Sunday, August 3, 2014

KAYA DALAM KEBAJIKAN

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Agustus 2014

Baca:  Yeremia 9:23-24

"...janganlah orang kuat bermegah karena kekuatannya, janganlah orang kaya bermegah karena kekayaannya,"  Yeremia 9:23

Tidak ada ayat dalam Alkitab yang menyebutkan bahwa orang Kristen tidak boleh kaya dan hidup dalam kelimpahan.  Justru sebaliknya, Tuhan rindu anak-anakNya memiliki kehidupan yang berhasil dan diberkati, karena untuk itulah Dia datang  (baca  Yohanes 10:10b).  Tuhan rindu memberkati anak-anak-Nya supaya kita menjadi berkat bagi orang lain.  "Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus."  (Filipi 4:19).  Rasul Paulus sangat percaya hal ini.

     Rasul Paulus tidak pernah memerintahkan Timotius untuk berbicara kepada orang kaya supaya mereka meninggalkan kekayaannya dan menjadi orang miskin atau hidup dalam kekurangan atau pas-pasan.  Yang dimaksudkan oleh Paulus adalah agar orang-orang kaya, yang secara materi berlebihan, memiliki sikap hati yang benar terhadap kekayaan yang dimilikinya.  Paulus berkata kepada Timotius,  "Peringatkanlah kepada orang-orang kaya di dunia ini agar mereka jangan tinggi hati dan jangan berharap pada sesuatu yang tak tentu seperti kekayaan, melainkan pada Allah yang dalam kekayaan-Nya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati. Peringatkanlah agar mereka itu berbuat baik, menjadi kaya dalam kebajikan, suka memberi dan membagi dan dengan demikian mengumpulkan suatu harta sebagai dasar yang baik bagi dirinya di waktu yang akan datang untuk mencapai hidup yang sebenarnya."  (1 Timotius 6:17-19).  Jadi, tidak ada alasan bagi orang percaya untuk takut memiliki kekayaan yang berlimpah dan uang yang banyak.  Yang patut diwaspadai adalah jangan sampai kita terjerat cinta uang dan kemudian hati kita melekat kepada kekayaan tersebut.  "Siapa mempercayakan diri kepada kekayaannya akan jatuh;"  (Amsal 11:28).

     Dengan kekayaan yang ada kita memiliki kesempatan yang luas untuk berbuat kebajikan, suka memberi dan membagi, serta memuliakan Tuhan dengan harta yang kita miliki ini.

Jangan sampai kita seperti orang muda yang kaya, yang lebih mencintai kekayaan daripada mengasihi Tuhan, sehingga keberatan ketika diperintahkan Tuhan untuk berbagi dengan orang-orang yang berkekurangan  (baca  Matius 19:21-22).

Saturday, August 2, 2014

MILIKILAH RASA CUKUP

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Agustus 2014

Baca:  Ibrani 13:5-8

"Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu."  Ibrani 13:5

Uang tidaklah jahat, tapi cinta terhadap uanglah yang jahat.  Karena cinta uang banyak orang menjadi  'gelap mata'  dan menyimpang dari kebenaran.  Mereka rela melakukan apa saja demi uang, bahkan berani menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang, tidak peduli apakah itu mengorbankan orang lain atau melanggar hukum.

     Memang harus diakui bahwa uang itu penting bagi kehidupan kita, tapi uang bukanlah segala-galanya karena banyak hal di dalam kehidupan ini yang tidak dapat diukur, dibeli dan digantikan oleh uang.  Apakah uang bisa membeli sukacita, bahagia, ketenangan, apalagi keselamatan jiwa?  Tentu tidak!  Salomo, yang meskipun memiliki kekayaan yang melimpah, bahkan dikatakan bahwa  "Raja Salomo melebihi semua raja di bumi dalam hal kekayaan dan hikmat."  (1 Raja-Raja 10:23), mengakui bahwa berlimpahnya materi ternyata tidak menjamin kebahagiaan seseorang.  Salomo berkata,  "Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Inipun sia-sia."  (Pengkotbah 5:9).  Ketidakpuasan ini bersumber dari cinta uang dan hati yang terfokus pada kekayaan semata.  "Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada."  (Matius 6:21).  Karena cinta uang dan hati yang melekat kepada kekayaan, seseorang tidak pernah merasa cukup, sebaliknya selalu merasa kurang dan kurang.  Sebanyak apa pun uang dan kekayaan yang dimiliki tidak serta merta membuat orang merasa puas dan cukup.

     Rasa puas dan rasa cukup berbicara soal hati.  Bila hati kita dipenuhi ucapan syukur maka di segala keadaan kita pasti bisa berkata cukupCukup tidak berarti kita berhenti bekerja dan berusaha, malah berpuas diri.  Kita bisa berkata cukup bila kita melihat dan menikmati apa yang telah kita terima dan dapatkan, bukan pada apa yang belum kita peroleh.  Rasul Paulus menasihati kita,  "Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu."  (1 Tesalonika 5:18).

"Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu."  Lukas 12:15