Tuesday, June 3, 2014

Seri RUT: Ketaatan Mendatangkan Upah

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Juni 2014

Baca:  Rut 3:1-18

"Anakku, apakah tidak ada baiknya jika aku mencari tempat perlindungan bagimu supaya engkau berbahagia?"  Rut 3:1

Menurut adat-istiadat Yahudi jika ada seorang laki-laki yang telah menikah meninggal, isteri yang ditinggalkan itu harus menikah dengan saudara laki-laki dari keluarga suaminya, sehingga ia bisa memberikan keturunan baginya.  Inilah yang menjadi alasan Naomi mengatakan kepada Rut bahwa yang berhak untuk menebus Rut dan membeli ladangnya adalah pihak keluarga Elimelekh  (ayah mertua Rut).  Kemudian Naomi menyuruh Rut tidur di dekat kaki Boas  (ayat 4).  Meski hal itu sangat tidak lazim bagi orang Yahudi maupun orang Moab, Rut melakukan apa yang diperintahkan Naomi.  "Segala yang engkau katakan itu akan kulakukan."  (ayat 5).  Ini menunjukkan bahwa Rut adalah orang yang taat.  Meski perintah itu tidak masuk akal, ia tetap melakukan sebagai wujud hormatnya kepada mertua tanpa ada perbantahan.

     Sungguh, ada banyak pelajaran berharga yang dapat kita teladani dari kehidupan Rut ini.  Saat di persimpangan jalan Rut membuat tindakan iman:  meninggalkan akar keluarganya dan tetap mengikuti Allah bangsa Israel, Allah yang baru dikenalnya setelah menikah.  Selain itu Rut bukanlah menantu yang malas.  Ia rela bekerja memungut berkas-berkas jelai di ladang Boas untuk bertahan hidup.  Ia setia melakukannya meski itu perkara kecil dan hina di pemandangan manusia.  Ada janji dalam Alkitab:  "Maka kedudukanmu yang dahulu akan kelihatan hina, tetapi kedudukanmu yang kemudian akan menjadi sangat mulia."  (Ayub 8:7).  Kalau kita setia dalam perkara-perkara kecil, pada saatnya Tuhan akan mempercayakan kita perkara-perkara yang jauh lebih besar.  Apa yang dilakukan Rut ini adalah bukti bahwa ia mempunyai integritas dan loyalitas.

     Rut menjadi wanita pilihan yang diberkati Tuhan.  Dari latar belakang keluarga orang berdosa dan tidak punya masa depan, bahkan dikatakan dari suku yang terkutuk, Tuhan mengubahnya menjadi masa depan yang gemilang.  Namun ada ujian bermula dari perkara-perkara kecil, adakah kita tekun, setia, taat dan rendah hati?  Tersungkur di bawah kaki Boas adalah gambaran dari kerendahan hati.

Inilah yang harus kita lakukan:  senantiasa datang tersungkur di bawah kaki Tuhan dan merendahkan diri di hadapanNya.

Monday, June 2, 2014

Seri RUT: Iman di Persimpangan

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Juni 2014

Baca:  Rut 2:1-23

"TUHAN kiranya membalas perbuatanmu itu, dan kepadamu kiranya dikaruniakan upahmu sepenuhnya oleh TUHAN, Allah Israel, yang di bawah sayap-Nya engkau datang berlindung."  Rut 2:12

Di tengah situasi yang sangat sulit dan serasa di persimpangan Rut membuat sebuah keputusan yang dilandasi oleh iman, suatu keputusan yang sangat menentukan nasib hidupnya di kemudian hari, yakni memilih hidup bersama mertuanya yang juga sudah menjadi janda.  Mungkin banyak orang mengatakan bahwa tindakan Rut itu sebuah kebodohan.

     Rut rela membayar harga dengan mempertaruhkan hidupnya, meninggalkan sanak keluarga dan bangsanya, memilih hidup di negeri asing dan percaya kepada Allah yang disembah oleh mertuanya itu.  Apa yang dilakukan Rut ini bukanlah tindakan coba-coba, tapi suatu tindakan iman, di mana ia sedang menuju kepada suatu kehidupan yang menempatkan dirinya dalam kasih karunia karena ia percaya kepada Allah yang hidup.  "Tempat perlindunganku dan kubu pertahananku, Allahku, yang kupercayai."  (Mazmur 91:2).  Sebaliknya Orpa lebih memilih untuk meninggalkan Naomi.  Artinya ia tidak mau membayar harga, lebih suka pulang ke kampung halamannya, kembali kepada kenyamanan dan kehidupan lamanya.  Inilah yang terjadi dengan kebanyakan orang Kristen, memilih untuk meninggalkan Tuhan dan kembali kepada kehidupan lamanya ketika berada dalam masalah dan sedang di persimpangan jalan.  Padahal Alkitab menegaskan:  "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang."  (2 Korintus 5:17).  Kita memilih untuk lari menjauh dari panggilan Tuhan dan rencanaNya.

     Tuhan berfirman,  "...Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu."  (2 Korintus 6:17).  Rut tidak mau kembali kepada bangsanya yang kafir dan memilih meninggalkan kehidupan lamanya.  Paulus pun demikian,  "...aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah,"  (Filipi 3:13-14).

Saat di persimpangan jalan inilah kualitas iman seseorang sedang diuji!