Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Juni 2014
Baca: Hakim-Hakim 11:12-28
"TUHAN, Hakim itu, Dialah yang menjadi hakim pada hari ini antara orang Israel dan bani Amon." Hakim-Hakim 11:27b
Manusia tidak dapat menyelami jalan Tuhan. "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN." (Yesaya 55:8). Menjadi orang yang tertolak dan terbuang seperti Yefta bukan berarti tidak punya masa depan dan kehidupan akan berakhir.
Tatkala bangsa Israel menghadapi masalah berat yaitu berperang melawan bani Amon dan terancam kalah sehingga mereka dihinggapi ketakutan yang luar biasa, teringatlah mereka kepada Yefta. Para tua-tua Gilead pun sepakat meminta Yefta kembali pulang dan berharap bisa turut berjuang membela bangsanya, bahkan mereka bersehati mengangkat Yefta sehingga pemimpin. Mengapa demikian? Karena mereka telah mendengar kehebatan Yefta di tanah Tob. Kata Yefta, "Bukankah kamu sendiri membenci aku dan mengusir aku dari keluargaku?
Mengapa kamu datang sekarang kepadaku, pada waktu kamu terdesak?" (Hakim-Hakim 11:7). Secara manusia tawaran ini bisa saja digunakan Yefta untuk membalas dendam atas perbuatan jahat yang telah mereka perbuat terhadapnya, apalagi ia akan diangkat sebagai pemimpin dan boleh meminta apa pun yang ia mau. Namun hal itu tidak dilakukan Yefta, sebaliknya ia menunjukkan sikap yang luar biasa: "...jika kamu membawa aku kembali untuk berperang melawan bani Amon, dan
TUHAN menyerahkan mereka kepadaku, maka akulah yang akan menjadi kepala
atas kamu?" (Hakim-Hakim 11:9). Artinya Yefta tidak gegabah dan bertindak sendiri, tapi menaruh pengharapan kepada Tuhan dan melibatkan Dia dalam pergumulan yang dihadapinya. Ia menyerahkan segala perkaranya kepada Tuhan di Mizpa, tempat di mana perjanjian Tuhan ditetapkan. Akhirnya Yefta menerima tawaran bangsa Israel, maju berperang melawan bani Amon.
Yefta dengan ulet dapat merebut kota demi kota, bahkan sampai 20 kota dikalahkannya (baca Hakim-Hakim 11:32-33). Itu adalah campur tangan Tuhan, sebab dalam segala perkara Yefta tidak pernah melupakan Tuhan dan selalu melibatkan Dia.
Yefta, dari orang yang tertolak dan terbuang, beroleh peninggian menjadi pemimpin Israel yang gagah perkasa.
Friday, June 27, 2014
Thursday, June 26, 2014
Seri Yefta: MENGALAMI PENOLAKAN
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Juni 2014
Baca: Hakim-Hakim 11:1-11
"Adapun Yefta, orang Gilead itu, adalah seorang pahlawan yang gagah perkasa, tetapi ia anak seorang perempuan sundal; ayah Yefta ialah Gilead." Hakim-Hakim 1:1
Yefta adalah hakim ke-8 di Israel, setelah Otniel, Ehud, Samgar, Debora, Gideon, Tola dan Yair. Ia memerintah atas Israel selama 6 tahun. Awalnya sama sekali tak terpikirkan kalau dikemudian hari Yefta akan menjadi seorang hakim di Israel dan dihormati oleh semua orang. Itu semata-mata karena kasih karunia Tuhan sehingga hidup Yefta diubahkan menjadi seorang pahlawan yang gagah perkasa.
Ditinjau dari latar belakang, Yefta memiliki kehidupan yang tampak kelam. Ia adalah anak perempuan sundal yang dianggap sampah masyarakat. Bukan hanya itu, ia pun diusir keluar dari rumah, bahkan terusir dari tanah Israel. "Engkau tidak mendapat milik pusaka dalam keluarga kami, sebab engkau anak dari perempuan lain." (ayat 2). Nasib Yefta bisa dikatakan 'sudah jatuh tertimpa tangga' pula. Yefta benar-benar mengalami suatu penolakan, baik dari keluarga maupun dari bangsanya sendiri. Karena tertolak dan tidak tahan dengan penghinaan yang ditujukan kepadanya, larilah Yefta dari saudara-saudaranya dan tinggal di tanah Tob, suatu tempat di mana para penjahat dan penyamun berkumpul. Pelarian itu pun mengubah hidup Yefta: ia menjadi bagian dari para penyamun itu, bahkan ia diangkat menjadi pemimpin atas mereka sehingga namanya makin terkenal. Ironis sekali! Yefta yang keberadaannya tidak diinginkan oleh keluarga dan juga bangsanya justru dihormati dan dihargai di antara orang-orang 'bermasalah'. Di satu sisi ia begitu disegani sebagai pemimpin para penjahat/perampok, namun di sisi lain itu semakin memperburuk citranya di mata orang-orang Israel.
Namun tak selamanya orang buangan yang dipandang sebelah mata akan mengalami nasib malang, sebab tak seorang pun tahu jalan hidup seseorang di kemudian hari. "Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti, supaya jangan ada seorang manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah." (1 Korintus 1:27-29). Karena tertolak, Yefta harus mengalami pergumulan hidup yang berat! (Bersambung)
Baca: Hakim-Hakim 11:1-11
"Adapun Yefta, orang Gilead itu, adalah seorang pahlawan yang gagah perkasa, tetapi ia anak seorang perempuan sundal; ayah Yefta ialah Gilead." Hakim-Hakim 1:1
Yefta adalah hakim ke-8 di Israel, setelah Otniel, Ehud, Samgar, Debora, Gideon, Tola dan Yair. Ia memerintah atas Israel selama 6 tahun. Awalnya sama sekali tak terpikirkan kalau dikemudian hari Yefta akan menjadi seorang hakim di Israel dan dihormati oleh semua orang. Itu semata-mata karena kasih karunia Tuhan sehingga hidup Yefta diubahkan menjadi seorang pahlawan yang gagah perkasa.
Ditinjau dari latar belakang, Yefta memiliki kehidupan yang tampak kelam. Ia adalah anak perempuan sundal yang dianggap sampah masyarakat. Bukan hanya itu, ia pun diusir keluar dari rumah, bahkan terusir dari tanah Israel. "Engkau tidak mendapat milik pusaka dalam keluarga kami, sebab engkau anak dari perempuan lain." (ayat 2). Nasib Yefta bisa dikatakan 'sudah jatuh tertimpa tangga' pula. Yefta benar-benar mengalami suatu penolakan, baik dari keluarga maupun dari bangsanya sendiri. Karena tertolak dan tidak tahan dengan penghinaan yang ditujukan kepadanya, larilah Yefta dari saudara-saudaranya dan tinggal di tanah Tob, suatu tempat di mana para penjahat dan penyamun berkumpul. Pelarian itu pun mengubah hidup Yefta: ia menjadi bagian dari para penyamun itu, bahkan ia diangkat menjadi pemimpin atas mereka sehingga namanya makin terkenal. Ironis sekali! Yefta yang keberadaannya tidak diinginkan oleh keluarga dan juga bangsanya justru dihormati dan dihargai di antara orang-orang 'bermasalah'. Di satu sisi ia begitu disegani sebagai pemimpin para penjahat/perampok, namun di sisi lain itu semakin memperburuk citranya di mata orang-orang Israel.
Namun tak selamanya orang buangan yang dipandang sebelah mata akan mengalami nasib malang, sebab tak seorang pun tahu jalan hidup seseorang di kemudian hari. "Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti, supaya jangan ada seorang manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah." (1 Korintus 1:27-29). Karena tertolak, Yefta harus mengalami pergumulan hidup yang berat! (Bersambung)
Subscribe to:
Posts (Atom)