Monday, January 27, 2014

TANAH LIAT DI TANGAN PENJUNAN (1)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Januari 2014

Baca:  Yeremia 18:1-17

"Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangannya."  Yeremia 18:4

Sudah menjadi rahasia umum bahwa setiap orang Kristen pasti menginginkan berkat-berkat Tuhan dalam hidupnya.  Namun dalam pengiringan kita kepada Tuhan janganlah kita hanya ingin menikmati berkat-berkatNya saja, sementara kita tidak mau dibentuk dan diproses Tuhan.  Siapakah kita ini di hadapan Tuhan sehingga kita mau mengatur Tuhan?  Ingat, kita ini adalah tanah liat dan Tuhan adalah Sang Penjunan.  Itulah sebabnya Tuhan memerintahkan Yeremia untuk pergi ke tukang periuk supaya ia dapat belajar dari apa yang diperbuat si tukang periuk terhadap tanah liat sebelum menjadi bejana yang indah dan memiliki nilai guna.  "Adakah tanah liat berkata kepada pembentuknya: 'Apakah yang kaubuat?' atau yang telah dibuatnya: 'Engkau tidak punya tangan!'"  (Yesaya 45:9).

     Agar kita menjadi bejana Tuhan yang berharga dan digunakan untuk tujuan yang mulia kita pun harus rela dan mau dibentuk oleh Tuhan, sebab tanah liat tidak secara otomatis berubah menjadi bejana yang halus dan menarik tanpa melewati proses terlebih dahulu.  Proses inilah yang seringkali kita hindari karena kita merasakan sakit yang luar biasa sehingga kita memberontak, kecewa dan marah kepada Tuhan.  Namun semakin memberontak proses itu akan terasa lama dan menyakitkan.  Bangsa Israel harus mengalami proses pembentukan Tuhan di padang gurun selama 40 tahun lamanya oleh karena mereka suka memberontak, bersungut-sungut, mengeluh dan hidup dalam ketidaktaatan alias tegar tengkuk.  Bisa saja tukang periuk membuat bejana itu secara cepat atau instan  ('SKS' - sistem kebut semalam), tapi hasilnya?  Tidak bisa dijamin kualitasnya, dan mungkin saja bejana tersebut tidak bisa bertahan lama, retak dan mudah pecah.

     Maukah kita menjadi bejana atau perabot Tuhan yang bermutu rendah, biasa saja dan berharga murah?  Setiap kita pasti ingin menjadi bejana Tuhan untuk tujuan yang mulia, menjadi anak-anak Tuhan yang outclass (unggul).  Untuk itu ada harga yang harus dibayar.  Karena itu jangan mengeraskan hati!  Hati yang keras tak ubahnya seperti tanah keras yang perlu dilebur dan digemburkan sampai tanah itu benar-benar siap untuk dibentuk menjadi bejana sesuai dengan rencana si tukang periuk.

Sunday, January 26, 2014

SERUPA KRISTUS: Menjadi MempelaiNya (2)

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Januari 2014

Baca:  Wahyu 19:6-10

"Marilah kita bersukacita dan bersorak-sorai, dan memuliakan Dia! Karena hari perkawinan Anak Domba telah tiba, dan pengantin-Nya telah siap sedia."  Wahyu 19:7

Alkitab menyatakan bahwa  "Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya;"  (Amsal 19:22).  Sementara di masa-masa sekarang ini tidak sedikit orang kristen yang mulai tidak setia mengiring Tuhan.  Karena masalah, kesesakan atau doa-doa yang belum terjawab mereka begitu mudahnya kecewa, marah, menyalahkan Tuhan, lalu berpaling dari Tuhan, meninggalkan Dia dan menambatkan hati kepada dunia ini.  "...maukah kita membangkitkan cemburu Tuhan?"  (1 Korintus 10:22).  Sungguh benar kata pemazmur,  "...telah lenyap orang-orang yang setia dari antara anak-anak manusia."  (Mazmur 12:2).  Mari kita belajar untuk setia menanti-nantikan Tuhan.  "Aku menanti-nantikan TUHAN, jiwaku menanti-nanti, dan aku mengharapkan firman-Nya. Jiwaku mengharapkan Tuhan lebih dari pada pengawal mengharapkan pagi, lebih dari pada pengawal mengharapkan pagi."  (Mazmur 130:5-6).

     Ketiga, kita diminta untuk mengasihi Tuhan lebih dari segala yang ada,  "Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku."  (Matius 10:37).  Faktanya?  Banyak orang lebih mencintai uang, harta, pekerjaan, popularitas atau jabatan, daripada mengasihi Tuhan.  Akhirnya mereka meremehkan dan mengabaikan jam-jam ibadah dan persekutuan dengan Tuhan dan memilih menghabiskan waktu untuk perkara-perkara duniawi.  Jika seseorang tidak mengasihi pasangannya lebih dari yang lain, bagaimana hubungan ini bisa berlanjut ke jenjang pernikahan?  Tak seorang pun mau jika calon pasangannya itu selingkuh atau mempunyai affair dengan yang lain.  Setiap pasangan pasti menginginkan suatu hubungan yang semakin hari semakin dekat dan saling mengasihi satu sama lain.

     Milikilah kerinduan yang dalam kepada Tuhan,  "Sebab lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat lain; lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari pada diam di kemah-kemah orang fasik."  (Mazmur 84:11).

Sebagai calon mempelai Kristus, kita harus menjaga hidup kita supaya tetap kudus, memiliki kesetiaan dan mengasihi Dia lebih dari segalanya, sampai Ia datang!