Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 November 2014
Baca: Matius 4:23-25
"Yesus pun berkeliling di seluruh Galilea; Ia mengajar dalam rumah-rumah
ibadat dan memberitakan Injil Kerajaan Allah serta melenyapkan segala
penyakit dan kelemahan di antara bangsa itu." Matius 4:23
Ayat nas di atas menyatakan bahwa selama berada di bumi Yesus tidak pernah berhenti bekerja. Mengapa? Karena "Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga." Yohanes 5:17). Sebagai pengikut Kristus mutlak bagi kita meneladani Dia. Sebagaimana "...Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani" (Matius 20:28) maka kita pun memiliki tugas dan tanggung jawab yang sama yaitu menjadikan pelayanan sebagai gaya hidup. Karena itu kita harus menjadi anak-anak Tuhan yang aktif, artinya selalu dapat menggunakan kesempatan sebaik mungkin untuk melayani Tuhan dan juga sesama.
Mengapa kita harus terlibat aktif dalam pelayanan? Karena ini adalah sebuah perintah dari Tuhan: "Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk." (Markus 16:15). Injil harus diberitakan ke seluruh penjuru bumi ini "...karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya," (Roma 1:16). Keselamatan manusia ditentukan oleh iman kepada Yesus, sebab "...keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab
di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada
manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah 4:12). Yesus menegaskan, "Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." (Yohanes 16:6b). Itulah sebabnya tugas memberitkan Injil adalah tugas yang tidak dapat ditawar-tawar lagi.
Sungguh disayangkan, di hari-hari menjelang kedatangan Tuhan yang sudah semakin dekat ini masih banyak sekali orang Kristen yang tidak peka rohaninya, sehingga mereka menganggap remeh tugas pemberitaan Injil ini. Jangankan memberitakan Injil, turut terlibat dalam pelayanan di gereja lokal saja kita enggan. Kita maunya hanya dilayani, tapi tidak mau melayani.
Sampai kapan kita mengeraskan hati untuk tidak merespons panggilan Tuhan ini?
Saturday, November 8, 2014
Friday, November 7, 2014
MENGHADAPI UJIAN: Latihan dan Kesetiaan
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 November 2014
Baca: Zakharia 13:7-9
"Aku akan menguji mereka, seperti orang menguji emas." Zakharia 13:9b
Agar kita benar-benar siap menghadapi ujian kehidupan kita harus melatih diri. Rasul Paulus menasihati, "Latihlah dirimu beribadah. Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang. Perkataan ini benar dan patut diterima sepenuhnya. Itulah sebabnya kita berjerih payah dan berjuang, karena kita menaruh pengharapan kita kepada Allah yang hidup, Juruselamat semua manusia, terutama mereka yang percaya." (1 Timotius 4:7b-10). Karena itu jangan sekali-kali kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah (baca Ibrani 10:25). Semakin kita melatih diri dalam ibadah semakin kita kuat berakar di dalam Tuhan.
Banyak orang Kristen berkeinginan hidup dalam kebenaran: berkarakter seperti Kristus, ingin menjadi suami atau isteri yang baik, ingin menjadi pelayan Tuhan yang setia dan menjadi berkat bagi orang lain. Kesemuanya adalah keinginan yang mulia. Tapi jika kita tidak mau melatih diri, keinginan tersebut sulit untuk terwujud. Dalam istilah kekristenan tidak ada istilah karbitan atau cara instan. Untuk mencapainya ada harga yang harus dibayar! Kita harus bertekun mengerjakan bagian kita, karena tidak ada perkara-perkara besar akan dinyatakan sebelum kita lulus ujian, termasuk ujian 'kesetiaan dalam perkara-perkara kecil', Memang setiap ujian dan pencobaan itu sakit, berat dan memahitkan hati, tapi melalui ujian kita belajar untuk menghargai sebuah mujizat.
Melalui ujian pula Tuhan hendak mengajar kita memiliki kerendahan hati. Banyak orang ketika berhasil dan berlimpah materi menjadi tinggi hati. Namun ketika berada di situasi-situasi sulit mereka baru belajar rendah hati dan menyadari akan keterbatasan diri. Ujian dan masalah mengajar seseorang bergantung penuh kepada Tuhan, sebab kekayaan dan uang tidak dapat menolong dan menyelamatkan kita. Itulah sebabnya bila tidak disikapi dengan benar, ujian dan masalah seringkali membawa kita makin jauh dari Tuhan, tapi ketika kita punya sikap hati yang benar kita selalu dapat mengambil sikap positif dari setiap ujian yang datang.
"Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas." Ayub 23:10
Baca: Zakharia 13:7-9
"Aku akan menguji mereka, seperti orang menguji emas." Zakharia 13:9b
Agar kita benar-benar siap menghadapi ujian kehidupan kita harus melatih diri. Rasul Paulus menasihati, "Latihlah dirimu beribadah. Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang. Perkataan ini benar dan patut diterima sepenuhnya. Itulah sebabnya kita berjerih payah dan berjuang, karena kita menaruh pengharapan kita kepada Allah yang hidup, Juruselamat semua manusia, terutama mereka yang percaya." (1 Timotius 4:7b-10). Karena itu jangan sekali-kali kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah (baca Ibrani 10:25). Semakin kita melatih diri dalam ibadah semakin kita kuat berakar di dalam Tuhan.
Banyak orang Kristen berkeinginan hidup dalam kebenaran: berkarakter seperti Kristus, ingin menjadi suami atau isteri yang baik, ingin menjadi pelayan Tuhan yang setia dan menjadi berkat bagi orang lain. Kesemuanya adalah keinginan yang mulia. Tapi jika kita tidak mau melatih diri, keinginan tersebut sulit untuk terwujud. Dalam istilah kekristenan tidak ada istilah karbitan atau cara instan. Untuk mencapainya ada harga yang harus dibayar! Kita harus bertekun mengerjakan bagian kita, karena tidak ada perkara-perkara besar akan dinyatakan sebelum kita lulus ujian, termasuk ujian 'kesetiaan dalam perkara-perkara kecil', Memang setiap ujian dan pencobaan itu sakit, berat dan memahitkan hati, tapi melalui ujian kita belajar untuk menghargai sebuah mujizat.
Melalui ujian pula Tuhan hendak mengajar kita memiliki kerendahan hati. Banyak orang ketika berhasil dan berlimpah materi menjadi tinggi hati. Namun ketika berada di situasi-situasi sulit mereka baru belajar rendah hati dan menyadari akan keterbatasan diri. Ujian dan masalah mengajar seseorang bergantung penuh kepada Tuhan, sebab kekayaan dan uang tidak dapat menolong dan menyelamatkan kita. Itulah sebabnya bila tidak disikapi dengan benar, ujian dan masalah seringkali membawa kita makin jauh dari Tuhan, tapi ketika kita punya sikap hati yang benar kita selalu dapat mengambil sikap positif dari setiap ujian yang datang.
"Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas." Ayub 23:10
Subscribe to:
Posts (Atom)