Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Juni 2014
Baca: Matius 6:22-23
"Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu;" Matius 6:22
Mata adalah salah satu pancaindera yang memiliki peranan sangat penting dalam kehidupan manusia. Ada ungkapan dalam bahasa Inggris yang mengatakan 'love at first sight' yang bisa diartikan sebagai cinta pada pandangan pertama. Artinya hanya dengan sekali pandangan saja seseorang bisa dibuat jatuh cinta.
Hanya dengan satu kali pandang juga hidup seseorang dapat berubah secara total, bisa ke arah yang positif atau negatif, bisa membawanya kepada suatu keberhasilan atau bahkan kepada sebuah kegagalan dan kehancuran. Itu semua bergantung bagaimana kita memfungsikan mata kita. Bahkan Alkitab dengan sangat keras memperingatkan kita agar berhati-hati dengan mata. "Dan jika matamu menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena
lebih baik bagimu masuk ke dalam hidup dengan bermata satu dari pada
dicampakkan ke dalam api neraka dengan bermata dua." (Matius 18:9). Hal itu menunjukkan bahwa mata memiliki kuasa dan berpengaruh besar dalam menentukan masa depan hidup seseorang. Jika kita memakai mata untuk memandang hal-hal yang baik (positif) maka akan berdampak positif pula terhadap keseluruhan hidup kita, demikian pula akan terjadi sebaliknya. Mata juga bisa diibaratkan sebagai jendela hidup seseorang, karena melalui matalah kita dapat memandang dunia yang dipenuhi oleh gemerlap yang menyilaukan, juga beroleh segala macam informasi, baik itu hal positif maupun negatif. Maka dari itu kita perlu waspada dan berhati-hati supaya kita tidak melakukan kesalahan secara fatal akibat melihat atau memandang.
Ada banyak contoh orang-orang dalam Alkitab yang mengalami kejatuhan dalam dosa karena mereka salah memfungsikan matanya. Bermula dari melihat, Hawa termakan bujuk rayu Iblis dan makan buah dari pohon pengetahuan yang baik dan jahat, yang dilarang Tuhan untuk dimakan. Tertulis: "Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap
kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi
pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan
diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan
suaminyapun memakannya." (Kejadian 3:6). Karena pelanggaran itu Adam dan Hawa harus terusir dari taman Eden dan mengalami penderitaan hidup. (Bersambung)
Saturday, June 28, 2014
Friday, June 27, 2014
Seri Yefta: PEMIMPIN ISRAEL
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Juni 2014
Baca: Hakim-Hakim 11:12-28
"TUHAN, Hakim itu, Dialah yang menjadi hakim pada hari ini antara orang Israel dan bani Amon." Hakim-Hakim 11:27b
Manusia tidak dapat menyelami jalan Tuhan. "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN." (Yesaya 55:8). Menjadi orang yang tertolak dan terbuang seperti Yefta bukan berarti tidak punya masa depan dan kehidupan akan berakhir.
Tatkala bangsa Israel menghadapi masalah berat yaitu berperang melawan bani Amon dan terancam kalah sehingga mereka dihinggapi ketakutan yang luar biasa, teringatlah mereka kepada Yefta. Para tua-tua Gilead pun sepakat meminta Yefta kembali pulang dan berharap bisa turut berjuang membela bangsanya, bahkan mereka bersehati mengangkat Yefta sehingga pemimpin. Mengapa demikian? Karena mereka telah mendengar kehebatan Yefta di tanah Tob. Kata Yefta, "Bukankah kamu sendiri membenci aku dan mengusir aku dari keluargaku? Mengapa kamu datang sekarang kepadaku, pada waktu kamu terdesak?" (Hakim-Hakim 11:7). Secara manusia tawaran ini bisa saja digunakan Yefta untuk membalas dendam atas perbuatan jahat yang telah mereka perbuat terhadapnya, apalagi ia akan diangkat sebagai pemimpin dan boleh meminta apa pun yang ia mau. Namun hal itu tidak dilakukan Yefta, sebaliknya ia menunjukkan sikap yang luar biasa: "...jika kamu membawa aku kembali untuk berperang melawan bani Amon, dan TUHAN menyerahkan mereka kepadaku, maka akulah yang akan menjadi kepala atas kamu?" (Hakim-Hakim 11:9). Artinya Yefta tidak gegabah dan bertindak sendiri, tapi menaruh pengharapan kepada Tuhan dan melibatkan Dia dalam pergumulan yang dihadapinya. Ia menyerahkan segala perkaranya kepada Tuhan di Mizpa, tempat di mana perjanjian Tuhan ditetapkan. Akhirnya Yefta menerima tawaran bangsa Israel, maju berperang melawan bani Amon.
Yefta dengan ulet dapat merebut kota demi kota, bahkan sampai 20 kota dikalahkannya (baca Hakim-Hakim 11:32-33). Itu adalah campur tangan Tuhan, sebab dalam segala perkara Yefta tidak pernah melupakan Tuhan dan selalu melibatkan Dia.
Yefta, dari orang yang tertolak dan terbuang, beroleh peninggian menjadi pemimpin Israel yang gagah perkasa.
Baca: Hakim-Hakim 11:12-28
"TUHAN, Hakim itu, Dialah yang menjadi hakim pada hari ini antara orang Israel dan bani Amon." Hakim-Hakim 11:27b
Manusia tidak dapat menyelami jalan Tuhan. "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN." (Yesaya 55:8). Menjadi orang yang tertolak dan terbuang seperti Yefta bukan berarti tidak punya masa depan dan kehidupan akan berakhir.
Tatkala bangsa Israel menghadapi masalah berat yaitu berperang melawan bani Amon dan terancam kalah sehingga mereka dihinggapi ketakutan yang luar biasa, teringatlah mereka kepada Yefta. Para tua-tua Gilead pun sepakat meminta Yefta kembali pulang dan berharap bisa turut berjuang membela bangsanya, bahkan mereka bersehati mengangkat Yefta sehingga pemimpin. Mengapa demikian? Karena mereka telah mendengar kehebatan Yefta di tanah Tob. Kata Yefta, "Bukankah kamu sendiri membenci aku dan mengusir aku dari keluargaku? Mengapa kamu datang sekarang kepadaku, pada waktu kamu terdesak?" (Hakim-Hakim 11:7). Secara manusia tawaran ini bisa saja digunakan Yefta untuk membalas dendam atas perbuatan jahat yang telah mereka perbuat terhadapnya, apalagi ia akan diangkat sebagai pemimpin dan boleh meminta apa pun yang ia mau. Namun hal itu tidak dilakukan Yefta, sebaliknya ia menunjukkan sikap yang luar biasa: "...jika kamu membawa aku kembali untuk berperang melawan bani Amon, dan TUHAN menyerahkan mereka kepadaku, maka akulah yang akan menjadi kepala atas kamu?" (Hakim-Hakim 11:9). Artinya Yefta tidak gegabah dan bertindak sendiri, tapi menaruh pengharapan kepada Tuhan dan melibatkan Dia dalam pergumulan yang dihadapinya. Ia menyerahkan segala perkaranya kepada Tuhan di Mizpa, tempat di mana perjanjian Tuhan ditetapkan. Akhirnya Yefta menerima tawaran bangsa Israel, maju berperang melawan bani Amon.
Yefta dengan ulet dapat merebut kota demi kota, bahkan sampai 20 kota dikalahkannya (baca Hakim-Hakim 11:32-33). Itu adalah campur tangan Tuhan, sebab dalam segala perkara Yefta tidak pernah melupakan Tuhan dan selalu melibatkan Dia.
Yefta, dari orang yang tertolak dan terbuang, beroleh peninggian menjadi pemimpin Israel yang gagah perkasa.
Subscribe to:
Posts (Atom)