Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Maret 2014
Baca: Mazmur 75:1-11
"Sebab bukan dari timur atau dari barat dan bukan dari padang gurun datangnya peninggian itu, tetapi Allah adalah Hakim: direndahkan-Nya yang satu dan ditinggikan-Nya yang lain." Mazmur 75:7-8
Sebagian orang Kristen mungkin akhir-akhir ini hatinya mulai berubah, tidak lagi bersungguh-sungguh dalam Tuhan. Semangat melayani Tuhan berangsur-angsur surut dan akhirnya padam sama sekali, tidak punya antusias terhadap perkara-perkara rohani. Apa penyebabnya? Selidik punya selidik, beberapa kecewa dan marah kepada Tuhan karena doanya belum beroleh jawaban. Mereka tidak sabar menunggu waktu Tuhan!
Setiap orang pasti berharap bahwa doa-doanya dijawab Tuhan dalam waktu sekejap, secepat kilat atau dalam waktu semalam. Kita memaksa Tuhan untuk mengikuti kehendak kita. Padahal kita tentu sudah sering membaca ayat firman Tuhan ini: "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu." (Yesaya 55:8-9). Ada doa yang segera dijawab oleh Tuhan, ada yang butuh waktu lebih lama, bahkan ada pula yang harus mengalami penundaan jawaban, karena Tuhan memiliki waktu tersendiri untuk menjawab doa kita. Waktu Tuhan bukanlah waktu kita, agendaNya bukanlah agenda kita, tapi "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya," (Pengkotbah 3:11). Karena itu sesulit apa pun keadaan kita biarlah kita tetap menjaga sikap hati dengan benar.
Ada beberapa alasan mengapa kita harus menunggu waktu Tuhan. Tuhan ingin supaya kita belajar sabar. "Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota." (Amsal 16:32). Kata sabar bisa diartikan tidak cepat marah. Saat dalam masalah seringkali kita mudah marah, emosi dan hilang kesabaran. Yang Tuhan kehendaki, selama doa kita belum beroleh jawaban, kita tetap bersabar menanti-nantikan waktu Tuhan.
Daud butuh waktu 13 tahun sebelum menjadi raja Israel, walaupun ia punya kesempatan lebih cepat dengan jalan membunuh raja Saul; namun ia tidak menggunakan 'kesempatan' tersebut karena ia tahu itu bukanlah kehendak Tuhan.
Daud bersabar menunggu waktu Tuhan sampai Ia bertindak dan mengangkatnya.
Monday, March 17, 2014
Sunday, March 16, 2014
TIDAK HARUS FULL-TIMER
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Maret 2014
Baca: 1 Timotius 4:1-16
"Latihlah dirimu beribadah." 1 Timotius 4:7b
Olah raga sudah menjadi kebutuhan dan gaya hidup banyak orang, terutama sekali bagi mereka yang hidup di kota-kota besar di mana sarana dan prasarana olahraga tersedia: fitness centre, kolam renang, lapangan tenis, futsal dan sebagainya. Bahkan orang rela merogoh kocek berapa pun besarnya demi berolah raga, menyadari bahwa kesehatan mahal harganya. Kalau sudah mengalami sakit, biaya yang kita butuhkan akan jauh lebih mahal, karena itu kita berusaha menjaga kesehatan tubuh, dan salah satunya dengan berolah raga. Namun yang perlu kita perhatikan adalah: "Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (1 Timotius 4:8). Jika latihan badani itu penting walaupun terbatas gunanya, terlebih-lebih latihan rohani (ibadah) yang jauh lebih penting, karena mengandung janji untuk hidup saat ini maupun yang akan datang. Ibadah meliputi doa pribadi, berjemaat di gereja lokal, dan terlibat dalam pelayanan. Tanpa kesungguhan menjalankan ibadah kita tidak akan mendatangkan hasil apa-apa dan hidup kita pun tidak akan mengalami perubahan.
Untuk menikmati kebaikan dan pertolongan Tuhan kita harus melatih kerohanian kita: membangun persekutuan yang karib denganNya setiap waktu melalui doa, perenungan firman, tidak menjauhkan diri dari pertemuan ibadah, serta memiliki roh yang terus menyala-nyala dalam melayani pekerjaan Tuhan. Untuk melakukan hal itu semua bukan berarti kita harus mengasingkan diri dari hiruk-pikuk keramaian dunia ini, meninggalkan pekerjaan konvensional kita, dan menjadi seorang full-timer. Rasul Paulus adalah contoh orang yang selain melayani Tuhan dengan sungguh juga bekerja sebagai pembuat tenda untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.
"Sebab kamu sendiri tahu, bagaimana kamu harus mengikuti teladan kami, karena kami tidak lalai bekerja di antara kamu, dan tidak makan roti orang dengan percuma, tetapi kami berusaha dan berjerih payah siang malam, supaya jangan menjadi beban bagi siapapun di antara kamu." (2 Tesalonika 3:7-8).
Kita tidak dituntut menjadi full-timer, hati kitalah yang dituntut memiliki 'hati hamba', yang senantiasa taat dan beribadah kepadaNya dengan "full heart"!
Baca: 1 Timotius 4:1-16
"Latihlah dirimu beribadah." 1 Timotius 4:7b
Olah raga sudah menjadi kebutuhan dan gaya hidup banyak orang, terutama sekali bagi mereka yang hidup di kota-kota besar di mana sarana dan prasarana olahraga tersedia: fitness centre, kolam renang, lapangan tenis, futsal dan sebagainya. Bahkan orang rela merogoh kocek berapa pun besarnya demi berolah raga, menyadari bahwa kesehatan mahal harganya. Kalau sudah mengalami sakit, biaya yang kita butuhkan akan jauh lebih mahal, karena itu kita berusaha menjaga kesehatan tubuh, dan salah satunya dengan berolah raga. Namun yang perlu kita perhatikan adalah: "Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (1 Timotius 4:8). Jika latihan badani itu penting walaupun terbatas gunanya, terlebih-lebih latihan rohani (ibadah) yang jauh lebih penting, karena mengandung janji untuk hidup saat ini maupun yang akan datang. Ibadah meliputi doa pribadi, berjemaat di gereja lokal, dan terlibat dalam pelayanan. Tanpa kesungguhan menjalankan ibadah kita tidak akan mendatangkan hasil apa-apa dan hidup kita pun tidak akan mengalami perubahan.
Untuk menikmati kebaikan dan pertolongan Tuhan kita harus melatih kerohanian kita: membangun persekutuan yang karib denganNya setiap waktu melalui doa, perenungan firman, tidak menjauhkan diri dari pertemuan ibadah, serta memiliki roh yang terus menyala-nyala dalam melayani pekerjaan Tuhan. Untuk melakukan hal itu semua bukan berarti kita harus mengasingkan diri dari hiruk-pikuk keramaian dunia ini, meninggalkan pekerjaan konvensional kita, dan menjadi seorang full-timer. Rasul Paulus adalah contoh orang yang selain melayani Tuhan dengan sungguh juga bekerja sebagai pembuat tenda untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.
"Sebab kamu sendiri tahu, bagaimana kamu harus mengikuti teladan kami, karena kami tidak lalai bekerja di antara kamu, dan tidak makan roti orang dengan percuma, tetapi kami berusaha dan berjerih payah siang malam, supaya jangan menjadi beban bagi siapapun di antara kamu." (2 Tesalonika 3:7-8).
Kita tidak dituntut menjadi full-timer, hati kitalah yang dituntut memiliki 'hati hamba', yang senantiasa taat dan beribadah kepadaNya dengan "full heart"!
Subscribe to:
Posts (Atom)