Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Oktober 2014
Baca: Efesus 2:11-22
"Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan
sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah," Efesus 2:19
Ketika seorang bayi dilahirkan, secara otomatis ia akan menjadi anggota baru dalam sebuah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan mungkin ada kakak. Begitu juga ketika seseorang bertobat dan percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat ia dilahirkan kembali dan diubahkan hidupnya. Inilah yang disebut dengan kelahiran baru atau dilahirkan kembali secara roh. Dengan demikian ia punya kehidupan yang baru. "Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Korintus 5:17). Sejak saat itu ia menjadi anggota baru dalam keluarga yang baru yaitu keluarga Kerajaan Allah.
Sebagai anggota keluarga sorgawi sudah seharusnya kita memiliki kehidupan yang berbeda dari orang-orang dunia. "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh
pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak
Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2). Dengan menyandang status anggota keluarga sorgawi terjadilah suatu perubahan besar. Perubahan apa? Kita yang dahulu jauh dari Allah kini menjadi dekat dengan-Nya. "Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu 'jauh', sudah menjadi 'dekat' oleh darah Kristus." (Efesus 2:13). Kita yang dahulu hidup dalam perseteruan dengan Allah sekarang telah diperdamaikan dengan-Nya. "Dan semuanya ini dari Allah, yang dengan perantaraan Kristus telah mendamaikan kita dengan diri-Nya..." (2 Korintus 5:18). Kita yang dahulu hidup dalam kegelapan kini di panggil-Nya "...keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib:" (1 Petrus 2:9). Kita yang dahulu terbuang oleh karena dosa dan pelanggaran kita sekarang menjadi orang-orang pilihan dan sangat berharga di mata Tuhan. Kita yang tadinya warga dunia sekarang menjadi warga Sorga.
Memang secara jasmani kita masih hidup di dunia ini, tapi kita bukan lagi orang-orang duniawi yang hidup menurut keinginan daging kita, melainkan hidup menurut pimpinan Roh Kudus.
Sebagai anggota keluarga sorgawi kita mengemban misi menjadi berkat dan kesaksian yang baik bagi dunia ini!
Saturday, October 25, 2014
Friday, October 24, 2014
ANANIAS DAN SAFIRA: Tidak Tulus Iklas
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Oktober 2014
Baca: Kisah Rasul Paulus 5:1-11
"Dengan setahu isterinya ia menahan sebagian dari hasil penjualan itu dan sebagian lain dibawa dan diletakkannya di depan kaki rasul-rasul." Kisah 5:2
Sekilas Ananias dan Safira adalah sosok orang yang tampak sangat rohani, karena mereka memiliki kepedulian terhadap pekerjaan Tuhan. Buktinya? Setelah menjual sebidang tanahnya mereka tidak melupakan Tuhan begitu saja, tapi mereka memberikan persembahan kepada Tuhan. "Muliakanlah TUHAN dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu," (Amsal 3:9). Namun mengapa Tuhan tidak berkenan dengan persembahan ini? Bahkan menjadi bumerang bagi mereka yaitu keduanya harus menanggung akibat yang sangat fatal yang berujung kepada kematian.
Alkitab menyatakan bahwa mereka telah mendustai Tuhan dengan menahan sebagian dari hasil penjualan tanahnya. Apa yang dilakukan Ananias dan Safira adalah bukti bahwa keduanya tidak menghormati Tuhan. Pada waktu itu jemaat mula-mula memiliki kehidupan yang patut diacungi jempol, karena mereka memiliki gaya hidup suka memberi. Bagi mereka "Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima." (Kisah 20:35b). Jemaat Tuhan "...sehati dan sejiwa, dan tidak seorangpun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama. Ia menjual ladang, miliknya, lalu membawa uangnya itu dan meletakkannya di depan kaki rasul-rasul." (Kisah 4:32, 37). Jika orang lain memberi dengan penuh kerelaan dan sukacita, lain halnya dengan Ananias dan Safira yang memberi persembahan kepada Tuhan dengan terpaksa, tidak tulus alias setengah hati, yaitu dengan menahan sebagian dari hasil penjualan tanahnya. Mereka memberi persembahan semata-mata demi gengsi atau sekedar ikut-ikutan supaya dilihat dan dipuji oleh orang lain yang melihatnya. Mereka lupa bahwa "...TUHAN menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita." (1 Tawarikh 28:9).
Ananias dan Safira lebih memilih takut kepada manusia daripada kepada Tuhan; mereka lebih memilih untuk hidup menurut kehendak sendiri sehingga mengabaikan pimpinan Roh Kudus dan tidak lagi menghargai Dia.
Tanpa didasari ketulusan, kerelaan hati dan kasih, persembahan kita tidak akan berkenan kepada Tuhan!
Baca: Kisah Rasul Paulus 5:1-11
"Dengan setahu isterinya ia menahan sebagian dari hasil penjualan itu dan sebagian lain dibawa dan diletakkannya di depan kaki rasul-rasul." Kisah 5:2
Sekilas Ananias dan Safira adalah sosok orang yang tampak sangat rohani, karena mereka memiliki kepedulian terhadap pekerjaan Tuhan. Buktinya? Setelah menjual sebidang tanahnya mereka tidak melupakan Tuhan begitu saja, tapi mereka memberikan persembahan kepada Tuhan. "Muliakanlah TUHAN dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu," (Amsal 3:9). Namun mengapa Tuhan tidak berkenan dengan persembahan ini? Bahkan menjadi bumerang bagi mereka yaitu keduanya harus menanggung akibat yang sangat fatal yang berujung kepada kematian.
Alkitab menyatakan bahwa mereka telah mendustai Tuhan dengan menahan sebagian dari hasil penjualan tanahnya. Apa yang dilakukan Ananias dan Safira adalah bukti bahwa keduanya tidak menghormati Tuhan. Pada waktu itu jemaat mula-mula memiliki kehidupan yang patut diacungi jempol, karena mereka memiliki gaya hidup suka memberi. Bagi mereka "Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima." (Kisah 20:35b). Jemaat Tuhan "...sehati dan sejiwa, dan tidak seorangpun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama. Ia menjual ladang, miliknya, lalu membawa uangnya itu dan meletakkannya di depan kaki rasul-rasul." (Kisah 4:32, 37). Jika orang lain memberi dengan penuh kerelaan dan sukacita, lain halnya dengan Ananias dan Safira yang memberi persembahan kepada Tuhan dengan terpaksa, tidak tulus alias setengah hati, yaitu dengan menahan sebagian dari hasil penjualan tanahnya. Mereka memberi persembahan semata-mata demi gengsi atau sekedar ikut-ikutan supaya dilihat dan dipuji oleh orang lain yang melihatnya. Mereka lupa bahwa "...TUHAN menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita." (1 Tawarikh 28:9).
Ananias dan Safira lebih memilih takut kepada manusia daripada kepada Tuhan; mereka lebih memilih untuk hidup menurut kehendak sendiri sehingga mengabaikan pimpinan Roh Kudus dan tidak lagi menghargai Dia.
Tanpa didasari ketulusan, kerelaan hati dan kasih, persembahan kita tidak akan berkenan kepada Tuhan!
Subscribe to:
Posts (Atom)