Monday, September 29, 2014

PERSAHABATAN: Adanya Keterbukaan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 September 2014

Baca:  Amsal 27:1-27

"Seorang kawan memukul dengan maksud baik, tetapi seorang lawan mencium secara berlimpah-limpah."  Amsal 27:6

Mungkin ada komentar,  "Jaman sekarang ini adakah persahabatan sejati?  Yang ada cuma kepentingan abadi saja!"  Tidaklah gampang menemukan sahabat di jaman sekarang ini, di mana orang lebih cenderung mementingkan diri sendiri, mencintai dirinya sendiri dan  "...kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin."  (Matius 24:12), sehingga hubungan antarindividu lebih didasarkan pada sebuah kepentingan.  Akibatnya banyak orang lebih memilih menarik diri, membangun tembok-tembok di sekeliling sebagai pembatas, menyendiri dan menjadi pribadi yang tertutup.  Mereka merasa enggan membuka diri, apalagi melepaskan dan mengungkapkan perasaan terdalam kepada orang lain.

     Sementara untuk membangun suatu persahabatan dibutuhan tahap demi tahap dan tidak semua orang mau menempuhnya, padahal sahabat tidak dapat kita temukan secara instan.  Tahapan itu dimulai dari perkenalan, saling membuka diri, lalu kesediaan untuk memberi dan menerima, berjalan dalam kebersamaan di segala situasi baik itu suka maupun duka, serta mampu memberi nilai tambah yang positif bagi kita.  Secara garis besar, seorang sahabat haruslah memenuhi kriteria yang konstrufktif.  Di samping itu adanya keterbukaan satu sama lain.  Faktor inilah yang mempererat sebuah persahabatan.  Sydney Jourard, seorang ahli jiwa, dalam bukunya yang berjudul The Transparent Self menyatakan bahwa secara alamiah kepribadian manusia itu memiliki kecenderungan untuk mengungkapkan dirinya;  dan apabila hal itu terhambat dan kita menutup diri terhadap orang lain, maka kita akan mengalami gangguan secara emosional.

     Bagaimanapun juga suatu persahabatan dimulai karena adanya kepentingan, tapi bukan kepentingan secara sepihak atau ada motivasi terselubung, namun sebuah bentuk kerjasama yang saling terbuka, menguntungkan, memahami dan mengisi satu sama lain.  Adalah gampang untuk membangun pertemanan karena bisa dilakukan kapan saja, di mana saja, bahkan dalam waktu yang singkat sekalipun.  Hal ini tidak berlaku untuk mencari sahabat!

Persahabatan dibangun melalui proses waktu yang diawali oleh keterbukaan satu sama lain, sebab sahabat bukanlah teman biasa!

Sunday, September 28, 2014

MEMBANGUN PERSAHABATAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 September 2014

Baca:  Amsal 27:1-27

"Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya."  Amsal 27:17

Adakah di antara saudara yang merasa diri tidak membutuhkan orang lain dalam hidup ini?  Atau mungkin ada yang berkata,  "Ah...aku tidak butuh orang lain, karena aku bisa melakukan segala sesuatu sendiri dan punya segala-galanya."  Benarkah demikian?  Sekecil apapun aktivitas keseharian kita akan selalu bersentuhan dengan orang lain, artinya selalu terjalin interaksi dengan orang lain, dengan hadirnya orang-orang di dekat kita.  Di lingkungan tempat tinggal, kita mempunyai tetangga;  di sekolah, kita menghabiskan banyak waktu dengan teman sekelas untuk belajar dan berdiskusi, di tempat pekerjaan ada rekan-rekan kerja yang bekerja sama, bahkan di gereja pun kita membangun persekutuan yang erat dengan saudara-saudara seiman lainnya.

     Ayat nas di atas menyatakan bahwa  "Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya."  Artinya pembentukan atau pematangan pribadi seseorang itu sangat ditentukan oleh kerelaannya  'digosok dan digesek'  oleh orang lain.  Dengan persekutuan dengan sesamanya seseorang akan mengalami penajaman-penajaman sebagai proses.  Jadi penajam-penajam kita itu bukanlah dari orang yang jauh, melainkan dari orang-orang yang berada di sekitar kita.  Karena itu  "Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang."  (Amsal 13:20).  Dengan siapa kita bergaul dan orang-orang terdekat yang bagaimana itulah yang akan berpengaruh besar dalam perjalanan hidup kita.  Rasul Paulus pun mengingatkan kita,  "Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik."  (1 Korintus 15:33).  Sydney Smith mengatakan,  "Hidup ini harus diisi dengan banyak persahabatan.  Mengasihi dan dikasihi adalah kebahagiaan terbesar dalam kehidupan."  Kehadiran orang lain dalam hidup kita, entah itu teman atau sahabat adalah sangat penting.

     Jika kita rindu memiliki seseorang untuk kita jadikan sebagai sahabat, kita perlu ekstra hati-hati dan harus benar-benar selektif, sebab seorang sahabat bukanlah sekedar teman biasa.  Perjumpaan dengan seorang sahabat bukanlah suatu hal yang secara kebetulan, namun merupakan suatu proses yang penuh pertimbangan, dan hal itu membutuhkan waktu yang tidak singakat.

Sahabat adalah orang spesial dalam hidup, jadi jangan asal dalam memilih.