Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Maret 2014
Baca: Yakobus 5:12-20
"Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." Yakobus 5:16b
Elia adalah manusia biasa seperti kita, punya kelemahan dan keterbatasan. Namun ketika ia sungguh-sungguh berdoa, doanya beroleh jawaban dari Tuhan. Elia berdoa supaya jangan turun hujan, maka hujan pun tidak turun di bumi selama 3,5 tahun. Kemudian ia berdoa minta hujan, maka langit menurunkan hujan dan bumi pun mengeluarkan buahnya. Krisis besar yang sedang dihadapi bangsa Israel, baik itu krisis iman dan juga krisis ekonomi karena kekeringan, dapat terselesaikan karena kekuatan doa. Luar biasa! Keberadaan Elia sebagai manusia biasa ini seharusnya memotivasi kita bahwa setiap orang percaya, tanpa terkecuali, memiliki kesempatan yang sama memperoleh jawaban doa dari Tuhan, asalkan berdoa sungguh-sungguh, penuh iman dan doa kita sesuai dengan kehendak Tuhan. Jadi, di segala keadaan tetaplah berdoa, jangan pernah jemu-jemu.
Tuhan sangat memperhatikan setiap seruan orang benar! Orang benar adalah yang hidupnya seturut kehendak Tuhan. Hidup kita harus benar terlebih dahulu supaya doa kita didengar dan dijawab Tuhan. "Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar;
tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah
segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap
kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (Yesaya 59:1-2). Ketidaktaatan adalah penghalang utama terjawabnya doa seseorang. Selama kita masih hidup dalam dosa, Tuhan akan memalingkan wajahnya terhadap kita, artinya doa kita mustahil dijawab. Tuhan berkata, "Apabila kamu menadahkan tanganmu untuk berdoa, Aku akan memalingkan
muka-Ku, bahkan sekalipun kamu berkali-kali berdoa, Aku tidak akan
mendengarkannya, sebab tanganmu penuh dengan darah." (Yesaya 1:15).
Bila selama ini doa-doa kita seperti terbentur atap dan serasa sulit menembus sorga, jangan marah dan menyalahkan Tuhan. Pasti ada alasan mengapa Tuhan diam dan tidak bertindak, salah satunya adalah karena ketidaktaatan kita sendiri.
"Basuhlah, bersihkanlah dirimu, jauhkanlah perbuatan-perbuatanmu yang jahat dari depan mata-Ku." (Yesaya 1:16)., barulah Tuhan akan mengindahkan doa kita.
Tuesday, March 25, 2014
Monday, March 24, 2014
MAMPU MENGENDALIKAN DIRI
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Maret 2014
Baca: Amsal 25:1-28
"Orang yang tak dapat mengendalikan diri adalah seperti kota yang roboh temboknya." Amsal 25:28
Sering kita jumpai ada banyak orang Kristen yang hidupnya menjadi 'batu sandungan' bagi orang lain karena memiliki tabiat yang kurang terpuji: mudah marah, ucapan tidak terkontrol, suka menjelekkan orang lain, menghakimi, menggosip... intinya kedagingan mereka masih sangat dominan. Mereka tidak mampu mengendalikan diri.
Apa itu pengendalian diri? Pengendalian diri adalah sebuah sikap tegas tidak mau dikuasai oleh keinginan-keinginan duniawi, atau tidak berkompromi terhadap segala hal yang berlawanan dengan kebenaran. Pengendalian diri berkenaan dengan komitmen seseorang untuk hidup benar, membangun kebiasaan-kebiasaan yang baik disertai tekad untuk meninggalkan, membuang, dan menghancurkan kebiasaan-kebiasaan buruk yang membawa seseorang makin jauh dari jalan Tuhan. Memiliki pengendalian diri berarti berani berkata tidak terhadap segala hal yang berbau kefasikan dan keduniawian seperti tertulis: "Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini," (Titus 2:12). Untuk bisa mengendalikan diri dibutuhkan kemauan, tekad, semangat dan kerja keras, karena "...roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41). Pengendalian diri penting sekali bagi orang percaya karena merupakan syarat utama mengikut Yesus. "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku." (Matius 16:24). Mampu mengendalikan diri berarti "...menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus," (2 Korintus 10:5).
Ketika mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan, di tengah situasi sulit dan menghadapi orang-orang yang terkadang diijinkan Tuhan untuk membentuk dan menguji kita, mampukan kita menunjukkan sikap pengendalian diri dan tetap memegang teguh nilai-nilai iman, sehingga melalui sikap dan perbuatan kita orang lain tidak lagi 'tersandung'?
Rasul Paulus bertekad, "...aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak." (1 Korintus 9:27).
Baca: Amsal 25:1-28
"Orang yang tak dapat mengendalikan diri adalah seperti kota yang roboh temboknya." Amsal 25:28
Sering kita jumpai ada banyak orang Kristen yang hidupnya menjadi 'batu sandungan' bagi orang lain karena memiliki tabiat yang kurang terpuji: mudah marah, ucapan tidak terkontrol, suka menjelekkan orang lain, menghakimi, menggosip... intinya kedagingan mereka masih sangat dominan. Mereka tidak mampu mengendalikan diri.
Apa itu pengendalian diri? Pengendalian diri adalah sebuah sikap tegas tidak mau dikuasai oleh keinginan-keinginan duniawi, atau tidak berkompromi terhadap segala hal yang berlawanan dengan kebenaran. Pengendalian diri berkenaan dengan komitmen seseorang untuk hidup benar, membangun kebiasaan-kebiasaan yang baik disertai tekad untuk meninggalkan, membuang, dan menghancurkan kebiasaan-kebiasaan buruk yang membawa seseorang makin jauh dari jalan Tuhan. Memiliki pengendalian diri berarti berani berkata tidak terhadap segala hal yang berbau kefasikan dan keduniawian seperti tertulis: "Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini," (Titus 2:12). Untuk bisa mengendalikan diri dibutuhkan kemauan, tekad, semangat dan kerja keras, karena "...roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41). Pengendalian diri penting sekali bagi orang percaya karena merupakan syarat utama mengikut Yesus. "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku." (Matius 16:24). Mampu mengendalikan diri berarti "...menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus," (2 Korintus 10:5).
Ketika mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan, di tengah situasi sulit dan menghadapi orang-orang yang terkadang diijinkan Tuhan untuk membentuk dan menguji kita, mampukan kita menunjukkan sikap pengendalian diri dan tetap memegang teguh nilai-nilai iman, sehingga melalui sikap dan perbuatan kita orang lain tidak lagi 'tersandung'?
Rasul Paulus bertekad, "...aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak." (1 Korintus 9:27).
Subscribe to:
Posts (Atom)