuhan. Perihal melakukan hukum Taurat sudah tidak perlu diragukan lagi. "Semuanya itu telah kuturuti sejak masa mudaku." (Lukas 18:21). Orang yang demikian sepertinya sudah jarang ditemukan di zaman sekarang ini. Itulah sebabnya ia sangat percaya diri bahwa kelak ia pasti masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Mengapa? Karena orang-orang Yahudi di zaman Tuhan Yesus memiliki alasan kuat yaitu mereka memiliki garis keturunan secara langsung dari bapa leluhurnya, Abraham. Mereka juga taat melakukan hukum Taurat sebagai tradisi turun-temurun.
Itulah sebabnya ketika bertemu dengan Tuhan Yesus orang muda ini memanfaatkan momen secara tepat untuk mengajukan pertanyaan kepada-Nya: "Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?" (Markus 10:17; Matius 19:16; Lukas 18:18). Di balik pertanyaan tersebut sesungguhnya orang kaya tersebut hendak mencari konfirmasi bahwa apa yang sudah diperbuatnya itu pasti berkenan kepada Tuhan dan menjaminnya masuk Kerajaan Sorga. Benarkah demikian?
Subscribe to:
Posts (Atom)