Friday, October 24, 2014

ANANIAS DAN SAFIRA: Tidak Tulus Iklas

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Oktober 2014

Baca:  Kisah Rasul Paulus 5:1-11

"Dengan setahu isterinya ia menahan sebagian dari hasil penjualan itu dan sebagian lain dibawa dan diletakkannya di depan kaki rasul-rasul."  Kisah 5:2

Sekilas Ananias dan Safira adalah sosok orang yang tampak sangat rohani, karena mereka memiliki kepedulian terhadap pekerjaan Tuhan.  Buktinya?  Setelah menjual sebidang tanahnya mereka tidak melupakan Tuhan begitu saja, tapi mereka memberikan persembahan kepada Tuhan.  "Muliakanlah TUHAN dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu,"  (Amsal 3:9).  Namun mengapa Tuhan tidak berkenan dengan persembahan ini?  Bahkan menjadi bumerang bagi mereka yaitu keduanya harus menanggung akibat yang sangat fatal yang berujung kepada kematian.

     Alkitab menyatakan bahwa mereka telah mendustai Tuhan dengan menahan sebagian dari hasil penjualan tanahnya.  Apa yang dilakukan Ananias dan Safira adalah bukti bahwa keduanya tidak menghormati Tuhan.  Pada waktu itu jemaat mula-mula memiliki kehidupan yang patut diacungi jempol, karena mereka memiliki gaya hidup suka memberi.  Bagi mereka  "Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima."  (Kisah 20:35b).  Jemaat Tuhan  "...sehati dan sejiwa, dan tidak seorangpun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama. Ia menjual ladang, miliknya, lalu membawa uangnya itu dan meletakkannya di depan kaki rasul-rasul."  (Kisah 4:32, 37).  Jika orang lain memberi dengan penuh kerelaan dan sukacita, lain halnya dengan Ananias dan Safira yang memberi persembahan kepada Tuhan dengan terpaksa, tidak tulus alias setengah hati, yaitu dengan menahan sebagian dari hasil penjualan tanahnya.  Mereka memberi persembahan semata-mata demi gengsi atau sekedar ikut-ikutan supaya dilihat dan dipuji oleh orang lain yang melihatnya.  Mereka lupa bahwa  "...TUHAN menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita."  (1 Tawarikh 28:9).

     Ananias dan Safira lebih memilih takut kepada manusia daripada kepada Tuhan;  mereka lebih memilih untuk hidup menurut kehendak sendiri sehingga mengabaikan pimpinan Roh Kudus dan tidak lagi menghargai Dia.

Tanpa didasari ketulusan, kerelaan hati dan kasih, persembahan kita tidak akan berkenan kepada Tuhan!

Thursday, October 23, 2014

MUNAFIK

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Oktober 2014

Baca:  Mazmur 28:1-9

"...yang ramah dengan teman-temannya, tetapi yang hatinya penuh kejahatan."  Mazmur 28:3

Apa itu munafik?  Munafik memiliki arti:  bermuka dua, orang yang perkataannya berbeda dengan isi hatinya, penuh dengan kepura-puraan, apa yang diucapkan tidak sesuai dengan perbuatannya.  Dalam Perjanjian Baru  (PB)  kata munafik diterjemahkan dari kata Yunani, hupokrithes, yang diartikan:  seorang pemain drama atau sandiwara.  Peran/karakter yang mereka lakoni di atas panggung sangat bertolak belakang dengan kenyataan sehari-hari.

     Kemunafikan adalah hidup yang sedang in dalam kehidupan masyarakat di zaman sekarang ini, yang akhirnya menghasilkan budaya berpura-pura.  Munafik berarti penuh kepalsuan atau kepura-puraan.  Inilah yang dilakukan oleh ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi.  Mereka sangat expert dalam hal Alkitab atau Taurat, tapi sayang hal ini tidak selaras dengan perbuatan.  Itulah sebabnya Tuhan Yesus sangat mengecam mereka dan menyebutnya sebagai orang-orang yang munafik, karena hanya bisa mengajar orang lain tapi ia sendiri tidak melakukan apa yang mereka ajarkan, bahkan perbuatan mereka sangat bertolak belakang.  Pelayanan hanya mereka jadikan topeng belaka.  Tuhan Yesus berkata,  "Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya."  (Matius 23:3).  Hidup dalam kemunafikan adalah tanda bahwa seseorang tidak sungguh-sungguh bertobat dan tidak memiliki hati yang takut akan Tuhan.  Karena tidak ingin kehilangan pamor atau reputasi, dengan segala upaya mereka berusaha menutupi segala kebobrokannya dengan menampilkan hidup yang seolah-olah rohani  (suci)  melalui aktivitas-aktivitas keagamaan dengan tujuan supaya dipuji, dihormati dan dihargai oleh orang lain.  "...di sebelah luar kamu tampaknya benar di mata orang, tetapi di sebelah dalam kamu penuh kemunafikan dan kedurjanaan."  (Matius 23:28).

     Apakah selama ini kita menjalani kehidupan kekristenan kita dengan penuh kepura-puraan?  Ibadah dan pelayanan yang kita lakukan jangan sampai hanya sebatas aktivitas jasmaniah, sementara hati dan perbuatan kita sangat jauh dari kebenaran.

Buanglah segala kemunafikan, sebab Tuhan sangat benci orang yang demikian!