Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 April 2014
Baca: Lukas 14:25-35
"Sebab siapakah di antara kamu yang kalau mau mendirikan sebuah menara
tidak duduk dahulu membuat anggaran biayanya, kalau-kalau cukup uangnya
untuk menyelesaikan pekerjaan itu?" Lukas 14:28
Mengelola keuangan berarti bukan hanya pandai mengatur keuangan rumah tangga kita sehari-hari saja, tapi juga untuk masa mendatang. Tanda lain ketidakmampuan seseorang mengelola keuangan adalah tidak memiliki prioritas belanja yang benar.
Seringkali kita mengeluarkan uang bukan untuk hal-hal yang penting atau yang benar-benar kita butuhkan, tetapi sekedar memuaskan keinginan mata karena tergiur big sale atau promosi penjualan di supermarket/mall. Kita tidak dapat membedakan mana kebutuhan dan keinginan. "Aku tidak merintangi mataku dari apapun yang dikehendakinya, dan aku
tidak menahan hatiku dari sukacita apapun, sebab hatiku bersukacita
karena segala jerih payahku. Itulah buah segala jerih payahku." (Pengkotbah 2:10). Kebutuhan pokok adalah kebutuhan yang sangat mendasar dalam kehidupan kita: makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, pendidikan, kesehatan dan sebagainya. Bila keuangan kita belum mencukupi untuk hal-hal di luar kebutuhan pokok, janganlah kita memaksakan diri. Sedangkan keinginan bukanlah kebutuhan pokok. Jika belum dapat dipenuhi tidak akan mempengaruhi atau mengganggu kehidupan kita sehari-hari. Keinginan itu sifatnya dapat ditunda. Seringkali kita berpikir, "Aku sudah berjerih lelah, wajarlah kalau aku ingin menikmatinya sesuka hati." Kemudian kita pun membelanjakan uang dengan tak terkendali dan menuruti segala keinginan, padahal hari-hari di depan kita masih panjang. Akhirnya ketika waktu baru berjalan pertengahan bulan kita kehabisan uang. Kita pun kelabakan dan akhirnya mencari pinjaman ke sana ke mari.
Supaya tidak terjadi hal-hal yang demikian kita harus bijak dalam mengelola keuangan dengan benar. Pengeluaran harus disesuaikan dengan pemasukan, jangan 'besar pasak daripada tiang'. Syukuri setiap berkat yang telah kita terima dengan rasa cukup. "... ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar." (1 Timotius 6:6). Persepuluhan dan kebutuhan hidup sehari-hari adalah prioritas.
Kemampuan mengelola keuangan dengan benar adalah bukti kita bisa dipercaya Tuhan!
Wednesday, April 2, 2014
Tuesday, April 1, 2014
MENGELOLA KEUANGAN: Tidak Boros
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 April 2014
Baca: Amsal 21:1-31
"Harta yang indah dan minyak ada di kediaman orang bijak, tetapi orang yang bebal memboroskannya." Amsal 21:20
Ada banyak keluarga Kristen yang mengalami masalah dalam hal keuangan: terus-menerus pas-pasan saja atau malah defisit, walaupun sebenarnya pendapatan mereka relatif besar dan mencukupi: Pertanyaan: ke mana saja uang itu raib? Ternyata masalahnya adalah ketidakmampuan kita dalam mengelola keuangan kita. Besar atau kecilnya pendapatan seseorang memerlukan kecermatan dalam mengelolanya, jika tidak, sewaktu-waktu kita akan mengalami kesulitan keuangan. Ingat! Kemampuan kita dalam mengelola uang akan menentukan kepercayaan Tuhan kepada kita atas kekayaanNya. "Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." (Matius 6:21).
Seringkali setelah mengembalikan persepuluhan kita berpikir bahwa urusan kita sudah beres dan sisa uang yang 90% menjadi milik kita sepenuhnya, lalu kita pun menghabiskannya tanpa perhitungan. Sesungguhnya, uang yang kita miliki itu sepenuhnya milik Tuhan, sedangkan kita ini hanyalah bendaharaNya saja, dipercaya untuk mengelola. Ketidakmengertian inilah yang akhirnya mendorong orang Kristen menjalani hidup boros, tidak bisa mengatur keuangannya dengan baik. Alkitab menyatakan, "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar. Jadi, jikalau kamu tidak setia dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan mempercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya?" (Lukas 16:10-11).
Yang penting bukan seberapa banyak uang yang kita miliki atau seberapa besar penghasilan kita, tetapi seberapa bijak kita mengendalikan pengeluaran. Inilah tandanya orang Kristen tidak dapat mengelola uangnya dengan baik, yaitu bergaya hidup konsumtif. Ia selalu 'lapar' mata sehingga tidak dapat mengendalikan diri untuk membelanjakan uangnya; apalagi kalau sudah berada di mal, tanpa pertimbangan matang membeli apa saja yang diinginkan hanya untuk memberi kesan 'wah' atau agar dipandang orang lain hebat; inilah gaya hidup 'borju' (borjuis, berlagak kaya) sehingga berpikiran lebih tinggi daripada yang patut dipikirkannya.
Tidak ingin disebut orang bebal? Atur keuangan dengan baik dan jangan boros!
Baca: Amsal 21:1-31
"Harta yang indah dan minyak ada di kediaman orang bijak, tetapi orang yang bebal memboroskannya." Amsal 21:20
Ada banyak keluarga Kristen yang mengalami masalah dalam hal keuangan: terus-menerus pas-pasan saja atau malah defisit, walaupun sebenarnya pendapatan mereka relatif besar dan mencukupi: Pertanyaan: ke mana saja uang itu raib? Ternyata masalahnya adalah ketidakmampuan kita dalam mengelola keuangan kita. Besar atau kecilnya pendapatan seseorang memerlukan kecermatan dalam mengelolanya, jika tidak, sewaktu-waktu kita akan mengalami kesulitan keuangan. Ingat! Kemampuan kita dalam mengelola uang akan menentukan kepercayaan Tuhan kepada kita atas kekayaanNya. "Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." (Matius 6:21).
Seringkali setelah mengembalikan persepuluhan kita berpikir bahwa urusan kita sudah beres dan sisa uang yang 90% menjadi milik kita sepenuhnya, lalu kita pun menghabiskannya tanpa perhitungan. Sesungguhnya, uang yang kita miliki itu sepenuhnya milik Tuhan, sedangkan kita ini hanyalah bendaharaNya saja, dipercaya untuk mengelola. Ketidakmengertian inilah yang akhirnya mendorong orang Kristen menjalani hidup boros, tidak bisa mengatur keuangannya dengan baik. Alkitab menyatakan, "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar. Jadi, jikalau kamu tidak setia dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan mempercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya?" (Lukas 16:10-11).
Yang penting bukan seberapa banyak uang yang kita miliki atau seberapa besar penghasilan kita, tetapi seberapa bijak kita mengendalikan pengeluaran. Inilah tandanya orang Kristen tidak dapat mengelola uangnya dengan baik, yaitu bergaya hidup konsumtif. Ia selalu 'lapar' mata sehingga tidak dapat mengendalikan diri untuk membelanjakan uangnya; apalagi kalau sudah berada di mal, tanpa pertimbangan matang membeli apa saja yang diinginkan hanya untuk memberi kesan 'wah' atau agar dipandang orang lain hebat; inilah gaya hidup 'borju' (borjuis, berlagak kaya) sehingga berpikiran lebih tinggi daripada yang patut dipikirkannya.
Tidak ingin disebut orang bebal? Atur keuangan dengan baik dan jangan boros!
Subscribe to:
Posts (Atom)