Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Oktober 2014
Baca: 1 Korintus 9:24-27
"Tidak tahukah kamu, bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta
turut berlari, tetapi bahwa hanya satu orang saja yang mendapat hadiah?
Karena itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya!" 1 Korintus 9:24
Rasul Paulus mengumpamakan perjalanan kehidupan rohani orang percaya itu seperti olahragawan (pelari dan petinju) yang sedang bertanding di arena pertandingan. Apa maksudnya? Melalui perumpamaan ini Paulus hendak mengingatkan dan mendorong semua orang percaya agar mau berjuang sedemikian rupa dalam perlombaan iman demi meraih tujuan akhir yaitu mendapatkan mahkota kehidupan, sebagaimana seorang olahragawan yang tampil habis-habisan demi mewujudkan keinginannya menjadi juara dalam setiap pertandingan yang diikutinya.
Tidak pernah ada di kamus mana pun yang menyatakan bahwa seorang olahragawan yang tidak pernah berlatih keras, tidak punya kedisiplinan dan gampang putus asa akan merasakan indahnya berada di atas podium juara. Pula, tak seorang pun olahragawan yang berkeinginan menjadi pecundang, semuanya pasti ingin meraih prestasi setinggi langit dan menjadi yang terbaik! Yang harus selalu kita ingat adalah bahwa dalam setiap pertandingan olahraga (cabang apa pun) hanya akan menghasilkan satu orang pemenang saja, dialah yang berhak atas mahkota juara atau medali emas. Meski mahkota yang diperolehnya hanya bersifat fana, semua olahragawan bertanding dengan semangat tinggi dan antusias, bahkan berjuang sampai titik darah penghabisan.
Terlebih-lebih dalam hal pertandingan iman, di mana pemenanganya akan mendapatkan mahkota yang abadi yaitu kehidupan kekal, maka sudah selayaknya kita berjuang lebih keras lagi. Karena itu "Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan. Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa!" (Roma 12:11), sebab tidak ada kemajuan atau kedewasaan rohani terjadi secara instan atau datang tiba-tiba seperti durian runtuh dari langit. Kesemuanya harus melalui proses panjang: ada latihan keras, ada disiplin diri dan pantang menyerah. Inilah harga yang harus kita bayar!
"Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan." Wahyu 2:10b
Wednesday, October 8, 2014
Tuesday, October 7, 2014
KEPUTUSAN MUSA: Menolak Kesenangan Dunia
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Oktober 2014
Baca: Ibrani 11:23-29
"karena ia lebih suka menderita sengsara dengan umat Allah dari pada untuk sementara menikmati kesenangan dari dosa." Ibrani 11:25
Orang-orang dunia acapkali menilai 'harga' seseorang dari harta, gelar, popularitas, pangkat atau kedudukan. Wajarlah jika kita menilai bahwa tindakan Musa melepas kehormatan di Mesir adalah tindakan bodoh? Benarkah? Secara duniawi, ya...tapi dari sudut pandang rohani justru Musa telah mengorbankan perkara-perkara duniawi (fana) demi mendapatkan berkat yang sifatnya kekal.
Keputusan Musa ini tak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Paulus, yang rela melepaskan semuanya demi Kristus, "...yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus," (Filipi 3:7-8).
Adalah mudah bagi seseorang yang tidak memiliki harta atau segala sesuatu yang berharga di dunia ini untuk membuat keputusan mengikut Tuhan dan mengerjakan panggilan-Nya. Sebaliknya teramat sulit bagi orang seperti Musa yang memiliki segala-galanya, apalagi dalam usia 40 tahun tentunya sudah banyak menikmati kenyamanan. Demi merespons panggilan Tuhan Musa memutuskan meninggalkan segala kesenangan duniawi. "Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu. Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia." (1 Yohanes 2:15-16).
Dari semula kesenangan duniawi memikat hati dan menyilaukan mata manusia. Karena itu banyak orang memilih bersahabat dengan dunia ini dan menjadi musuh Allah. Mereka lupa bahwa dampak dosa sangat mengerikan, "Sebab upah dosa ialah maut;" (Roma 6:23). Kehidupan orang fasik itu akan berujung kepada maut, tapi "...orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya." (1 Yohanes 2:17).
Mana yang kita pilih? Memilih kesenangan dunia tapi berujung maut atau kita bertekad untuk meninggalkan dosa seperti Musa?
Baca: Ibrani 11:23-29
"karena ia lebih suka menderita sengsara dengan umat Allah dari pada untuk sementara menikmati kesenangan dari dosa." Ibrani 11:25
Orang-orang dunia acapkali menilai 'harga' seseorang dari harta, gelar, popularitas, pangkat atau kedudukan. Wajarlah jika kita menilai bahwa tindakan Musa melepas kehormatan di Mesir adalah tindakan bodoh? Benarkah? Secara duniawi, ya...tapi dari sudut pandang rohani justru Musa telah mengorbankan perkara-perkara duniawi (fana) demi mendapatkan berkat yang sifatnya kekal.
Keputusan Musa ini tak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Paulus, yang rela melepaskan semuanya demi Kristus, "...yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus," (Filipi 3:7-8).
Adalah mudah bagi seseorang yang tidak memiliki harta atau segala sesuatu yang berharga di dunia ini untuk membuat keputusan mengikut Tuhan dan mengerjakan panggilan-Nya. Sebaliknya teramat sulit bagi orang seperti Musa yang memiliki segala-galanya, apalagi dalam usia 40 tahun tentunya sudah banyak menikmati kenyamanan. Demi merespons panggilan Tuhan Musa memutuskan meninggalkan segala kesenangan duniawi. "Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu. Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia." (1 Yohanes 2:15-16).
Dari semula kesenangan duniawi memikat hati dan menyilaukan mata manusia. Karena itu banyak orang memilih bersahabat dengan dunia ini dan menjadi musuh Allah. Mereka lupa bahwa dampak dosa sangat mengerikan, "Sebab upah dosa ialah maut;" (Roma 6:23). Kehidupan orang fasik itu akan berujung kepada maut, tapi "...orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya." (1 Yohanes 2:17).
Mana yang kita pilih? Memilih kesenangan dunia tapi berujung maut atau kita bertekad untuk meninggalkan dosa seperti Musa?
Subscribe to:
Posts (Atom)