Thursday, August 7, 2014

SERI UTUSAN TUHAN: Hidup Dalam Ketaatan (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Agustus 2014

Baca:  Lukas 17:7-10

"Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan."  Lukas 17:10

Sebagai seorang utusan kita harus tunduk dan taat kepada orang yang mengutus kita, seperti hamba yang tunduk sepenuhnya kepada tuannya.  Ketaatan yang dimaksud adalah ketaatan yang benar-benar murni, tanpa disertai motivasi atau tendensi tertentu;  dan apabila kita sudah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan Tuhan jangan pernah merasa bahwa kita ini sudah berjasa kepada Tuhan, sebaliknya kita harus bisa berkata,  "Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan."  (ayat nas).  Sebagai hamba, sesungguhnya kita tidak punya hak lagi atas diri kita sendiri.

     Setelah  'ditangkap'  oleh Kristus dan dipilih menjadi utusan-Nya, rasul Paulus pun menjadi orang yang memiliki ketaatan secara mutlak, hidupnya sepenuhnya diperhambakan untuk Kristus.  "Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku."  (Galatia 2:20).  Memiliki hati hamba adalah modal dasar yang harus dimiliki oleh seorang utusan Tuhan.  Jika seseorang sudah berhati hamba ia pasti akan melakukan tugasnya dengan penuh dedikasi di segala situasi.  Adakah seorang tuan akan  "...berterima kasih kepada hamba itu, karena hamba itu telah melakukan apa yang ditugaskan kepadanya?"  (Lukas 17:9).  Tuhan tidak melihat seberapa hebat, pintar, tampan, cantik, gagah dan kuatnya seseorang,  "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati."  (1 Samuel 16:7b).  Yang Tuhan ingini dari kita adalah hati yang mau dan rela untuk dibentuk dan dipakai-Nya.

     Saat kita hidup dalam ketaatan kita menjadikan Kristus sebagai raja atas kita, mempersilahkan Dia berdaulat dan memerintah penuh di dalam segala aspek kehidupan kita.  Tuhan Yesus sendiri tidak hanya mengutus kita, Ia juga telah memberikan teladan hidup dalam hal ketaatan.  Melakukan kehendak Bapa adalah makanan-Nya  (baca  Yohanes 4:34).  "Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib."  (Filipi 2:8).

Jika kita tidak taat, bagaimana kita bisa membawa kabar baik kepada orang lain?

Wednesday, August 6, 2014

SERI UTUSAN TUHAN: Hidup Dalam Ketaatan (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Agustus 2014

Baca:  Yohanes 20:19-23

"Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu."  Yohanes 20:21b

Sebagaimana Yesus berpesan kepada murid-murid-Nya ketika Ia menampakkan diri setelah kebangkitan-Nya  (ayat nas), pesan itu juga berlaku untuk semua orang percaya.  Setiap kita yang percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, yang telah diselamatkan dan mengalami lahir baru,  "...ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang."  (2 Korintus 5:17), memiliki sebuah tanggung jawab besar, karena kita menyandang predikat sebagai utusan-utusan Kristus di tengah dunia ini, sama seperti tugas yang diemban oleh malaikat Gabriel,  "...melayani Allah dan ... diutus untuk berbicara ... untuk menyampaikan kabar baik ..."  (Lukas 1:19).

     Menjadi utusan Kristus bukanlah hal yang sembarangan, apalagi di zaman akhir seperti sekarang ini, karena di mana pun berada dan kemana pun pergi kita mempertaruhkan nama Kristus.  Oleh karena itu untuk menjadi utusan-utusan Tuhan kita harus benar-benar memenuhi kriteria seperti yang Tuhan inginkan.  Kita layak disebut sebagai utusan-Nya jika kita memiliki kehidupan yang berkenan kepada Tuhan seperti penilaian Tuhan terhadap Daud.  "Aku telah mendapat Daud bin Isai, seorang yang berkenan di hati-Ku dan yang melakukan segala kehendak-Ku."  (Kisah 13:22).

     Seseorang dikatakan memiliki kehidupan yang berkenan kepada Tuhan apabila ia hidup dalam ketaatan.  Ketaatan adalah syarat utama!  Banyak orang berusaha untuk hidup taat dalam seluruh aspek kehidupannya, namun mereka seringkali menuai kegagalan.  Mengapa?  Karena ketaatan itu bisa diibaratkan seperti sebuah pohon:  ada ranting, daun, batang dan juga buah, yang kesemuanya itu bersumber pada akar.  Akar memiliki peranan yang sangat vital karena sebagai sumber yang membawa makanan ke seluruh bagian pohon.  Begitu pula dengan ketaatan, harus dimulai dari akarnya.  Akhirnya kita harus memulai ketaatan itu dari hal-hal yang paling mendasar, di mana hal ini akan menjadi  'akar'  bagi ketaatan-ketaatan lainnya.

Jika kita taat dalam perkara yang paling mendasar ini kita pasti akan memiliki ketaatan pada seluruh aspek kehidupan kita.