Thursday, November 20, 2014

HARTA KEKAYAAN: Bukan Sumber Kebahagiaan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 November 2014

Baca:  Pengkotbah 8:9-17

"...orang yang takut akan Allah akan beroleh kebahagiaan, sebab mereka takut terhadap hadirat-Nya."  Pengkotbah 8:12

Pada tanggal 11 Agustus 2014 lalu dunia hiburan dikejutkan dengan kematian tragis Robin Williams, aktor terkenal Hollywood.  Spekulasi pun bermunculan terkait penyebab sang aktor mengakhiri hidupnya.  Ada gosip yang menyebutkan bahwa aktor yang tewas di usia 63 tahun itu frustasi karena kecanduan narkoba.  Spekulasi lain mengungkapkan bahwa aktor yang berperan dalam film Jumanji ini beberapan bulan belakangan sedang mengalami krisis keuangan.  Menurut salah seorang sumber, Robin Williams pernah curhat kepada teman dekatnya bahwa ia sedang collapse sehingga ia merasa sangat khawatir dengan masa depan dan kebahagiaan keluarganya.

     Kebahagiaan adalah tujuan terbesar dalam hidup manusia.  Banyak orang berpikir bahwa uang dan kekayaan adalah sumber kebahagiaan itu, karenanya mereka menggantungkan hidupnya kepada uang dan kekayaan.  Akhirnya,  "...di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada."  (Matius 6:21).  Benarkah demikian?  Dengan uang kita dapat membeli tiket pesawat untuk bisa bepergian menjelajah belahan bumi mana pun, tapi dapatkan uang menjamin keselamatan dan melindungi kita dalam perjalanan?  Bila isi kantong kita tebal, alias punya uang, kita pun dapat membeli makanan apa saja, mulai yang dijual di warteg sampai di restoran yang berkelas, tetapi uang tidak akan pernah sanggup membeli rasa nikmat itu sendiri.  Dengan uang yang kita miliki kita bisa saja membeli obat semahal apapun, tapi uang tidak dapat membeli kesehatan.  Semua ini membuktikan bahwa keselamatan, kebahagiaan, ketenangan, sukacita dan damai sejahtera tidak dapat dibeli dengan uang atau digantikan dengan kekayaan.

     Euripides, salah satu dari tiga penulis drama tragedi terbaik di Athena klasik, mengatakan,  "Mengenai uang, tidak ada seorang pun yang merasa bahagia karena kecukupan uang, hingga mereka meninggal dunia."  Riset membuktikan:  banyak orang kaya dan terkenal berlimpah uang dan kekayaan, namun hatinya tetap saja kosong, hampa dan tidak bahagia, bahkan mereka menjadi sangat frustasi sampai-sampai nekat mengakhiri hidupnya.  Ternyata, uang dan kekayaan bukanlah segala-galanya!

Kebahagiaan sejati hanya kita dapatkan di dalam Tuhan Yesus!

Wednesday, November 19, 2014

MENABUR DI LADANG KEHIDUPAN (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 November 2014

Baca:  Pengkotbah 11:1-8

"Siapa senantiasa memperhatikan angin tidak akan menabur; dan siapa senantiasa melihat awan tidak akan menuai."  Pengkotbah 11:4

Keberadaan kita di dunia ini bukan untuk selamanya, tapi terbatas waktunya.  Mari kita pergunakan untuk mengerjakan perkara-perkara yang baik dan berguna, sebab ketika kita menabur kemurahan hati, kasih dan empati, kelak kita akan menuai kebaikan, sebab  "Orang yang murah hati berbuat baik kepada diri sendiri,"  (Amsal 11:7a). 

     Bila kita rindu diberkati Tuhan dengan  "...kekayaan, kehormatan dan kehidupan."  (Amsal 22:4), mari taburlah benih hati yang takut akan Tuhan dan kerendahan hati.  Firman Tuhan menegaskan:  "Dalam tiap jerih payah ada keuntungan,"  (Amsal 14:23).  Yakinlah bahwa harga yang kita bayar untuk semua itu tidak akan pernah sia-sia!  Sebaliknya bila yang kita tabur adalah benih-benih yang buruk dan tidak berkualitas, jangan menyalahkan orang lain apalagi sampai menyalahkan Tuhan ketika hal-hal buruk pula yang menghampiri kita.  "Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu."  (Galatia 6:8).  Banyak pula di antara kita yang menunda-nunda waktu untuk menabur atau bahkan tidak mau menabur dengan berbagai alasan.  Sama artinya kita ini orang yang malas.  Kemalasan adalah salah satu hal yang membedakan orang berhasil dari orang gagal.  Kelambanan dan kemalasan merupakan penyebab dari kegagalan, sebab orang yang malas suka sekali menyia-nyiakan waktu dan kesempatan yang ada.  "Pada musim dingin si pemalas tidak membajak; jikalau ia mencari pada musim menuai, maka tidak ada apa-apa."  (Amsal 20:4).

     Mungkin saat menabur kita akan merasakan sakit yang tak terperi, tidak dianggap oleh orang lain, dan sepertinya si-sia apa yang telah kita perbuat.  Perasaan yang sama juga pernah dirasakan oleh pemazmur,  "Sia-sia sama sekali aku mempertahankan hati yang bersih, dan membasuh tanganku, tanda tak bersalah. Namun sepanjang hari aku kena tulah, dan kena hukum setiap pagi."  (Mazmur 73:13-14).  Tetapi Tuhan memberikan janji-Nya yang indah.

"Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai."  Mazmur 126:5